Saatnya NTB dikenal Jawa Barat sebagai pemasok utama sapi

id Wacana jalinan kerja sama NTB dengan Jawa Barat, di bidang peternakan, khususnya ternak sapi

Saatnya NTB dikenal Jawa Barat sebagai pemasok utama sapi

Pemprov NTB perlu menjalin kerja sama dengan Pemprov Jawa Barat, dalam pengaturan pasokan ternak dan daging sapi, mengingat selama ini sapi dari NTB yang masuk ke Jawa Barat, lebih dulu masuk Jawa Timur dan Jawa Tengah, atau daerah lainnya di Pulau J

"Kalau ada kerja sama tentu lebih baik, dan akan lebih banyak pendapatan daerah, daripada pola pasokan sapi dari NTB ke Jawa Barat masih melalui provinsi lain," kata Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Keswan) dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet)
Mataram, (Antara Mataram) - Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) TGH M Zainul Majdi diawal kepemimpinannya pada September 2008, memprogramkan Bumi Sejuta Sapi (BSS) sebagai upaya percepatan Pencapaian Swasembada Daging Sapi (P2SDS) yang dicanangkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Populasi sapi di akhir 2008 atau di awal implementasi program NTB BSS, terdata sebanyak 507.836 ekor, dan terus meningkat hingga mencapai 916.560 ekor diakhir 2012, atau bertambah hampir dua kali lipat hanya dalam empat tahun.

Kini, populasi sapi diyakni sudah hampir mencapai satu juta ekor, atau nyaris mencapai target program BSS di akhir 2013.

Data versi Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Provinsi NTB, sampai September 2013, populasi sapi telah mencapai 976.800 ekor.

Peningkatan populasi yang signifikan itu karena minat masyarakat mengembangkan usaha tani ternak terus bertumbuh dan berkembang, berkat dorongan Pemerintah Provinsi NTB beserta pemerintah kabupaten yang juga fokus mengoptimalkan potensi pengembangannya.

Jumlah kelompok usaha tani ternak di wilayah NTB baik di Pulau Lombok maupun Sumbawa pun terus bertambah dan kini telah mencapai 2.156 kelompok, dengan jumlah sapi dan kerbau induk unggul sebanyak 309.094 ekor, yang melibatkan 53.900 orang tenaga kerja.

Ribuan kelompok ternak itu juga didukung 212 orang konsultan dan penyuluh pendamping dari Sarjana Membangun Desa (SMD) dan 50 kelompok Lembaga Mandiri yang Mengakar pada Masyarakat (LM3).

Diupayakan sampai akhir 2013 terbentuk sedikitnya 1.000 kelompok usaha tani ternak baru sehingga berdampak positif terhadap peningkatan jumlah ternak peliharaan yang pada akhirnya meningkatkan populasi ternak di berbagai daerah di wilayah NTB.

NTB sendiri telah mampu memproduksi 35 ribu ekor setiap tahun, yang melebihi kebutuhan daerah dengan jumlah penduduk sekitar 5,4 juta jiwa itu, sehingga diandalkan pemerintah pusat sebagai salah satu daerah sentra produksi daging.

Kebutuhan daging sapi masyarakat NTB tercatat sebanyak 13.700 ton setiap tahun, sementara produksinya sudah mencapai 16.800 ton, sehingga surplus sekitar 5.000 ton.

Gubernur NTB TGH M Zainul Majdi, dalam beberapa kesempatan mengatakan, agar bisa mencapai target program BSS, Pemerintah Provinsi NTB meningkatkan pengawasan pengeluaran ternak sapi potong dan sapi bibit, agar tidak melebihi batasan maksimal 30 persen dari potensi sapi bibit dan sapi potong yang diantarpulaukan ke provinsi lain.

Pengawasan pengeluaran ternak dipandang penting agar bisa dipastikan batasan maksimalnya, karena ada kemungkinan pengusaha NTB bermitra dengan pengusaha di Pulau Kalimantan dan daerah lainnya sehingga pengeluaran sapi dari NTB berlebihan.

"Potensi sapi bibit dan sapi potong yang diantarpulaukan ke daerah lain sebanyak 28.500 ekor, dan maksimal hanya 30 persen dari potensi itu yang dibolehkan," ujar Zainul.

Karena itu, sapi bibit/potong yang dikeluarkan dari wilayah NTB oleh pengusaha yang bermitra dengan pengusaha di Pulau Kalimantan, dan daerah lainnya di Pulau Jawa, harus sesuai batasan maksimal yang ditetapkan.

Sapi bibit yang diantarpulaukan itu pun tergolong "grade" tiga karena "grade" satu dan dua harus tetap dipertahankan agar populasinya semakin bertambah, dan pada akhirnya peternak makin sejahtera.

Sapi potong yang diantarpulaukan juga tergolong sapi yang kurang produktif atau layak dipotong sesuai permintaan konsumen.

Sapi bibit dan potong yang dikeluarkan dari wilayah NTB itu juga disertai penggantinya. Artinya, sudah ada pengganti dari hasil produksi baru boleh diantarpulaukan sapi yang memang layak dijual ke daerah lain.

