Direktur pelaksana proyek Asrama Haji Lombok divonis bebas

id vonis bebas,korupsi proyek,proyek asrama haji embarkasi lombok,terdakwa korupsi,direktur pelaksana proyek,cv kerta agung

Direktur pelaksana proyek Asrama Haji Lombok divonis bebas

Terdakwa korupsi proyek rehabilitasi dan pemeliharaan gedung Asrama Haji Embarkasi Lombok Dyah Estu Kurniawati (kedua kiri) yang berperan sebagai direktur pelaksana proyek saat keluar dari ruangan usai mengikuti sidang putusan di Pengadilan Negeri Tipikor Mataram, NTB, Kamis (29/12/2022). ANTARA/Dhimas BP

terdakwa tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primer dan subsider penuntut umum
Mataram (ANTARA) - Majelis hakim menjatuhkan vonis bebas kepada Direktur perusahaan pelaksana proyek rehabilitasi dan pemeliharaan gedung Asrama Haji Embarkasi Lombok Dyah Estu Kurniawati.

Ketua Majelis Hakim Mukhlassudin dalam sidang putusan terdakwa Dyah di Pengadilan Negeri tipikor Mataram, Kamis, memberikan vonis demikian dengan menyatakan terdakwa tidak terbukti bersalah dalam dakwaan primer dan subsider penuntut umum.

"Karena itu, membebaskan terdakwa dari segala tuntutan dan meminta kepada jaksa penuntut umum untuk memulihkan harkat dan martabat terdakwa sebagai warga negara," kata Mukhlassudin.

Hakim menjatuhkan vonis demikian dengan melihat fakta-fakta yang terungkap dalam persidangan.

Menurut hakim, tidak ada ditemukan fakta yang menyatakan Dyah memperkaya diri atau orang lain atau suatu korporasi sesuai dakwaan Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Begitu juga dengan penyalahgunaan kewenangan yang diatur dalam dakwaan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.

Hakim turut menyatakan bahwa tidak ada fakta yang terungkap terkait keterlibatan Dyah dalam perkara korupsi yang telah merugikan negara Rp2,65 miliar sesuai hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan NTB.

"Karena itu, pemenuhan unsur pidana Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP tidak terbukti," ujarnya.

Sebelumnya, penuntut umum menyatakan dalam tuntutan bahwa perbuatan Dyah dalam perkara ini terbukti melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP sesuai dakwaan primer.

Kepada terdakwa, penuntut umum meminta hakim untuk menjatuhkan vonis pidana hukuman 7,5 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 4 bulan kurungan.

Jaksa dalam tuntutan turut membebankan uang pengganti kerugian negara dengan nilai Rp1,32 miliar subsider 3 tahun dan 9 bulan kurungan.

Jaksa pun meminta agar terdakwa tetap menjalani penahanan di Lapas Perempuan Kelas III Mataram dan menetapkan barang bukti pengembalian kerugian senilai Rp27 juta dirampas untuk negara.

Seluruh barang bukti yang dihadirkan dalam persidangan diminta untuk dikembalikan ke jaksa penuntut umum agar digunakan pada perkara lain atas nama Wishnu Selamat Basuki.

Dalam uraian tuntutan, jaksa menyampaikan pertimbangan yang memberatkan. Salah satunya, perihal adanya kerugian negara dalam pekerjaan proyek di tahun 2019 tersebut.

Nominal kerugian negara dalam perkara ini sesuai hasil audit BPKP dengan nilai Rp2,65 miliar. Angka tersebut muncul dari kelebihan pembayaran atas kekurangan volume pekerjaan.

Kerugian tersebut, terdiri atas biaya rehabilitasi gedung di UPT asrama haji sebesar Rp1,17 miliar; rehabilitasi gedung hotel Rp373,11 juta, rehabilitasi gedung Mina Rp235,95 juta, rehabilitasi gedung Safwa Rp242,92 juta, rehabilitasi gedung Arofah Rp290,6 juta, dan rehabilitasi gedung PIH Rp28,6 juta.

Terdakwa Dyah sebagai direktur perusahaan pelaksana proyek dari CV Kerta Agung dinyatakan bersama Wishnu Selamat Basuki dan Abdurrazak Al Fakhir sebagai pihak yang bertanggung jawab dalam munculnya kerugian negara tersebut.

Wishnu dalam perkara ini berperan sebagai pihak yang melaksanakan proyek dari penunjukan langsung Direktur CV Kerta Agung. Meskipun sudah menjadi tersangka, namun Wishnu kini masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) kejaksaan.

Sedangkan, untuk Abdurrazak Al Fakhir yang berperan sebagai Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Asrama Haji Embarkasi Lombok saat proyek tersebut berjalan, turut menjadi terdakwa dengan proses persidangan yang sudah sampai pada vonis pidana.

Hakim pada sidang putusan yang digelar secara terpisah dengan Dyah, Jumat (18/11), menjatuhkan vonis pidana kepada Abdurrazak Al Fakhir 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 6 bulan kurungan.

Hakim menjatuhkan vonis demikian dengan menyatakan terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan primer jaksa penuntut umum.

Dalam dakwaan primer tersebut menjabarkan tentang aturan pidana Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Selain pidana, hakim turut membebankan terdakwa membayar uang pengganti Rp791 juta subsider 5 tahun penjara dengan turut menyatakan uang titipan Rp150 juta dari Abdurrazak sebagai bagian dari pembayaran uang pengganti.