WWF-Pemkab Sumbawa kaji Pengembangan Produk HHBK

id WWF

Kegiatan pengkajian itu berlokasi di Desa Batudulang dan Pelat, Kabupaten Sumbawa
Mataram,  (Antara) - World Wide Fund for Nature Indonesia Regional Nusa Tenggara bekerja sama dengan Pemerintah Kabupaten Sumbawa melakukan pengkajian bersama masyarakat tentang pengembangan produk hasil hutan kayu dan bukan kayu serta strategi pemasarannya.

Koordinator World Wide Fund for Nature (WWF) Indonesia Regional Nusa Tenggara Ridha Hakim, di Mataram, Jumat, mengatakan kegiatan itu dalam rangka peningkatan usaha masyarakat Kabupaten Sumbawa, Nusa Tenggara Barat (NTB).

"Kegiatan pengkajian itu berlokasi di Desa Batudulang dan Pelat, Kabupaten Sumbawa," katanya.

WWF adalah sebuah organisasi nonpemerintah internasional yang menangani masalah-masalah tentang konservasi, penelitian dan restorasi lingkungan.

Ridha mengatakan, kegiatan pengkajian itu juga didukung oleh Coral Triangle Program for Small Islands, Center for International Forestry Research (CIFOR) dan World Agroforestry Center (ICRAF) serta Australian Center for International Agriculture Research (ACIAR).

Dari kegiatan pengkajian itu, kata dia, nantinya bisa diketahui keberadaan dan potensi usaha produktif kehutanan dari hasil hutan kayu dan nonkayu yang selama ini diusahakan oleh masyarakat.

Selain itu, bisa memperkuat agenda peningkatan kesejahteraraan petani hutan dan sekitar hutan di Kabupaten Sumbawa yang dilakukan oleh pemerintah.

"Hasil kajian itu nantinya akan kami bahas dalam kegiatan `workshop` dengan mengundang pihak-pihak terkait," ujarnya.

Ridha mengatakan, pihaknya sebelumnya juga pernah menggagas pengembangan sentra usaha hasil hutan bukan kayu (HHBK) unggulan di kawasan hutan Rinjani Pulau Lombok, NTB, agar mampu memberikan manfaat sebesar-sebesarnya bagi kesejahteraan masyarakat.

Hal itu dilakukan karena potensi HHBK di kawasan Rinjani cukup besar, tapi belum begitu dikelola optimal untuk mengentaskan kemiskinan.

Menurut Ridha, Pemerintah Provinsi NTB dalam rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) menetapkan penurunan angka kemiskinan hingga tujuh persen, dengan sasaran utama adalah masyarakat miskin di pinggir kawasan hutan dan pesisir.

"Untuk itu, salah satu cara untuk mewujudkan target tersebut, khususnya di pinggir kawasan hutan adalah dengan memanfaatkan potensi HHBK yang cukup besar," katanya.