China kerap sebut "Spirit Bandung" Konferensi Asia Afrika

id indonesia,china,retno marsudi,konferensi asia afrika,spirit bandung,diplomasi

China kerap sebut "Spirit Bandung" Konferensi Asia Afrika

Menteri Luar Negeri Retno Marsudi bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi dalam kerangka Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral (Joint Commission for Bilateral Cooperation atau JCBC) ke-5 di Wisma Negara Diaoyutai, Beijing, China pada Jumat (23/8/2024). (ANTARA/Desca Lidya Natalia)

Beijing (ANTARA) - Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengungkapkan bahwa pemerintah China kerap membicarakan "Spirit Bandung" yang berasal dari Konferensi Asia Afrika (KAA) untuk menanamkan benih kerja sama di antara negara-negara Asia dan Afrika.

"Di dalam setiap pembicaraan, sering kata-kata 'Spirit Bandung' itu disebut oleh Presiden Xi Jinping dan juga oleh Menteri Luar Negeri Wang Yi," kata Menlu Retno Marsudi kepada ANTARA di Beijing, China pada Jumat.

Retno sebelumnya pada Jumat bertemu dengan Menlu China Wang Yi dalam pertemuan Komisi Bersama Kerja Sama Bilateral (Joint Commission for Bilateral Cooperation atau JCBC) ke-5 di Wisma Negara Diaoyutai di Beijing.

"Tahun depan kita juga akan memperingati 70 tahun Konferensi Asia Afrika dan Menlu Wang Yi tadi mengatakan bahwa 'Spirit Bandung' ini sampai sekarang masih sangat relevan dan masih sangat penting," ungkap Retno.

Ia pun mengapresiasi penyebutan "Bandung Conference"  dalam berbagai kesempatan oleh para pemimpin China.

"Karena betul-betul kalau kita lihat satu per satu dari Bandung Conference isinya memang sangat relevan sampai saat ini," tambah Retno.

Konferensi Asia-Afrika (KAA) diselenggarakan pada 18 – 24 April 1955 di Gedung Merdeka, Bandung, dengan tujuan untuk mendorong kerja sama Asia-Afrika serta melawan kolonialisme dari negara-negara imperialis.  

Retno juga menyebut JCBC ke-5 dengan Menlu Wang adalah pertemuan JCBC terakhir baginya.

"Tadi kami berusaha merangkum kemajuan-kemajuan hubungan dalam 10 tahun terakhir, juga ... komitmen yang kuat dalam saling membantu negara-negara berkembang, atau sering disebut sebagai 'Global-South," jelas Retno.

Baca juga: Indonesia ingin investasi yang berkualitas dari China
Baca juga: Pemerintah China jawab rencana perubahan strategi nuklir AS


Salah satu komitmen itu adalah dalam bentuk kerja sama tiga pihak, yaitu antara China, Indonesia, dan negara-negara lain.

"Kalau kita tandem seperti itu dampaknya akan lebih besar, apalagi Indonesia dan China adalah dua negara berkembang yang besar, maka kami sepakat bahwa harus memperkuat kerja sama dengan negara berkembang lain," ujarnya.