Jejak "Human Tafficking" di Bumi Gora (II)

id Human trafficking

Jejak "Human Tafficking" di Bumi Gora (II)

Human trafficking (Ist)

Saya berkeyakinan digelarnya kegiatan yang berkaitan dengan human trafficking akan menghasilkan `output` yang baik, sehingga kasus-kasus perdagangan manusia untuk ke depannya dapat ditangani dengan lebih baik juga
Gubernur Nusa Tenggara Barat Dr TGH M Zainul Majdi menyatakan, kasus human trafficking atau perdagangan manusia yang terjadi selama ini, termasuk beberapa kasus serupa di wilayah NTB, hendaknya untuk dijadikan pelajaran dan dicarikan langkah solusinya.

Sebagai dorongan sekaligus motivasi bagi staf Kedutaan Besar RI dan staf Konsulat Jenderal RI yang menangani kasus trafficking di luar negeri, lanjut dia, maka pihaknya sebagai gubernur sekaligus tokoh agama mencoba memberikan sudut pandang, khususnya dari kajian agama Islam.

"Bahwa memberikan pertolongan kepada orang yang dalam kondisi tidak berdaya, termasuk korban human trafficking atau korban perdagangan manusia, merupakan anjuran dalam agama Islam. Namun, saya meyakini bahwa anjuran untuk menolong orang tidak berdaya itu bukan hanya berasal dari agama Islam, melainkan semua agama juga menganjurkan demikian," ujar Zainul Majdi.

Menurut data UNESCO dan UNICEF, setiap tahun terjadi korban perdagangan manusia sebanyak kurang lebih 70.000 untuk tenaga kerja urban dan pekerja migran.

Berbagai modus korban perdagangan manusia, antara lain: bujukan menjadi pembantu rumah tangga (PRT), TKI/TKW, penyanyi atau penari, duta budaya dan seni tari dan babby sitter, penculikan bayi, anak-anak dan gadis remaja atau dikarenakan kawin kontrak, adopsi anak atau bayi, dan masih banyak lagi modus-modus lainnya.

Angka perdagangan manusia, diperkirakan akan mengalami peningkatan setiap tahunnya, mengingat jumlah penduduk miskin masih banyak dijumpai di berbagai daerah di Indonesia.

Begitu pula, korban human trafficking pun diprediksi akan kian meningkat di NTB, dikarenakan wilayah ini merupakan salah satu daerah pengirim tenaga kerja Indonesia terbesar di Tanah Air.

"Saya berharap akan lebih sering lagi ada penggelaran acara-acara yang berkaitan dengan human trafficking, sebagai bentuk-bentuk kepedulian dalam penanganan kasus perdagangan manusia yang terjadi di Indonesia. Saya berkeyakinan digelarnya kegiatan yang berkaitan dengan human trafficking akan menghasilkan `output` yang baik, sehingga kasus-kasus perdagangan manusia untuk ke depannya dapat ditangani dengan lebih baik juga," ucap Zainul Majdi.

Kepala Badan Pemberdayaan Perempuan, Keluarga Berencana dan Perlindungan Anak (BPPKB-PA) NTB Hj Ratnawati menambahkan, NTB menjadi daerah tujuan pekerja dari luar daerah. Sebagian pekerja perempuan yang didatangkan ke NTB rawan menjadi korban pelecehan dan tindak pidana penjualan orang (TPP) atau human trafficking.

"Sebagian merupakan pekerja anak di bawah umur, yang dipekerjakan untuk prostitusi terselubung di tempat-tempat hiburan malam," ungkap Hj Ratnawati.

NTB tidak hanya daerah asal korban human trafficking, tapi juga menjadi daerah tujuan perdagangan orang. Per tahun 2000, jumlah kasus human trafficking berdasar data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi dan BPPKB-PA mencapai 321 kasus.


                                                           Diperlakukan Budak


Anggota Komisi I DPRD Provinsi Nusa Tenggara Barat H Iwan Surambian menyebutkan, tidak kurang dari ratusan TKI asal NTB yang dijual tidak ubahnya seorang budak, di Negeri Jiran, Malaysia. Ratusan TKI itu melakoni pekerjaan berat selama bertahun-tahun, namun sama sekali tidak mendapatkan gaji.

"Banyak TKI yang terjebak, kemudian diperkerjakan seperti budak di tempat pengolahan kayu di Malaysia. Penjebakan TKI itu melibatkan orang Indonesia yang bekerja sama dengan warga Malaysia yang memiliki usaha pengolahan kayu. Kisaran harga TKI per kepala rata-rata adalah Rp5 juta/orang," ujar Iwan Surambian dengan nada prihatin.

Dia melanjutkan, modus penjebakan dilakukan dengan mencari tenaga kerja ilegal yang tidak memiliki dokumen lengkap dan dijanjikan bekerja di perkebunan kelapa sawit. Sebagai iming-iming, dikatakan biaya pengiriman ke Malaysia tidak harus dibayarkan di depan, namun akan didasarkan pada sistem potong gaji.

Setelah TKI terjebak, selanjutnya akan dibawa ke lokasi pengolahan kayu yang terletak di tengah-tengah hutan, sehingga sulit dijangkau orang lain dan pekerja itu juga kesulitan untuk melarikan diri.

Terjebak di tengah hutan, tanpa gaji dan libur kerja, membuat TKI ini tidak berkutik dan tidak tahu harus mengadukan nasibnya kepada siapa, karena tergolong sebagai pekerja ilegal.

Iwan Surambian mengusulkan, langkah untuk memutus mata rantai pekerja ilegal adalah dengan mengusut secara tuntas tenaga kerja ilegal yang banyak terjadi di wilayah NTB. Melalui langkah ini, diharapkan tidak akan lagi warga NTB yang akan menjadi korban perbudakan.

Sementara itu, Komisaris Utama PT Jasatama Widya Perkasa H Muhammad Nur Said Kasdiono menyatakan, tenaga kerja bukan barang, yang setelah dikirim ke negara tujuan, lantas dilepas begitu saja.

"Harus tetap dikawal, tetap dikontrol seperti apa kondisinya tenaga kerja dan keluarga yang ditinggalkannya,"  kata Kasdiono.

Kasdiono menekankan, dirinya prihatin pada PJTKI yang memposisikan diri sebagai perusahaan jasa pengiriman barang, di mana setelah TKI dikirim, kemudian dilepaskan begitu saja.

"Kami menghindari pengiriman tenaga kerja sebagai pembantu karena penuh resiko menjadi bulan-bulanan majikan. Selama ini, kami telah mengirim lebih dari 150 ribu TKI ke berbagai negara, namun tetap dengan pengontrolan," ujar Kasdiono.