Mataram (ANTARA) - Mantan Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Asrama Haji Embarkasi Lombok Abdurrazak Al Fakhir mengajukan banding terkait vonis 8 tahun penjara dalam perkara korupsi proyek rehabilitasi dan pemeliharaan gedung tahun 2019.
Abdurrazak Al Fakhir melalui penasihat hukum Denny Nur Indra di Mataram, Selasa, mengatakan bahwa pihaknya mengajukan upaya hukum lanjutan tersebut ke Pengadilan Negeri Mataram, Senin (21/11).
"Secara resmi pada Senin (21/11) kemarin, kami mewakili Abdurrazak Al Fakhir sudah mengajukan upaya hukum banding atas putusan pengadilan tingkat pertama itu," kata Indra.
Dengan menyatakan demikian, dia menegaskan bahwa pihaknya kini sedang mempersiapkan diri untuk menyusun berkas memori banding.
"Jadi, terhitung sejak Senin (21/11), kami punya batas waktu 14 hari ke depan untuk menyusun memori banding," ujarnya.
Namun, dalam menyusun memori banding tersebut, jelas Indra, pihaknya masih menunggu putusan lengkap dari pengadilan.
"Kalau sudah ada putusan lengkap, baru bisa kami susun memori banding. Kami akan pelajari isi putusan kemarin. Semoga bisa disegerakan," ucap dia.
Sementara, jaksa penuntut umum melalui Juru Bicara Kejati NTB Efrien Saputra menanggapi kabar tersebut dengan mengatakan bahwa pihaknya akan menyatakan hal serupa.
"Karena mereka (terdakwa) banding, pasti kami juga ajukan banding," ujarnya.
Terkait kabar itu pun, Efrien mengatakan bahwa pihaknya sudah mendengar dari pengadilan. Tindak lanjut dari kabar tersebut, penuntut umum kini turut mempersiapkan langkah untuk menyusun memori banding maupun kontra memori banding.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi Mataram melalui putusan Nomor: 20/Pid.Sus.TPK/2022/PN.Mtr, tanggal 18 November 2022 menjatuhkan pidana hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan kepada Abdurrazak Al Fakhir.
Majelis hakim yang diketahui Mukhlassuddin dengan anggota Glorious Anggundoro dan Fadhli Hanra menjatuhkan vonis demikian dengan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan primer jaksa penuntut umum.
Dalam dakwaan primer tersebut menjabarkan tentang aturan pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Selain pidana, hakim turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti Rp791 juta subsider 5 tahun penjara.
Terkait uang Rp150 juta yang sebelumnya dititipkan di tahap penyidikan, ditetapkan hakim sebagai bagian dari upaya terdakwa membayar uang pengganti. Hakim dalam putusan turut menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.
Adapun pertimbangan yang memberatkan hakim menjatuhkan vonis demikian, salah satunya perihal status Abdurrazak yang pernah menjalani hukuman pidana dan kembali mengulangi perbuatan.
Pidana hukuman yang dijatuhkan hakim untuk Abdurrazak ini lebih rendah dibandingkan tuntutan jaksa 8,5 tahun penjara. Sedangkan, untuk pidana denda lebih berat dari tuntutan jaksa yang sebelumnya menetapkan Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.
Begitu juga dengan masa hukuman untuk uang pengganti Rp791 juta. Hakim menetapkan lebih berat dibandingkan tuntutan jaksa 4,5 tahun penjara. Dalam uraian putusan, hakim menyatakan bahwa Abdurrazak secara bersama-sama dengan saksi Wishnu Selamat Basuki yang juga menjadi tersangka dan kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan melakukan pencairan uang muka proyek Rp30 persen dari total anggaran.
Uang muka tersebut ditransfer secara langsung ke rekening pribadi Wishnu tanpa melalui rekening perusahaan pelaksana proyek CV Kerta Agung milik saksi Dyah Estu Kurniawati yang juga menjadi terdakwa dalam perkara tersebut.
Nominal pencairan 30 persen uang muka anggaran proyek ini sesuai dengan pidana tambahan yang telah dijatuhkan hakim untuk terdakwa Abdurrazak senilai Rp791 juta. Dalam perkara ini jaksa penuntut umum menggunakan hasil audit BPKP sebagai angka kerugian negara. Nilainya Rp2,65 miliar. Kerugian muncul karena kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan.
Baca juga: Direktur Pelaksana Proyek Asrama Haji Lombok dituntut 7,5 tahun penjara
Baca juga: Mantan Kepala Asrama Haji Lombok divonis 8 tahun penjara
Kerugian tersebut, terdiri atas biaya rehabilitasi gedung di UPT Asrama Haji sebesar Rp1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi Gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi Gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi Gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi Gedung PIH Rp28,6 juta.
Asrama Haji Embarkasi Lombok pada tahun 2019 mendapatkan dana untuk rehabilitasi gedung. Proyek fisik itu sebelumnya menjadi temuan inspektorat berdasarkan hasil tindak lanjut Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) dengan nilai kerugian Rp1,2 miliar.