Jakarta (ANTARA) - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyiapkan 17 juta pita cukai rokok baru untuk kebutuhan Januari 2024, seiring dengan rencana kenaikan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan.
"Jumlah ini sudah sesuai dengan pemesanan dari industri rokok yang sudah menyampaikan ke kantor-kantor pelayanan bea cukai di banyak wilayah," kata Direktur Jenderal Bea Cukai Kemenkeu Askolani dalam Konferensi Pers APBN KITA Edisi Desember 2023 di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan pita cukai rokok tersebut akan dicetak di Percetakan Uang Republik Indonesia (Peruri), yang ditargetkan selesai sebelum 2024. Dengan begitu pada 1 Januari 2024, para industri rokok yang memesan pita cukai baru sudah bisa menggunakannya.
Dengan adanya pita cukai baru, Kemenkeu akan terus konsisten memperkuat pengawasan agar tidak ada penjualan rokok ilegal dengan pita cukai palsu.
Per Oktober 2023, Bea Cukai telah menindak 641 juta batang rokok dengan pita cukai palsu dan tidak sesuai peruntukannya, meliputi antara lain penindakan 84 juta batang rokok di Jawa Timur serta 36 juta batang rokok di Jawa Tengah.
Askolani menuturkan sebuah studi universitas menunjukkan bahwa penindakan pita cukai membantu meningkatkan produksi rokok sekitar 5,3 persen dan berkontribusi terhadap penerimaan negara sebesar 0,3 persen.
"Jadi kegiatan peredaran rokok legal sangat kami butuhkan, jangan sampai yang legal dikalahkan oleh yang ilegal, yang menggunakan pita cukai tidak sesuai, sehingga kami terus konsisten menindak hal ini," tuturnya.
Baca juga: Kemenkeu serahkan DIPA Provinsi Kepri 2024 Rp17,14 triliun
Baca juga: Sri Mulyani meminta pegawai Kemenkeu tingkatkan kepekaan lingkungan
Pemerintah memutuskan untuk menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) untuk rokok sebesar 10 persen pada 2024. Sementara untuk rokok elektrik dan produk hasil pengolahan hasil tembakau lainnya (HPTL), tarif akan dinaikkan masing-masing sebesar 15 persen dan enam persen pada 2024.
Selain untuk menurunkan prevalensi rokok, kata Askolani, kenaikan tarif CHT juga mempertimbangkan industri serta pekerja tembakau dan cengkeh. Konsistensi dari penerimaan CHT juga turut menjadi pertimbangan dalam kenaikan tarif tersebut.