Mataram (ANTARA) - Juru Bicara Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Efrien Saputera memastikan penanganan kasus dugaan korupsi dalam pembayaran honor Staf Khusus (Stafsus) Gubernur NTB periode 2018 hingga 2023.
"Penanganannya masih penyelidikan, belum penyidikan," kata Efrien Saputera di Mataram, Rabu.
Dia mengatakan pada tahap penyelidikan ini pihaknya masih melaksanakan serangkaian permintaan klarifikasi kepada sejumlah pihak, termasuk dari kalangan stafsus yang menerima honor dari dana APBD NTB.
Untuk jumlah pihak yang sudah memberikan keterangan ke hadapan jaksa, Efrien mengaku belum mendapatkan informasi dari tim penyelidik.
"Belum ada info siapa saja yang sudah berikan klarifikasi," ujarnya.
Pada akhir tahun 2023, Asisten Pidana Khusus Kejati NTB Ely Rahmawati mengatakan dalam proses penyelidikan ini pihaknya sudah meminta klarifikasi kepada 15 orang.
Dia mengungkapkan 15 orang tersebut berasal dari kalangan pejabat Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB dan stafsus yang mengemban jabatan pada era Dr. Zulkieflimansyah dan Sitti Rohmi Djalilah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur NTB.
"Iya, jadi 15 orang ini ada dari kalangan Pemprov dan stafsus," ujar Ely.
Dengan menyampaikan hal demikian, Ely menegaskan bahwa proses penyelidikan kini masih berjalan pada agenda pengumpulan bahan keterangan mengingat jumlah stafsus periode 2018 sampai 2023 ini sedikitnya mencapai 50 orang.
"Nanti untuk perkembangannya akan kami sampaikan lagi," ucap dia.
Pembayaran honor stafsus Gubernur NTB ini sebelumnya sempat mendapat perhatian dari pihak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan NTB.
Meskipun tidak masuk dalam laporan hasil pemeriksaan (LHP), namun BPK mempertanyakan kontribusi keberadaan sedikitnya 50 orang stafsus gubernur dengan pendapatan per orang sedikitnya Rp4 juta per bulan. Angka tersebut dialokasikan dari APBD.
Dengan estimasi besaran honor demikian, muncul kalkulasi angka pengeluaran APBD sedikitnya Rp2 miliar per tahun.