Guna menyelamatkan sapi betina produktif, pemerintah menyediakan dana insentif yang dialokasikan sejak 2011, yang bertujuan memotivasi peternak untuk meningkatkan produktivitas ternaknya.

Dana insentif penyelamatan sapi betina produktif itu bersumber dari APBN, dan pada 2011 dialokasikan sebesar Rp80 miliar, dan kemudian bertambah menjadi Rp90 miliar di 2012, dan terus bertambah nilainya di 2013.

Upaya lainnya terkait program BSS dan swasembada daging nasional, yang ditempuh Pemprov NTB yakni pengembangan industri peternakan yang dapat menghasilkan beragam produk berbahan dasar sapi, yang diharapkan terealisasi dalam kurun waktu lima tahun ke depan, yang diawali di 2012.

Hal itu tertuang dalam `roadmap` pengembangan industri peternakan di wilayah NTB 2012-2017, yang dijadikan arah bagi usaha pengembangan industri peternakan yang bersifat strategis, berskala besar, dan berdurasi panjang.

Keseluruhan pembiayaan program pengembangan industri peternakan sesuai "roadmap" itu bersumber dari APBN dan APBD, yang dialokasikan secara berkelanjutan sesuai tahun berjalan.

Dokumen arah pengembangan peternakan itu disusun untuk mempercepat dan menajamkan fokus pengembangan program NTB BSS.

Selain itu, adanya pertanyaan dari komunitas masyarakat di sentra pengembangan industri berbahan dasar sapi tentang strategi yang diterapkan pemerintah dalam implementasi program BSS.

Di sisi lain, pemerintah berkewajiban mendorong pengembangan industri rumahan berbahan dasar sapi yang dikembangkan sesuai keinginan dan ketrampilan yang dikuasai masyarakat.

Karena itu, disusun `roadmap` yang antara lain berisi program peningkatan ketrampilan masyarakat yang mengeluti usaha ternak, terutama di sentra pengembangbiakan sapi, dan akses pasar hasil olahan industri rumahan.

"Roadmap" tersebut juga berisi program peningkatan hasil produksi dan kualitas komoditas berbahan dasar sapi, dan terbentuknya koperasi yang usahanya terpusat pada pengembangan komoditas tersebut.

Produk yang diharapkan dari industri berbahan dasar sapi itu, seperti olahan daging berupa daging kaleng, abon, kerupuk kulit, sate dan steak, olahan kulit berupa tas, sepatu, ikat pinggang, beduk dan gendang.

Selain itu, olahan tulang berupa tepung tulang, piring, kerajinan tulang (gantungan kunci, kalung, cincin dan lainnya), dan olahan tanduk berupa pipa rokok, aneka perhiasan, gagang pisau, pajangan tembok atau meja beragam rupa. serta olahan kotoran sapi berupa biogas, pupuk organik dan lain sebagainya.



Pasok sapi

Kendati belum mencapai target program BSS, NTB pun ikut membantu mengatasi kelangkaan daging sapi di wilayah lain di Indonesia seperti Jakarta Bogor Depok Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) yang pada 2012, mengirim sebanyak 5.000 ekor sapi potong.

Melalui kalangan pengusaha, sapi-sapi dari NTB pun "mengalir" ke Pulau Jawa, termasuk ke wilayah Jawa Barat.

Hanya saja, Pemerintah Provinsi Jawa Barat belum mencatat NTB sebagai pemasuk daging sapi ke daerah itu, meskipun setiap tahun Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, mengharapkan sedikitnya 10 ribu ekor sapi didatangkan dari wilayah NTB.

Kepala Bidang Kesehatan Hewan (Keswan) dan Kesehatan Masyarakat Veteriner (Kesmavet) Dinas Peternakan Jawa Barat Abdullah Fathul Alam mengatakan, pihaknya mengharapkan 10 ribu ekor sapi dari NTB setiap tahunnya, namun catatan pasokan sapi yang masuk ke wilayah Jawa Barat belum termasuk NTB.

"Mungkin saja selama ini ada sapi dari NTB yang masuk ke Jawa Barat, namun catatan yang ada sapi-sapi itu datangnya dari Jawa Timur dan Jawa Tengah. Itu berarti sapi dari NTB masuk dulu ke provinsi tetangga baru masuk ke wilayah Jawa Barat," ujar Abdullah saat menerima rombongan studi banding dari Pemprov NTB.

Rombongan studi banding terkait pengembangan sapi dan kerbau itu, terdiri dari pejabat Humas dan Protokol Setda NTB, dan wartawan, yang dikoordinir Kepala Sub Bagian Pemberitaan dan Dokumentasi Tarmuzi.

Selain berkoordinasi di Kantor Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, di Kota Bandung, rombongan NTB juga melakukan peninjauan di lokasi pengembangan ternak sapi dan kerbau, di Desa Buniayu, Kecamatan Jalancagak, Kabupaten Subang.

