NTB berpeluang menjadi destinasi ekowisata pengamatan burung

id ekowisata pengamatan burung,burung migran,musim dingin,perubahan iklim,lombok bird walk,pantai ampenan,nusa tenggara bar

NTB berpeluang menjadi destinasi ekowisata pengamatan burung

Seorang warga menggunakan teropong melihat burung-burung migran yang mencari pakan dalam kegiatan Lombok Bird Walk di kawasan muara Pantai Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (22/6/2025). (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Mataram (ANTARA) - Provinsi Nusa Tenggara Barat yang beriklim tropis dengan dua pulau besar Lombok dan Sumbawa serta 401 pulau-pulau kecil menjadi tempat persinggahan banyak burung migran saat belahan bumi utara dan selatan mengalami musim dingin.

Penasihat Ilmiah Paruh Bengkok Indonesia, Saleh Amin mengatakan Nusa Tenggara Barat punya potensi besar sebagai destinasi ekowisata bagi kegiatan minat khusus pengamatan burung.

"Sekali setahun kita bisa bertemu petrel badai cokelat. Burung itu berasal dari pantai-pantai di wilayah selatan, seperti Australia," ujarnya dalam kegiatan Lombok Bird Walk di Pantai Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu.

Petrel badai cokelat yang memiliki nama ilmiah Oceanites oceanicus merupakan burung laut kecil yang hidup di belahan bumi selatan. Ketika di sana musim dingin, maka burung itu bermigrasi ke daerah hangat seperti Nusa Tenggara Barat demi mencari sumber pakan.

Baca juga: Pegiat kenalkan wisata edukatif pengamatan burung di Pantai Ampenan Mataram

Saleh menuturkan musim dingin menyebabkan sumber pakan harus melakukan hibernasi sebagai bentuk adaptasi terhadap kondisi lingkungan ekstrem. Ketersediaan sumber pakan yang terbatas selama musik dingin membuat burung-burung laut dan burung-burung pantai harus melakukan migrasi ke daerah beriklim tropis.

"Kalau dingin kebanyakan sumber pakan hibernasi, aktivitas sedikit, susah bagi mereka mendapatkan makanan, sehingga burung-burung itu (migrasi) ke sini," paparnya.

Lebih lanjut Saleh menuturkan ada 300 jenis burung yang telah teridentifikasi di Nusa Tenggara Barat dan dari keseluruhan itu sekitar 50-an jenis merupakan burung migran, salah satunya raptor dari Siberia dan China yang datang sekitaran bulan Oktober.

Belasan orang mendengarkan arahan penggiat konservasi saat mengikuti program minat khusus pengamatan burung bertajuk Lombok Bird Walk di Pantai Ampenan, Kota Mataram, Nusa Tenggara Barat, Minggu (22/6/2025). (ANTARA/Sugiharto Purnama)

Perubahan iklim yang memicu kenaikan muka air laut dan anomali cuaca berpengaruh signifikan terhadap kehidupan burung di alam liar. Apalagi, Nusa Tenggara Barat merupakan daerah kepulauan.

Baca juga: Kamera jebak dipasang di Pulau Moyo untuk pantau kakatua kecil jambul kuning

Saleh menjelaskan bahwa perubahan iklim mengubah perilaku pakan burung. Interaksi serangga dengan tumbuhan saat siklus musiman berbunga dan berbuah menjadi tidak cocok akibat pengaruh cuaca yang tidak menentu.

Ketika tumbuhan berbunga, maka ada serangga-serangga tertentu yang tertarik datang dan itu diikuti oleh kedatangan burung-burung pemakan serangga.

"Saat siklus berbunga dan berbuah berubah, maka kemunculan serangga juga berubah. Ketika burung tidak menemukan serangga untuk dimakan, maka mereka sulit untuk bertahan hidup," kata Saleh.

Arah pembangunan yang mengedepankan aspek ekologi harus diperhatikan dengan menyediakan ruang terbuka hijau yang berfungsi sebagai habitat alami bagi berbagai jenis tumbuhan dan hewan, serta membantu menjaga keseimbangan ekosistem.

Baca juga: Ahli: Perubahan iklim ancam populasi kakatua kecil jambul kuning di NTB

Pewarta :
Editor: Abdul Hakim
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.