Terdakwa korupsi alsintan terbukti memanfaatkan bantuan untuk kampanye

id Alsintan Lombok Timur,Lombok Timur,Korupsi Alsintan,Kampanye Lombok Timur

Terdakwa korupsi alsintan terbukti memanfaatkan bantuan untuk kampanye

Terdakwa korupsi program Penyaluran Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) di Kabupaten Lombok Timur pada tahun anggaran 2018 Asri Mardianto (kedua kanan) berjalan meninggalkan majelis hakim usai mengikuti sidang putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, NTB, Selasa (5/9/2023) malam. ANTARA/Dhimas B.P.

Mataram (ANTARA) - Terdakwa korupsi program Penyaluran Alat dan Mesin Pertanian (Alsintan) di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, pada tahun anggaran 2018 Asri Mardianto terbukti memanfaatkan bantuan yang bersumber dari Kementerian Pertanian RI untuk sarana kampanye pencalonan dirinya sebagai anggota legislatif periode 2019—2024.

"Bahwa terdakwa yang saat itu mencalonkan diri sebagai anggota legislatif telah menyalahgunakan peran sebagai pembuat UPJA (unit pelayanan jasa alisntan) dengan tidak menyalurkan bantuan sesuai dengan CPCL (calon petani calon lokasi), tetapi memberikannya kepada para pendukungnya," kata Hakim Ketua I Ketut Somanasa dalam membacakan putusan Asri Mardianto di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Mataram, Selasa.

Atas perbuatan terdakwa yang telah terbukti menyalahgunakan peran sebagai pembuat UPJA, kata majelis hakim, program tersebut tidak berjalan sesuai dengan aturan. Hakim pun menyatakan terdakwa terbukti melanggar dakwaan primer penuntut umum.

Dakwaan tersebut berkaitan dengan Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

"Dengan ini menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Asri Mardianto dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp400 juta subsider 4 bulan kurungan," ujarnya.

Selain menjatuhkan pidana pokok, hakim turut membebankan terdakwa membayar separuh uang pengganti kerugian negara sesuai dengan hasil audit BPKP NTB senilai Rp3,81 miliar akibat penyaluran bantuan yang tidak berjalan sesuai dengan aturan.

"Dengan ini membebankan terdakwa membayar uang pengganti kerugian negara sebesar Rp1,9 miliar, separuh dari nilai kerugian negara hasil audit BPKP NTB," ucap dia.