DPRD NTB desak polisi usut tuntas pelecehan 10 mahasiswi

id NTB,DPRD NTB,Pelecehan 10 Mahasiswi NTB,Dosen Gadungan

DPRD NTB desak polisi usut tuntas pelecehan 10 mahasiswi

Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB), Baiq Isvie Rupaeda. ANTARA/Nur Imansyah

Mataram (ANTARA) - Ketua DPRD Nusa Tenggara Barat (NTB) Baiq Isvie Rupaeda mendesak aparat kepolisian mengusut tuntas kasus dugaan pelecehan seksual terhadap 10 mahasiswi yang dilakukan oleh dosen gadungan berusia 65 tahun di Kota Mataram.

"Ini harus di usut tuntas dan diberikan hukuman yang setimpal sesuai dengan perbuatannya," kata Isvie saat di Kantor DPRD NTB di Mataram, Kamis.

Baca juga: Penanganan kasus dosen gadungan 65 tahun cabuli 10 mahasiswi di Mataram, polisi bakal libatkan ahli

Baca juga: "Dosen gadungan" cabuli 10 mahasiswi, BKBH Unram lapor ulang ke Polda NTB

Baca juga: Janjikan masuk perguruan tinggi, pria 65 tahun cabuli 10 mahasiswi di Mataram


Anggota DPRD dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Lombok Timur ini mengaku sangat menyayangkan kasus-kasus pelecehan terhadap perempuan terus terulang di NTB.

"Jadi, tidak bisa main-main lagi dalam hal ini. Karena ini menyangkut martabat perempuan, menyangkut masa depan perempuan, menyangkut aspek norma yang berlaku," ucapnya.

Oleh karena itu, melihat kasus yang menimpa 10 mahasiswi tersebut, Isvie menilai apa yang dilakukan pelaku merupakan pelanggaran kejahatan yang luar biasa.

"Saya kira ini harus di hukum seberat-beratnya. Karena sudah mencoreng dunia pendidikan, apalagi ini dosen gadungan memakai gelar palsu," tegas wanita yang juga merupakan aktivis perempuan di NTB ini.

"Sudah jelas ini merusak, apalagi daerah kita daerah seribu masjid yang sangat luar biasa," sambung Isvie.

Untuk menghindari kasus-kasus semacam itu terulang kembali, Isvie meminta institusi pendidikan dalam hal ini universitas yang ada di NTB untuk membuat aturan melarang para dosen untuk tidak melayani konsultasi skripsi di rumah selain di kampus atau di luar jam kerja sebagai dosen di kampus.

"Saya imbau kepada adik-adik mahasiswi untuk tidak terbuai dan jangan pernah ke rumah dosen. Konsultasi tugas atau skripsi sebaiknya di kampus atau jam kerja tidak di rumah dosen," ucap Isvie.

"Begitu juga dosen tidak boleh menerima atau mengundang konsultasi di rumah. Lakukan di kampus. Kalau praktik-praktik ini dibiarkan, ini sudah keliru. Makanya tegas, tidak boleh ada konsultasi di rumah," katanya.

Modus pelaku

Kasus dugaan pelecehan seksual yang dialami 10 mahasiswi ini datang dari laporan Tim Biro Konsultasi dan Bantuan Hukum (BKBH) Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram).

Direktur BKBH Fakultas Hukum Unram Joko Jumadi mengungkapkan bahwa terlapor dalam dugaan ini merupakan pria berusia 65 tahun asal Lombok.

"Sebut saja dia (terlapor) ini Mister X," kata Joko.

BKBH melaporkan perbuatan Mister X ke Polda NTB pada Maret 2022. Dalam laporan, BKBH turut melampirkan penjelasan perihal modus Mister X melakukan pelecehan seksual terhadap korban.

"Mister X ini mengaku punya power (kekuatan) untuk melobi, membantu korban yang mau masuk perguruan tinggi, dan menyelesaikan skripsi," ujarnya.

Sebagai bayaran jika lulus perguruan tinggi dan skripsi berjalan lancar, jelas Joko, Mister X meminta agar korban melayani hasrat seksualnya.

"Jadi dari modus yang dia jalankan itu sudah ada sedikitnya lima mahasiswi yang dia 'tiduri'," ucap dia.

Menurut catatan BKBH yang berasal dari pengakuan 10 korban, Mister X menjalankan modus demikian terhitung sejak Oktober 2021 hingga Maret 2022.

"Maret 2022 itu berhenti karena kami laporkan," kata Joko.

Joko menegaskan bahwa pihaknya mendukung kepolisian menangani kasus ini hingga tuntas. Ia berharap agar polisi mampu mengungkap kebenaran perbuatan yang dituduhkan kepada Mister X.



Berita ini telah tayang di Antaranews.com dengan judul: DPRD NTB desak polisi usut tuntas peleceh 10 mahasiswi