Mataram, 3/5 (ANTARA) - Investor dari Korea, Taiwan dan Malaysia melirik jagung yang diproduksi petani di Kabupaten Dompu, Provinsi Nusa Tenggara Barat untuk diolah menjadi pakan ternak.
"Investor dari tiga negara itu sudah datang menemui saya dan melihat beberapa sentra produksi jagung di Kabupaten Dompu," kata Bupati Dompu H Bambang M Yasin, di sela acara Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Bank NTB, di Mataram, Kamis.
Ia mengatakan, para investor tersebut saat ini baru sebatas melakukan survei dan belum secara pasti untuk menanamkan investasinya dalam bentuk penyerapan hasil produksi petani atau membangun pabrik pakan di Dompu.
Bambang berharap dengan kedatangan para pemodal dari luar negeri bisa memberikan motivasi bagi para petani untuk konsisten mengembangkan tanaman jagung, baik di lahan kering maupun yang memiliki irigasi teknis.
"Yang menjadi kendala selama ini adalah pasar. Kalau pasar jelas, saya yakin petani akan terus berproduksi. Tapi kalau tidak, saya tidak tahu, apa petani di Dompu masih mau mengembangkan jagung atau tidak," ujarnya.
Menurut dia, kondisi harga jagung juga akan menentukan minat petani untuk mengembangkan komoditas tersebut. Pada musim tanam 2011, petani menikmati harga jagung hingga Rp2.900 per kilogram (kg), namun pada musim panen 2012 harganya paling tinggi Rp2.000/kg.
Kondisi tersebut terjadi sebagai dampak dari adanya kebijakan impor jagung yang diterapkan oleh pemerintah pusat dalam rangka memenuhi kebutuhan industri pakan nasional.
Meskipun demikian, Bambang menilai harga jagung sebesar Rp2.000 di tingkat petani masih terbilang bagus dan belum merugikan petani.
Namun jika kran impor terus dipertahankan, apalagi ditunggangi dengan kepentingan untuk mengeruk keuntungan oleh oknum pejabat negara, tidak menutup kemungkinan harga jagung akan merosot drastis.
"Harga jagung sebesar 2.000/kg masih menguntungkan petani. Hitung saja kalau produksi per hektare (ha) sebesar 2,7 juta dengan produksi mencapai tujuh ton per ha, maka petani bisa untung sekitar Rp13 juta," ujarnya.
Ia juga berharap kepada Gabungan Pengusaha Makanan Ternak (GPMT) untuk lebih memihak kepada petani jagung dengan cara mengurangi volume impor bahan bakunya dan lebih memprioritaskan penyerapan produksi dalam negeri.
Menurut dia, kondisi harga jagung memang dipengaruhi 'supply and demand'. Dalam hal ini anggota GPMT melakukan impor karena khawatir persediaan bahan baku dalam negeri tidak mencukupi sesuai kebutuhan mereka.
"Tapi kalau berani menjalin kemitraan dengan daerah penghasil, petani tentu akan berkomitmen. Tapi selama pemodal selalu khawatir tidak terjamin pasokannya. Inilah yang menjadi kendala bisnis jagung di Dompu," ujarnya.
***2***