Mataram (ANTARA) - Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (BBPOM) Mataram, Nusa Tenggara Barat(NTB), menetapkan seorang pebisnis obat berbahaya atau obat yang tergolong dalam daftar G (Gevaarlijk) berinisial RDS sebagai tersangka.
"RDS kami tetapkan sebagai tersangka yang diduga melanggar Undang-Undang Kesehatan dalam hal penjualan obat daftar G secara ilegal atau tanpa resep dokter," kata Kepala Besar BPOM Mataram Yosef Dwi Irwan di Mataram, Senin.
Dia menjelaskan aturan pemidanaan itu berkaitan Pasal 435 dan/atau Pasal 436 Undang-Undang RI Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dengan ancaman hukuman 12 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
Dengan menetapkan warga asal Praya, Kabupaten Lombok Tengah itu sebagai tersangka, penyidik pegawai negeri sipil (PPNS) pada BBPOM Mataram menitipkan penahanan RDS di Rutan Polda NTB.
Yosef menerangkan bahwa penetapan tersangka ini merupakan hasil ungkap pihaknya bersama Polda NTB, Jumat (10/11).
Petugas menangkap RDS ketika mengambil paket kiriman yang datang dari Jakarta di sebuah kantor jasa ekspedisi di Kota Mataram.
"Giat penangkapan ini merupakan tindak lanjut informasi lapangan yang menyebutkan adanya pengiriman OOT (obat-obatan tertentu) tanpa resep dokter dari Jakarta masuk ke Mataram," ujarnya.
Dari penangkapan RDS, petugas menemukan barang bukti OOT sebanyak 14.500 tablet dengan jenis trihexyphenidil sebanyak 7.000 tablet dan 7.500 tablet tanpa merek yang diduga jenis Tramadol.
Uniknya, kata dia, pengirim paket menyembunyikan obat dalam paralon. Dalam paket tersebut, petugas menemukan seluruh obat-obatan dalam 11 paralon.
Kepada PPNS, tersangka mengaku kerap memesan barang tersebut dari agen yang berada di Jakarta. Dalam sepekan dia bisa memesan dua kali.
"Keuntungan untuk satu kali pengiriman itu lumayan, capai Rp9 juta," ucap dia.
Untuk barang pesanan milik RDS yang diamankan petugas nilainya diprediksi Rp145 juta. Kepada PPNS, RDS dia mengaku kerap menjual barangnya di wilayah Kota Mataram dan Kabupaten Lombok Tengah.