Mataram, (Antara) - Tiga wartawan yang bertugas di Nusa Tenggara Barat dipukuli seorang anggota keluarga terpidana korupsi saat Kejaksaan Negeri Mataram melakukan penyitaan aset rumah sekaligus berfungsi sebagai klinik di Desa Tanak Tepong, Kecamatan Narmada, Lombok Barat.
Peristiwa itu bermula saat enam orang wartawan, yakni Islamudin Lombok Post, Haris Mahtul Suara NTB, Ruhaili Lombok TV, Ali Radar Lombok, Adi Metro TV, dan Nur Imansyah LKBN Antara NTB melakukan peliputan di lokasi klinik "Gr" yang juga sekaligus sebagai tempat tinggal tersebut, Jumat sekitar pukul 10.00 Wita.
Adi dari Metro TV menuturkan, saat itu dirinya bersama wartawan lainnya sedang mengambil gambar petugas Kejari Mataram memasang spanduk bertuliskan, "Tanah dan bangunan ini telah disita jaksa eksekutor pada Kejaksaan Negeri Mataram berdasarkan putusan Pengadilan Tinggi Mataram, Nomor 3/PID.SUS/2013/PT.MTR tanggal 2 Mei 2013 dalam perkara tindak pidana korupsi atas nama Lalu Hadiartha SH".
Seusai mengambil gambar tersebut, saat itu juga wartawan menuju ke lantai dua untuk kembali melihat dan mengabdikan gambar tim Kejari Mataram yang tengah menjelaskan berita acara penyitaan harta benda milik terpidana dengan pemilik rumah sekaligus pengelola klinik. Namun tiba-tiba seseorang yang diketahui berinisial "An" langsung menutup sambil mendobrak pintu yang tadinya terbuka lebar.
"Kami ke lantai dua setelah salah satu rekan kami ditelepon pegawai kejaksaan untuk naik," ujarnya.
Selang beberapa menit setelah kejadian pertama tersebut, pintu yang tadinya tertutup kembali terbuka dan pada saat para wartawan kembali hendak mengambil gambar untuk mengabadikan momentum tersebut, tiba-tiba "An" anak pemilik rumah ke luar ruangan dan langsung menyerang tiga wartawan, yakni Ruhaili Lombok TV, Ali Radar Lombok, dan Adi Metro TV, dengan memukul menggunakan kedua tangannya.
Tidak itu saja, selain memukul "An" juga menyerang wartawan dengan menarik-narik pakaian ketiga wartawan tersebut. Bahkan, dia juga mengeluarkan kata makian kepada wartawan. Meski begitu, para wartawan tidak melakukan perlawanan.
"Kami belum tahu apakah akan membawa persoalan ini lebih lanjut atau tidak, karena kami harus mengkomunikasikannya dengan wartawan lain," ucapnya.
Lalu Hadiartha, mantan anggota DPRD Kabupaten Lombok Barat, merupakan terpidana kasus korupsi. Dia dijatuhi hukuman penjara selama 2 tahun 10 bulan dan denda sebesar Rp50 juta. Kemudian, jika tidak membayar denda tersebut, maka harus diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan.
Selain itu pengadilan juga memutuskan menghukum terdakwa untuk membayar uang pengganti kepada negara, Cq Pemerintah Kabupaten Lombok Barat sebesar Rp853,570 juta lebih.
Dengan ketentuan apabila dalam jangka satu bulan setelah putusan pengadilan telah berkekuatan hukum tetap terdakwa tidak membayar uang pengganti, maka harta kekayaan terdakwa disita oleh kejaksaan dan dapat dilelang untuk membayar uang pengganti tersebut, dan bila terdakwa tidak bisa mengganti, maka terdakwa akan dipidana selama dua tahun penjara.