Lokasi pengembangan sapi yang dikunjungi itu dikelola oleh kelompok tani ternak Sugih Makmur, yang dikoordinir Abdul Rohim, yang selalu mendapat pembinaan dari Dinas Peternakan Jawa Barat.

Di hadapan peserta studi banding dari NTB ke wilayah Jawa Barat, pada 28-30 November 2013 itu, Abdullah pun mewacanakan perlunya kerja sama NTB dan Jawa Barat dalam bidang pasokan sapi, mengingat populasi sapi di NTB masih jauh melebihi populasi sapi di daerah berpenduduk 45.521.420 jiwa itu.

Kalau saja NTB dan Jawa Barat telah menjalin kerja sama pasokan ternak sapi dan daging, maka hal itu mendatangkan pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup signifikan bagi kedua daerah, terutama NTB sebagai pemasok.

"Kalau ada kerja sama tentu lebih baik, dan akan lebih banyak pendapatan daerah, daripada pola pasokan sapi dari NTB ke Jawa Barat masih melalui provinsi lain," ujarnya.

Ia menghendaki jalinan kerja sama itu segera terwujud, mengingat estimasi kebutuhan daging saoi dan kerbau di Provinsi Jawa Barat pada 2014 mencapai 108.160 ton atau sekitar 596.264 ekor.

Dari 108.160 ton daging atau 596.264 ekor itu, kebutuhan rutin setiap tahun mencapai 82.886 ton atau 436.245 ekor sapi dan kerbau (terbanyak sapi), ditambah kebutuhan menjelang Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN) sebanyak 25.274 ton atau 133.019 ekor.

Sementara, potensi produksi ternak sapi dan kerbau di Jawa Barat masih jauh dari total kebutuhan, seperti pada 2012 jumlah sapi dan kerbau yang dipotong untuk memenuhi kebutuhan hanya 107.279 ekor atau 31,62 persen.

Dengan demikian, sebanyak 195.639 ekor atau 57,67 persen lainnya masih diandalkan dari luar wilayah Jawa Barat, dan sebanyak 36.331 ekor atau 10,71 persen mengandalkan sapi impor.

"Ini peluang besar bagi NTB untuk memasuk sapi ke wilayah Jawa Barat, dan agar pasokannya langsung dari NTB ke wilayah Jawa Barat, maka diperlukan jalinan kerja sama dengan Pemprov NTB. Nanti, kami akan ke sikapi hal ini, dan mungkin bisa juga kami yang ke NTB," ujar Abdullah.

Dari pengakuan pejabat Dinas Peternakan Jawa Barat itu, NTB ternyata belum dikenal masyarakat Jawa Barat sebagai pemasok ternak dan daging sapi ke provinsi yang memiliki 27 kabupaten/kota, 626 kecamatan, dan 638 kelurahan serta 5.316 desa, dengan total luas wilayah 3.709.528,44 hektare itu.

Meskipun, Provinsi Jawa Barat tidak lagi mengharuskan biaya retribusi pasokan ternak sapi dan daging ke provinsi itu, atau hanya sebatas Surat Keterangan Kesehatan Hewan (SKKH) yang harus dipenuhi pihak pemasok.

Terkait peluang kerja sama NTB-Jawa Barat di sektor peternakan itu, pimpinan rombongan Tim Studi Banding NTB Tarmuzi mengatakan, kerja sama cukup memungkinkan dijalin, mengingat NTB telah memiliki PT Penjaminan Kredit Daerah (Jamkrida) NTB Bersaing, yang dapat membiayai pengembangan ternak sapi hingga mampu memasok ke wilayah Jawa Barat dalam jumlah yang memadai.

PT Jamkrida NTB Bersaing itu pun telah menjalin kerja sama dengan PT Bank NTB, untuk penjaminan kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM), koperasi dan Kredit Pemilihan Rumah (KPR).

Perusahaan itu didirikan dengan maksud untuk meningkatkan kemampuan pendanaan dan memperlancar kegiatan dunia usaha guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi NTB.

Tujuan pembentukan perusahaan penjaminan kredit itu yakni memberikan jasa penjaminan pembiayaan kepada UMKM dan koperasi, meningkatkan kegiatan ekonomi di NTB, dan meningkat sumber pendapatan asli daerah (PAD).

Selain itu, Pemprov NTB juga telah memiliki perusahaan daerah yakni PT Gerbang NTB Emas (GNE) yang tengah fokus mengelola usaha pemotongan ternak sapi dan kerbau, guna menghasilkan daging yang dapat diantarpulaukan ke provinsi lain, selain memenuhi kebutuhan dalam daerah.

"Tentu sangat bisa, dijalin kerja sama NTB dengan Jawa Barat, terkait pasokan sapi dan daging, dan sangat menarik untuk dibicarakan kedua pemerintahan daerah, guna merealisasikan jalinan kerja sama tersebut," ujar Tarmuzi.

Jika jalinan kerja sama itu terwujud, maka NTB akan makin dikenal sebagai salah satu daerah pemasok utama ternak dan daging sapi ke Jawa Barat, dan itu membuka ruang kerja sama di sektor lainnya antara NTB dan Jawa Barat. (*)