Keluarga SIGAP berdampak positif ubah perilaku masyarakat

id keluarga sigap,imunisasi,edukasi imunisasi,kesehatan baduta

Keluarga SIGAP berdampak positif ubah perilaku masyarakat

Team Leader Program Keluarga SIGAP Ardi Prastowo (ketiga dari kiri) bersama para narasumber dalam acara “Penyampaian Hasil Endline Program Keluarga SIGAP” di Jakarta, Kamis (21/11/2024). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)

Jakarta (ANTARA) - Pakar dari Pusat Pengobatan Tropis UGM Prof. dr. Mei Neni Sitaresmi, Sp. A(K)., Ph.D menilai bahwa program Keluarga SIGAP (Keluarga Siaga Dukung Kesehatan, Siap Hadapi Masa Depan) berdampak positif terhadap perubahan perilaku masyarakat terkait imunisasi, CTPS, dan gizi.

Hal ini didasarkan pada studi yang dilakukan Pusat Pengobatan Tropis UGM terhadap program Keluarga SIGAP pada fase percontohan (pilot project) yang berjalan selama Januari hingga Juni 2024. Program ini menargetkan keluarga dengan anak-anak berusia 0-24 bulan di Bogor, Jawa Barat, serta Banjar, Kalimantan Selatan.

“Bagi masyarakat, mereka menilai bahwa program ini efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan perilaku terkait dengan tiga perilaku tersebut (imunisasi, cuci tangan pakai sabun/CTPS, dan gizi),” kata Mei dalam acara “Penyampaian Hasil Endline Program Keluarga SIGAP” yang hadir secara virtual, diikuti di Jakarta pada Kamis.

Hasil temuan utama dari evaluasi akhir yang dilakukan Pusat Pengobatan Tropis UGM menunjukkan adanya perubahan perilaku yang signifikan di antara keluarga-keluarga yang berpartisipasi di dalam program SIGAP.

Cakupan vaksin PCV1 meningkat signifikan dari 28 persen pada data awal menjadi 64 persen pada kelompok intervensi. Kemudian, perilaku CTPS sebelum memberi makan anak meningkat dari 50 persen pada data awal menjadi 81 persen.

Selanjutnya, Orang tua yang memantau jadwal imunisasi anak meningkat dari 40 persen menjadi 61 persen. Kesadaran akan pemberian ASI eksklusif selama enam bulan pertama meningkat, dengan 94 persen orang tua di kelompok intervensi menegaskan praktik tersebut dibandingkan dengan 90 persen di kelompok baseline.

Terkait dengan dampak program, Mei memaparkan bahwa 87 persen responden menyebutkan program SIGAP telah mempengaruhi keputusan mereka dalam mengimunisasi anak.

Kemudian, 99 persen responden menyebutkan program SIGAP efektif dalam mempromosikan perilaku CTPS. Sebanyak 96 persen responden juga menyebutkan program tersebut efektif dalam menyediakan informasi mengenai ASI eksklusif dan MPASI.

Mei mengatakan, program ini tidak hanya berdampak positif bagi masyarakat tetapi juga bagi kader kesehatan. Bagi para kader, program SIGAP menyediakan materi yang bermanfaat untuk dibagikan kepada masyarakat, kesempatan untuk berlatih berbicara di depan umum dan mengomunikasikan pesan-pesan kesehatan, serta contoh pendekatan kreatif dalam menyampaikan pesan-pesan tertentu.

Sebagai informasi, program Keluarga SIGAP diinisasi oleh Global Alliance for Vaccine and Immunization (GAVI), Unilever, dan The Power of Nutrition. Program ini memiliki visi untuk dapat mencapai 1 juta anak Indonesia yang berusia di bawah 2 tahun.

Program yang berfokus pada aspek preventif ini mendapat dukungan dari berbagai kementerian/lembaga termasuk Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemendikdasmen), serta Kementerian Desa dan Pembangunan Daerah Tertinggal (Kemendes PDT).

Team Leader Program Keluarga SIGAP Ardi Prastowo menyebutkan bahwa program ini telah mampu menjangkau sekitar 18.577 keluarga dengan baduta dan melatih sebanyak lebih dari 2.027 kader di dua kabupaten yang menjadi sasaran pada fase percontohan.

Baca juga: Dinkes Mataram lanjutkan layanan imunisasi polio tahap dua di puskesmas

Edukasi mengenai imunisasi, CTPS, dan gizi kepada keluarga sasaran dilakukan melalui pemberdayaan kader kesehatan setempat. Menurutnya, kader masih tetap menjadi sumber informasi utama bagi para orangtua. Oleh sebab itu, program SIGAP turut memberdayakan para kader dengan mendidik mereka untuk bisa berkomunikasi dengan baik.

“Pertimbangannya (untuk memilih wilayah sasaran program) ada beberapa hal. Nomor satu tentunya indikator kesehatan yang terkait cakupan imunisasi, insiden diare, dan status gizi terutama pada anak usia 0-24 bulan. Selain indikator kesehatan, kami juga melihat dari tingkat penetrasi media,” kata Ardi.

Baca juga: Dinkes sebut Mispersepsi kendala cakupan polio Mataram belum capai target

Dari pembelajaran fase percontohan ini, program SIGAP akan memasuki fase scale up pada tahun 2025 dengan menargetkan tiga daerah antara lain Banjar, Kalimantan Selatan; Sukabumi, Jawa Barat; dan Brebes, Jawa Tengah.

Dengan mengintegrasikan upaya vaksinasi, kebersihan, dan gizi, menurut penyelenggara, program Keluarga SIGAP terus membuka jalan untuk masa depan yang lebih sehat bagi keluarga Indonesia.