Mataram (Antara Mataram) - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH M Zainul Majdi mengatakan, Wakil Presiden (Wapres) Boediono berjanji akan menyikapi permasalahan pengembangan kawasan pariwisata Mandalika Resort yang belum terlaksana sesuai perencanaan.
"Setelah saya sampaikan permasalahan Mandalika itu, beliau mengatakan akan segera memerintahkan Deputi BidAng Ekonomi Setwapres Tirta Hidayat, untuk membahasnya pada kesempatan pertama," kata Zainul usai berdiog dengan Wapres Boediono, di ruang tunggu VIP Bandara Internasional Lombok (BIL) di Praya, Lombok Tengah. NTB, Minggu petang.
Dialog itu berlangsung di sela-sela waktu transit kurang lebih 1,5 jam, dalam perjalanan kenegaraan Wapres beserta rombongan menuju Australia.
Dalam lawatannya ke Australia pada 10-16 November 2013 itu, Wapres Boediono menggunakan pesawat khusus TNI AU dari Jakarta menuju Australia, dan transit di Bandara Internasional Lombok, guna pengisian bahan bakar dan perawatan pesawat.
Zainul mengatakan, pada kesempatan berdialog dengan Wapres Boediono itu, ia menyampaikan tiga permasalahan utama di NTB yang membutuhkan perhatian petinggi negara.
Ketiga permasalahan itu yakni, polemik pengembangan kawasan pariwisata Mandalika Resort yang belum terlaksana sesuai perencanaan, dan perpanjangan landasan pacu BIL yang juga belum terealisasi meskipun telah disetujui Presiden Susilo Bambang Yudhoyono secara lisan saat meresmikan bandara itu, 20 Oktober 2011.
Permasalahan lainnya yakni pembangunan Bendungan Pandanduri yang juga belum rampung, karena masih kekurangan anggaran.
"Yang paling utama permasalahan Mandalika Resort, dan beliau setuju agar masalah tersebut segera diselesaikan. Katanya kalau hanya 135 hektare lahan saja yang menjadi sumber polemik sementara seribuan hektare lainnya tidak masalah mengapa tidak segera direalisasi pembangunan Mandalika Resort itu," ujar Zainul mengutip penegasan Wapres.
Dengan demikian, tambah Zainul memerintahkan agar pengembangan kawasan terpadu Mandalika Resort harus segera dimulai, dan kendala teknis yang ada, akan segera dituntaskan.
Kendala teknis itu yakni pembebasan lahan milik perorangan seluas 135 hektare di dalam kawasan Mandalika Resort, yang hingga kini belum juga tuntas.
Lahan perorangan yang belum dibebaskan itu menyebar di sejumlah titik dalam kawasan Mandalika Resort, bahkan ada yang letaknya sangat strategis yakni di kawasan pantai yang hendak digarap lebih dulu oleh investor mitra PT Pengembangan Pariwisata Bali (BTDC).
BTDC merupakan BUMN Indonesia yang dipercayakan mengembangkan kawasan pariwisata terpadu di Pulau Lombok bagian selatan itu, karena dianggap sukses dalam pengembangan kawasan Nusa Dua, Bali.
Masalahnya menjadi rumit ketika proses pembebasan lahan itu terbentur konsep pengelolaan HGB (Hak Guna Bangunan) di atas HPL (Hak Pakai Lahan).
Versi BTDC yakni HPL atas lahan kawasan Mandalika Resort seluas 1.175 hektare yang diserahkan Pemprov NTB untuk dikembangkan BTDC beserta investor mitranya, akan ada HGB yang menjadi induk kawasan pengembangan yang dipercayakan kepada BTDC.
Dengan penguasaan HGB pada HPL seluas 1.175 hektare itu, BTDC yang akan menuntaskan pembebasan lahan perorangan tersebut menggunakan anggaran perusahaan itu.
Sementara versi Pemprov NTB, HGB atas lahan perorangan yang akan dibebaskan itu diserahkan kepada investor yang akan menggarap lahan tersebut, dan investor yang menggarap dibebankan kewajiban pembebasan lahan tersebut.
Mengenai BIL, Pemprov NTB hendak menanyakan janji pemerintah pusat yang akan memperpanjang landasan pacu bandara tersebut sejak 2011 namun belum juga terealisasi.
Saat meresmikan pengoperasian Bandara Internasional Lombok itu pada 20 Oktober 2011, Presiden Yudhoyono menyatakan persetujuannya atas usulan Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, agar landasan pacu BIL diperpanjang lagi guna didarati pesawat berbadan lebar seperti pesawat pengangkut jamaah haji.
Pesawat terbang yang mengangkut jemaah haji harus berbadan lebar dengan kapasitas angkut lebih dari 350 orang, dan setiap hari minimal dua kali pemberangkatan.
Sementara landasan pacu BIL 2.750 meter x 40 meter yang mampu didarati pesawat Airbus 330 atau Boeing 767 dan dapat menampung 10 unit pesawat di lapangan parkir (apron), namun belum bisa didarati pesawat berbadan lebar seperti Boeing 747 seperti pesawat pengangkut jamaah haji.
Persetujuan Presiden untuk memperpanjang landasan pacu itu juga didengar langsung para menteri Kabinet Indonesia Bersatu (KIB) II seperti Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Hatta Rajasa, Menteri BUMN Dahlan Iskan, Menteri Perhubungan EE Mangindaan, dan menteri terkait lainnya.
Bahkan, waktu itu Menteri Perhubungan EE Mangindaan yang didampingi Direktur Utama PT Angkasa Pura I Tommy Soetomo, memastikan pihaknya siap menindaklanjuti instruksi Presiden itu.
Namun, pada kenyataannya anggaran perpanjang landasan pacu itu belum teralokasi dan manajemen PT Angkasa Pura I pun belum menganggarkannya.(*)