Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Perwakilan NTB perihal kerugian keuangan negara dalam pengerjaan proyek pembangunan Masjid Agung di Kabupaten Bima.
"Koordinasi ini sifatnya konfirmasi, klarifikasi terkait audit temuan BPK itu," kata Juru Bicara Kejati NTB Supardin di Mataram, Kamis.
Penanganan kasus dugaan korupsi proyek pembangunan masjid yang menelan anggaran Rp78 miliar ini berjalan di tahap penyelidikan pada bidang Pidana Khusus Kejati NTB.
Kepala Kejati NTB Enen Saribanon sebelumnya menyampaikan dalam tahapan ini sudah ada sedikitnya lima saksi yang menjalani pemeriksaan.
Baca juga: Lima saksi kasus korupsi Masjid Agung Bima diperiksa kejaksaan
Mereka yang sudah pernah menjalani pemeriksaan di tahap penyelidikan ini dari kalangan pajak, ahli pidana, swasta pelaksana proyek dan pejabat terkait dari dinas PUPR.
Untuk permintaan keterangan terhadap mantan Bupati Bima yang kini menjadi Wakil Gubernur NTB terpilih, yakni Indah Dhamayanti Putri, Enen mengatakan bahwa pihaknya belum melihat adanya keterlibatan dalam pengerjaan proyek tersebut.
"Sampai saat ini, belum ada kami jadwalkan pemeriksaannya. Tetapi, kami rasa kalau memang dibutuhkan, akan kami panggil," ujarnya.
Penanganan kasus ini sebelumnya tercatat berada di bawah kendali Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menindaklanjuti adanya laporan masyarakat.
KPK melalui fungsi Satuan Tugas Koordinasi dan Supervisi (Korsup) Wilayah V juga tercatat telah melakukan cek fisik secara langsung terhadap proyek pembangunan tempat ibadah tersebut.
Baca juga: Kejati NTB selidiki kasus dugaan korupsi Masjid Agung Bima
Pada medio 2024, Satgas Korsup Wilayah V kemudian melakukan koordinasi dan supervisi dengan Kejati NTB perihal permasalahan yang terjadi di NTB, salah satunya dugaan korupsi pada pekerjaan proyek Masjid Agung Bima.
Pada akhir tahun 2024, Kajati NTB Enen Saribanon mengumumkan bahwa tindak lanjut dari koordinasi dan supervisi dengan KPK, pihaknya melakukan telaah untuk melihat unsur perbuatan melawan hukum dalam pekerjaan proyek.
Apabila ada temuan unsur perbuatan melawan hukum, Enen saat itu menjanjikan akan mengambil langkah hukum pada tahun 2025.
Baca juga: Kejati NTB telaah kasus korupsi pembangunan Masjid Agung Bima
Proyek fisik tersebut sebelumnya tercatat menjadi bagian dari temuan BPK NTB. Dari hasil pemeriksaan, muncul dugaan penyimpangan anggaran senilai Rp8,4 miliar.
Pekerjaan dari proyek fisik ini terungkap hasil kerja sama operasional (KSO) antara PT Brahmakerta Adiwira dengan PT Budimas. Enen menyebutkan bahwa perusahaan tersebut berdomisili di Kabupaten Dompu.
Baca juga: Kejati NTB terima pelimpahan kasus korupsi proyek Masjid Agung Bima dari KPK
Baca juga: KPK menerima laporan dugaan korupsi pembangunan Masjid Agung Bima