Mataram (Antara Mataram) - Polda Nusa Tenggara Barat kekurangan personil pengamanan Tempat Pemungutan Suara (TPS) Pemilu 2014, sehingga menginginkan bantuan aparat perlindungan masyarakat (linmas) dari pemerintah daerah.
"TPS untuk Pemilu 2014 sebanyak 12.020 unit, sementara anggota polri di wilayah NTB hanya 9.000 orang lebih, sehingga perlu bantuan aparat linmas," kata Kapolda NTB Brigjen Pol Moechgiyarto, usai menghadiri rapat koordinasi kamtibmas di ruang kerja Gubernur NTB, di Mataram, Senin.
Ia mengaku sudah membicarakan hal itu dalam pertemuan koordinasi di ruang kerja Gubernur NTB, dan disepakati pelibatan aparat linmas untuk mencukupi kebutuhan personil pengamanan TPS pemilu.
Polri pun menambah personil baru untuk perkuatan pengamanan Pemilu 2014 sebanyak 20 ribu orang, dan Polda NTB mendapat 600 hingga 700 orang, dari kesatuan Brimon dan Dalmas (pengendalian massa), namun masih belum mencukupi jumlah personil yang dibutuhkan sesuai jumlah TPS.
Rapat koordinasi yang juga dihadiri pimpinan satuan TNI itu, merupakan bagian dari rencana aksi pencegahan gangguan kamtibmas di 2014 sebagai tahun politik.
Rapat serupa telah digelar pada 25 November 2013, yang merujuk kepada Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 2013 Tentang Penanganan Gangguan Keamanan Dalam Negeri.
Inpres Nomor 2 Tahun 2013 yang diterbitkan tanggal 28 Januari 2013 itu, ditujukan kepada Menko Polhukam, Menko Perekonomian, Menko Kesra, Mendagri, Jaksa Agung, Kapolri, Panglima TNI, Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kepala Badan Intelijen Negara BIN), Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), Kepala Badan Informasi Geospasial, para gubernur, dan para bupati/wali kota.
Antara lain, meningkatkan efektivitas penanganan gangguan keamanan dalam negeri secara terpadu, sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, pelaksanaan kegiatan sebagaimana tersebut pada diktum pertama, dilakukan dengan cara membentuk tim terpadu tingkat pusat dan tim terpadu tingkat daerah dengan mengikutsertakan semua unsur terkait, guna menjaminadanya kesatuan komando dan pengendalian serta kejelasan sasaran, rencana aksi, pejabat yang bertanggung jawab pada masing-masing permasalahan, serta target waktu penyelesaiannya.
Mengambil langkah-langkah cepat, tepat, dan tegas serta proporsional, untuk menghentikan segala bentuk tindak kekerasan akibat konflik sosial dan terorisme, dengan tetap mengedepankan aspek hukum, menghormati norma dan adat istiadat setempat, serta menjunjung tinggi nilai-nilai hak asasi manusia.
Melakukan upaya pemulihan pada pasca konflik yang meliputi penanganan pengungsi, rekonsiliasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi agar masyarakat dapat kembali memperoleh rasa aman dan dapat melakukan aktivitas seperti sediakala.
Merespon dengan cepat dan menyelesaikan secara damai semua permasalahan di dalam masyarakat yang berpotensi menimbulkan konflik sosial, guna mencegah lebih dini terjadinya tindak kekerasan. (*)