Beijing (ANTARA) - Pemerintah Republik Rakyat Tiongkok (RRT) tetap percaya diri meski Perdana Menteri Tuvalu yang baru Feleti Teo memiliki sikap untuk perpihak pada Taiwan.
"Sejumlah negara yang masih memiliki apa yang disebut 'hubungan diplomatik' dengan wilayah Taiwan harus memilih untuk berdiri di sisi sejarah yang benar dan membuat keputusan yang tepat agar dapat sesuai dengan kepentingan dasar dan jangka panjang mereka," kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri RRT Mao Ning saat menyampaikan keterangan kepada media di Beijing, RRT, Senin.
Tuvalu, negara kepulauan dengan populasi sekitar 11.200 jiwa di Samudra Pasifik melakukan pemilihan pada bulan Januari 2024. Selanjutnya parlemen Tuvalu memilih Feleti Teo sebagai perdana menteri.
Saat ini hanya ada 12 negara yang punya hubungan diplomatik dengan Taiwan, yaitu Belize, Guatemala, Paraguay, Haiti, Saint Kitts and Nevis, Saint Lucia, Saint Vincent and the Grenadines, Kepulauan Marshall, Palau, Tuvalu, Eswatini, dan Vatikan.
"Menjunjung tinggi prinsip 'Satu Tiongkok' artinya mengikuti tren opini global dan alur sejarah. Sebanyak 183 negara di dunia telah menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok berdasarkan prinsip satu Tiongkok," ungkap Mao Ning.
Hasil pemilu di Tuvalu tertunda selama 1 bulan karena cuaca buruk sehingga menghentikan kapal-kapal yang membawa anggota parlemen baru ke ibu kota untuk memilih perdana menteri.
Sebelumnya, salah satu negara Pasifik yang tadinya sekutu Taiwan, Nauru, memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan pada bulan Januari 2024.
Nauru menandatangani komunike bersama dengan pemerintah RRT pada tanggal 15 Januari 2024 sehingga memutuskan hubungan diplomatik dengan Taiwan dengan menyatakan tidak akan lagi mengakui Taiwan sebagai "negara terpisah", melainkan "sebagai bagian yang tidak dapat dipisahkan dari wilayah Tiongkok".
Baca juga: Jubir Menlu Beijing mendukung pernyataan PM Malaysia soal "fobia China"
Baca juga: Pemerintah China sebut kematian Alexei Navalny urusan internal Rusia
Nauru diketahui menjalin hubungan diplomatik dengan Tiongkok pada tahun 2002. Namun, pada tahun 2005 Naruru menjalin hubungan diplomatik dengan Taiwan dan memutus hubungan dengan Tiongkok.
Pernyataan Nauru untuk mengakui prinsip "Satu Tiongkok" itu pasca-pemilu Taiwan pada tanggal 13 Januari 2024 yang dimenangkan William Lai Ching-te dari Partai Progresif Demokratik (DPP) yang digambarkan Beijing sebagai salah satu "kelompok separatis" sehingga dapat memicu konflik lintas Selat.