Akademisi sebut putusan terkait pemilu bukan yuridiksi peradilan umum

id PN Jakarta Pusat,Pemilu

Akademisi sebut putusan terkait pemilu bukan yuridiksi peradilan umum

Akademisi Universitas Pakuan Bogor Andi Muhammad Asrun. (ANTARA/Ogen)

Pangkalpinang (ANTARA) - Akademisi dari Universitas Pakuan Bogor Andi Asrun menilai putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat yang mengabulkan gugatan Partai Prima salah karena bukan yurisdiksi peradilan umum untuk membatalkan Putusan Tata Usaha Negara yang dibuat oleh KPU sebagai Badan Hukum Publik.

"Partai Prima seharusnya mengajukan gugatan ke PTUN Jakarta. PN Jakarta Pusat maksimal bisa memutuskan bahwa terjadi Perbuatan Melawan Hukum," kata Andi Asrun melalui pesan singkatnya yang diterima di Pangkalpinang, Kamis.

Andi Asrun yang juga pengacara sering beracara di Mahkamah Konstitusi ini berharap putusan PN Jakarta Pusat ini harusnya bisa dikoreksi di tingkat pengadilan banding. Dia juga berharap Komisi Yudisial memeriksa majelis hakim atas putusannya yang melampaui kewenangannya. "Putusan KPU adalah Keputusan Tata Usaha Negara yang hanya bisa dikoreksi melalui gugatan ke PTUN. Putusan PN Jakarta Pusat ini bisa menimbulkan gejolak sosial yang luas," katanya.

Dalam pemberitaan sebelumnya, Pengadilan Negeri Jakarta Pusat mengabulkan gugatan Partai Prima terhadap Komisi Pemilihan Umum untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilu 2024 dan melaksanakan tahapan pemilu dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari.

"Menghukum tergugat (KPU) untuk tidak melaksanakan sisa tahapan Pemilihan Umum 2024 sejak putusan ini diucapkan dan melaksanakan tahapan pemilihan umum dari awal selama lebih kurang 2 tahun 4 bulan 7 hari," ucap majelis hakim PN Jakarta Pusat yang diketuai Oyong, dikutip dari putusan Nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt.Pst, diakses dari Jakarta, Kamis.

Baca juga: Empat bacalon DPD di Bali belum memenuhi syarat verifikasi faktual
Baca juga: Potensi pemilih pemula di NTB 94.557 orang


Dengan demikian, secara otomatis, PN Jakarta Pusat pun memerintahkan untuk menunda pemilihan umum yang sebelumnya telah dijadwalkan berlangsung pada 14 Februari 2024. Adapun pertimbangan majelis hakim dalam putusannya, yakni untuk memulihkan serta terciptanya keadaan yang adil, serta melindungi agar sedini mungkin tidak terjadi lagi kejadian-kejadian lain akibat kesalahan ketidakcermatan, ketidaktelitian, ketidakprofesionalan, dan ketidakadilan oleh tergugat, dalam hal ini Komisi Pemilihan Umum (KPU), majelis hakim memerintahkan kepada KPU untuk tidak melanjutkan sisa tahapan Pemilu 2024.