NTB MINTA MENDAG BATASI IMPOR TEMBAKAU VIRGINIA

id

     Mataram, 29/8 (ANTARA) - Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) meminta Menteri Perdagangan (Mendag) membatasi impor tembakau Virginia untuk bahan baku rokok, agar petani tembakau dalam negeri terlindungi.

     "Kami tingkatkan koordinasi dengan Mendag dan meminta pembatasan impor tembakau agar petani dalam negeri terlindungi," kata Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, saat berdialog dengan kelompok petani tembakau virginia Lombok, di Kantor Gubernur NTB di Mataram, Rabu.

     Pada momentum dialog dengan lebih dari 30 orang petani tembakau itu, gubernur didampingi Kepala Dinas Perkebunan Hj Hartina, dan Asisten Administrasi Perekonomian dan Pembangunan H Abdul Haris.    

     Dalam dialog itu, para petani tembakau mengungkapkan bahwa mereka terpaksa menjual tembakau virginia yang sudah dioven kepada para tengkulak meskipun harganya relatif murah karena perusahaan mitra petani tembakau membatasi pembeliannya.

     Alasan pembatasan pembelian tembakau pascaoven itu dikaitkan dengan menurunnya permintaan pabrik rokok di Pulau Jawa akibat penurunan produksi.

     Dari 21 unit perusahaan mitra petani tembakau yang beroperasi di Pulau Lombok, lima unit  perusahaan diantaranya sudah menyatakan tidak akan membeli tembakau kering, termasuk PT Gudang Garam.

     Dari 16 perusahaan yang bersedia membeli, baru enam perusahaan yang memulai negosisasi.

     Zainul menginformasikan kepada para kelompok tani tembakau itu bahwa industri tembakau merupakan manajemen usaha yang relatif tertutup. Perusahaan pabrik rokok membentuk anak perusahaan yang menjadi mitra petani sehingga terkesan monopoli.

     Karena itu, mencuat keraguan jika dikatakan pembelian tembakau petani menurun karena produksi rokok juga berkurang.

     "Itu tidak benar, karena tidak ada produksi pabrik rokok yang turun. Dilihat dari hasil pajak perusahaan rokok itu rata-rata naik karena penjualan naik, yang kita khawatirkan dan ini dikomunikasikan dengan Menteri Perdagangan adalah jangan sampai turunnya pembelian tembakau petani dalam negeri karena mereka membeli tembakau impor," ujarnya.

     Konon, tembakau impor harganya lebih murah, seperti dari China dan negara lainnya, sehingga perusahaan pabrik rokok kemudian mengabaikan tembakau petani dalam negeri.

     Oleh karena itu, Pemerintah Provinsi NTB meningkatkan komunikasi dengan Menteri Perdagangan dan meminta agar ditempuh kebijakan di tingkat nasional yang bersifat melindungi petani dalam negeri.

     "Jangan sampai membuka kran tembakau virginia dari luar negeri, lalu mematikan petani dalam negeri," ujarnya.

     Sejak puluhan tahum silam, petani Lombok merupakan pemasok terbesar tembakau virginia sebagai bahan baku rokok untuk pabrik rokok yang ada di Pulau Jawa.

     Versi Dinas Perkebunan NTB, potensi produksi tembakau Virginia di Pulau Lombok mencapai 48 ribu ton atau 95 persen dari total kebutuhan tembakau virginia nasional sebanyak 50 ribu ton/tahun.

     Potensi areal tanam tembakau virginia di wilayah NTB, khususnya Pulau Lombok, mencapai 58.516 hektare (ha). Sebanyak 10.098 ha berada di wilayah Kabupaten Lombok Barat, 19.263 ha di Lombok Tengah dan 29.154 ha di Lombok Timur.

     Produktivitas tembakau virginia untuk bahan baku rokok di Pulau Lombok, NTB, juga  mengalami peningkatkan cukup signifikan setiap tahun, hingga mencapai 1,9 ton hingga dua ton per hektar.

     Masa produksi selama lima bulan dengan pelibatan pelaku usaha tani sebanyak 23 ribu orang dan 18 unit perusahaan pengelola tembakau sebagai mitra petani dengan penyerapan tenaga kerja sebanyak 154 ribu orang.

     Namun, sejauh ini tembakau virginia produk NTB yang dikirim ke luar daerah berbentuk krosok dalam kemasan khusus (peti kemas yang memiliki pengaturan suhu) sebagai bahan baku industri karena belum ada pabrik rokok, sehingga petani pun masih harus memanaskannya dalam oven tembakau.

     Sejauh ini, harga bahan baku tembakau virginia produk NTB yang diantarpulaukan lebih dari 20 perusahaan mitra petani tembakau itu berbentuk krosok berkisar antara Rp16 ribu hingga Rp29 ribu/kilogram. (*)