Menkeu Sri Mulyani mengimbau perusahaan jaga neraca keuangan di tengah lemahnya rupiah

id Sri Mulyani,Ekonomi,Pajak,rupiah,dolar

Menkeu Sri Mulyani mengimbau perusahaan jaga neraca keuangan di tengah lemahnya rupiah

Menkeu Sri Mulyani Indrawati dalam Kompas100 CEO Forum Ke-14 di Jakarta, Rabu (1/11/2023) (ANTARA/Bayu Saputra)

Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan RI Sri Mulyani Indrawati mengimbau pengelola perusahaan untuk melakukan tinjauan ulang serta menjaga neraca keuangan di tengah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.

“Tolong dilihat neraca keuangannya, para CEO, tolong panggil CFO-nya dan tanyakan exposure-nya (tingkat risiko) ada nggak terhadap perubahan yang sangat cepat,” kata Sri Mulyani dalam acara Kompas100 CEO Forum Ke-14 di Jakarta, Rabu.

Adapun pada penutupan perdagangan hari ini, mata uang rupiah melemah sebesar 51 poin atau 0,32 persen menjadi Rp15.936 per dolar AS dari penutupan sebelumnya sebesar Rp15.885 per dolar AS.

Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada Rabu turut melemah ke posisi Rp15.946 dibandingkan sebelumnya yang tercatat Rp15.897 per dolar AS.

Bendahara Negara tersebut menyampaikan bahwa pihaknya akan terus bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI) beserta Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) guna memastikan sektor keuangan Indonesia tetap resilien atau tangguh terhadap tekanan global.

Lebih lanjut, ia juga menyampaikan bahwa Kemenkeu memberikan insentif fiskal untuk industri manufaktur agar tetap berjalan. Insentif itu meliputi tax holiday, tax allowance, hingga Pajak Ditanggung Pemerintah atau P-DTP kepada industri manufaktur.

"Dari sisi pendapatan yaitu pajak Bea Cukai, kita melakukan apa yang disebut tax holiday, tax allowance, atau kadang-kadang kita membuat tax yang ditanggung pemerintah, P- DTP," ujarnya.

Baca juga: Menkeu menilai industri jasa terus berkembang pesat di era digital
Baca juga: Pajak terkumpul Rp1.387,78 triliun hingga September 2023


Sebelumnya, Senior Economist PT Mirae Asset Sekuritas Indonesia Rully Arya Wisnubroto menyatakan bahwa pelemahan rupiah turut dipengaruhi sikap pasar yang menunggu sinyal dari keputusan dalam pertemuan Federal Open Market Committee (FOMC).

“FOMC masih membuka kemungkinan kenaikan suku bunga di masa mendatang,” ujarnya.