Mataram, 13/12 (ANTARA) - DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat segera menetapkan rancangan peraturan daerah menjadi peraturan daerah tentang pengelolaan tambang mineral dan batubara, yang digodok berdasarkan Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
"Sudah ada pemberitahuan dari pimpinan DPRD NTB bahwa raperda itu akan ditetapkan menjadi perda pada sidang paripurna DPRD NTB yang dijadwalkan 16 Desember 2011 pukul 19.30 Wita," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) Eko Bambang Sutedjo, di Mataram, Selasa.
Ia mengatakan, penggodokan rancangan peraturan daerah (raperda) pengelolaan tambang mineral dan batubara (minerba) itu telah dirampungkan awal Desember lalu, setelah menindaklanjuti hasil konsultasi dengan pejabat Kementerian Dalam Negeri (Kemdagri) dan Kementerian Keuangan (Kemkeu).
Tim Panitia Khusus (Pansus) Raperda Pengelolaan Tambang DPRD NTB dan tim Pemprov NTB berkali-kali berkonsultasi dengan pejabat pusat di berbagai kementerian terkait, untuk penyempurnaan raperda pengelolaan tambang itu.
Kunsultasi pertama dengan Dirjen Minerba dan Panas Bumi, yang kemudian disarankan agar berkonsultasi juga dengan kementerian terkait seperti Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Lingkungan Hidup, serta pihak terkait lainnya.
Di kalangan internal DPRD NTB, raperda itu juga telah ditanggapi fraksi-fraksi pada sidang 23 September 2011, dan pendalaman bersama Biro Hukum Setda NTB pada 29 September dan 6 Oktober lalu.
"Sekarang sudah rampung, tinggal ditetapkan DPRD NTB dalam sidang paripurna. Setelah itu disosialisasikan di berbagai kabupaten/kota," ujarnya.
Raperda pengelolaan tambang minerba itu berisi 16 bab, 60 pasal dan 132 ayat, yang diharapkan mampu mengakomodasi 19 kewenangan pemerintah provinsi dan menjawab 12 isu strategis.
Kewenangan pemerintah provinsi di bidang pertambangan sesuai Undang Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, antara lain pembinaan dan pengawasan, pengaduan masyarakat, pengaturan jasa usaha lokal dan ketentuan lainnya seperti tata cara penutupan tambang.
Dalam undang undang minerba itu, pemerintah provinsi juga berperan dalam pengusahaan pertambangan minerba yakni pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP), pemberian Izin Usaha Pertambangan (UIP), dan pengaturan seluruh kegiatan pengelolaan pertambangan.
Wewenang itu dapat berupa kegiatan penyelidikan, pengelolaan dan pengusahaannya dengan cakupan kegiatan usaha pertambangan mulai dari penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, serta pengangkutan dan penjualan.
Sementara isu-isu strategis di bidang pertambangan minerba yang patut disikapi pemerintah provinsi antara lain, optimalisasi potensi usaha penambangan lokal, penyelesaian konflik tambang, dan keterbukaan informasi publik atau jaminan transparansi.
Menurut Eko, setelah penetapan perda pengelolaan tambang minerba di tingkat Provinsi NTB itu, tiga kabupaten yakni Kabupaten Lombok Tengah, Sumbawa dan Sumbawa Barat, akan menjadikan rujukan untuk merampungkan raperda serupa yang juga sedang digodok.
"Raperda pengelolaan tambang di tiga kabupaten itu sudah hampir rampung, namun penetapannya menunggu perda provinsi. Kecuali, Kabupaten Lombok Barat yang sudah menetapkan perda pengelolaan tambang sebelum provinsi merampungkan perdanya," ujarnya. (*)