Mataram, 21/5 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat terus mendesak maskapai penerbangan Silk Air untuk menambah frekuensi penerbangan internasional ke Pulau Lombok.
"Kami terus meminta Silk Air menyelesaikan kendala teknis yang dihadapi agar upaya penambahan frekuensi penerbangan ke Pulau Lombok segera terealisasi," kata Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Nusa Tenggara Barat (NTB) Ridwan Syah, usai pertemuan koordinasi di Mataram, Senin.
Pertemuan koordinasi yang dipimpin Wakil Gubernur (Wagub) NTB H Badrul Munir itu, dihadiri pejabat terkait di Pemerintah Provinsi NTB, pengurus Badan Promosi Pariwisata Daerah (BPPD) NTB, dan kalangan pengusaha di bidang pariwisata, serta perusahaan maskapai penerbangan yang juga beroperasi di wilayah NTB.
Ridwan mengatakan, Wagub NTB terus berkoordinasi dengan manajemen Silk Air terkait rencana penambahan frekuensi penerbangan internasional ke Pulau Lombok.
Manajemen Silk Air berjanji akan segera menyelesaikan kendala teknis dan akan merealisasikan penambahan frekuensi penerbangan itu pada November 2012, namun Wagub NTB meminta direalisasi akhir triwulan kedua 2012 atau Juni mendatang.
"Mudah-mudahan desakan Pemprov NTB itu membuahkan hasil, agar frekuensi penerbangan Silk Air ke Lombok dapat lebih dari tiga kali seminggu," ujarnya.
Pada 9 Mei 2012, Direktur Utama (Dirut) PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk Emirsyah Satar mengatakan, maskapai penerbangan Garuda Indonesia dan Silk Air belum menyepakati kode penerbangan, sehingga penambahan frekuensi penerbangan internasional ke Pulau Lombok belum bisa terlaksana.
"Sampai sekarang Silk Air masih menggunakan kode penerbangan AMI, sementara kami (Garuda) sudah menggunakan LOP, sehingga tidak nyambung," kata Emirsyah, di sela-sela peresmian dimulainya pembangunan gedung sekolah usia dini di Desa Taman Sari, Kecamatan Gunung Sari, Kabupaten Lombok Barat, NTB.
Kode penerbangan AMI merupakan kode yang diberikan Organisasi Penerbangan Sipil Internasional atau International Civil Aviation Organization (ICAO) kepada maskapai penerbangan dan otoritas penerbangan, untuk rute ke Bandara Selaparang Mataram, sejak 1995.
Terhitung 30 September 2011, Bandara Selaparang Mataram ditutup, dan mulai 1 Oktober 2011 rute penerbangan ke Mataram dialihkan ke Bandara Internasional Lombok (BIL) dengan kode penerbangan LOP yang diberikan ICAO.
Emirsyah mengatakan, maskapai penerbangan internasional Silk Air harus menyesuaikan dengan kode penerbangan yang digunakan Garuda Indonesia, jika ingin menjalin kerja sama penerbangan ke Pulau Lombok.
Hal itu merupakan sistem yang berlaku dalam mekanisme kerja sama penerbangan internasional, apalagi Silk Air yang mengajak kerja sama.
"Itu sistem yang harus dipenuhi, terakhir tim kami sudah temui mereka, tetapi tidak ada kesepakatan. Ya sudah, bagi kami syarat wajar itu harus dipenuhi dulu baru bisa," ujarnya.
Emirsyah menampik tuduhan menghambat penambahan frekuensi penerbangan internasional Silk Air ke Pulau Lombok, yang semula direncanakan mulai 23 Maret 2012, namun batal karena kendala teknis perbedaan kode penerbangan itu.
"Bukan kami menghambat, kalau Silk Air mau kerja sama dengan kita (Garuda Indonesia) ya harus sesuaikan dengan sistem kita. Ini hanya sial sistem yang belum ada titik temu," ujarnya.
Sebelumnya, manajemen Silk Air menginformasikan kepada Pemerintah Provinsi NTB bahwa rencana penambahan frekuensi penerbangan dari tiga kali menjadi lima kali ke Pulau Lombok itu belum bisa direalisasi karena kendala teknis dengan Garuda Indonesia.
Kalangan DPRD NTB kemudian menuduh manajemen Garuda Indonesia menghambat upaya penambahan frekuensi penerbangan Silk Air itu.
Versi DPRD NTB, Silk Air sudah berniat baik menambah frekuensi penerbangan ke Lombok, namun Garuda Indonesia yang belum menyetujui mekanisme kerja samanya.
Setiap maskapai penerbangan asing yang hendak beroperasi di wilayah Indonesia, harus terlebih dahulu menjalin kerja sama teknis dengan maskapai nasional.
Silk Air memilih bekerja sama dengan Garuda Indonesia Airways, namun masih terkendala teknis operasional sehingga menunda penambahan frekuensi penerbangan dari tiga kali seminggu menjadi lima kali seminggu.
Silk Air merupakan anak perusahaan penerbangan terkenal Singapore Air yang pernah membuka rute penerbangan langsung dari Bandara Changi Singapura ke Bandara Selaparang Mataram Lombok, yang kemudian beralih ke rute Kuala Lumpur (Malaysia) - Lombok (Indonesia).
Rute penerbangan Silk Air ke Lombok yang sebelumnya mendarat di Bandara Selaparang Mataram, kini berpindah ke Bandara Internasional Lombok (BIL) di Tanak Awu, Kecamatan Pujut, Kabupaten Lombok Tengah, sekitar 40 kilometer arah selatan Kota Mataram.
Setiap penerbangan Silk Air ke Lombok, rata-rata mengangkut 80-an orang penumpang yang berasal dari berbagai negara seperti Malaysia, Singapura, Inggris dan negara Eropa lainnya.
Frekuensi penerbangannya hanya tiga kali seminggu yakni setiap Senin, Kamis dan Sabtu, dan akan menambah jadwal penerbangan pada Rabu atau Jumat dan Minggu. (*)