Surabaya (ANTARA) - Bulan Ramadhan adalah waktu yang tepat untuk menanamkan nilai-nilai karakter dalam diri siswa sekaligus menerapkan pendekatan disiplin positif dalam proses belajar mengajar. Selain memberikan ruang bagi siswa untuk memahami nilai-nilai seperti gotong royong, empati, toleransi, dan saling menghormati, pendekatan ini juga dapat menjadi sarana untuk mengintegrasikan kesadaran proses belajar bertumbuh (growth mindset) dalam kegiatan pembelajaran sehari-hari. Dengan dukungan Dinas Pendidikan, penerapan ini dapat berjalan efektif melalui pendekatan deep learning, mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning.
Kesadaran Growth Mindset dalam Disiplin Positif
Kesadaran growth mindset adalah keyakinan bahwa kemampuan dan kecerdasan siswa dapat berkembang melalui usaha, pembelajaran, dan ketekunan. Dalam konteks disiplin positif, growth mindset dapat diintegrasikan dengan cara:
1. Mengubah Persepsi terhadap Kesalahan:
o Kesalahan dilihat bukan sebagai kegagalan, melainkan peluang untuk belajar dan berkembang. Guru dapat mendorong siswa untuk merefleksikan tindakan mereka dengan menanyakan, “Apa yang bisa kita pelajari dari ini?”
o Contohnya, jika seorang siswa melanggar aturan, guru dapat mengajak siswa berdiskusi tentang dampak dari tindakannya dan memberi kesempatan untuk memperbaiki diri melalui kegiatan positif, seperti membantu teman atau menyelesaikan proyek bersama.
]
2. Memberikan Umpan Balik yang Konstruktif:
o Alih-alih menghukum, guru memberikan umpan balik yang mendorong siswa untuk mencoba lagi dengan cara yang lebih baik.
o Misalnya, seorang siswa yang tidak menyelesaikan tugas tepat waktu diajak untuk menganalisis hambatan yang dihadapi dan merencanakan langkah-langkah yang lebih efektif ke depannya.
3. Menghargai Proses, Bukan Hanya Hasil:
o Guru memberikan apresiasi terhadap usaha dan ketekunan siswa, sehingga siswa merasa dihargai atas proses pembelajaran mereka, bukan hanya hasil akhirnya.
o Hal ini menciptakan lingkungan yang mendukung siswa untuk terus mencoba, meskipun menghadapi tantangan.
Integrasi Growth Mindset dengan Deep, Mindful, Meaningful, dan Joyful Learning
1. Deep Learning:
Dalam disiplin positif, deep learning dapat diwujudkan dengan mengajak siswa untuk menggali pemahaman mendalam terhadap nilai-nilai karakter, seperti saling menghormati dan empati. Contohnya:
o Guru dapat memandu diskusi kelompok tentang bagaimana tindakan tertentu, seperti membantu teman yang kesulitan, dapat menciptakan lingkungan belajar yang lebih baik bagi semua.
o Siswa didorong untuk memecahkan masalah yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari, seperti bagaimana menjaga toleransi di kelas yang beragam.
2. Mindful Learning:
o Guru melibatkan siswa dalam aktivitas reflektif, seperti menuliskan jurnal harian tentang pengalaman mereka selama Ramadhan, termasuk tantangan dan pelajaran yang mereka dapatkan.
o Siswa diajak untuk menyadari emosi dan tindakan mereka, sehingga mereka dapat mengontrol diri lebih baik dalam menghadapi situasi yang sulit.
3. Meaningful Learning:
o Guru menciptakan pembelajaran yang relevan dengan kehidupan siswa. Contohnya, siswa dapat diminta untuk membuat proyek berbasis aksi nyata, seperti merancang kampanye toleransi di lingkungan sekolah.
o Dengan keterlibatan langsung dalam kegiatan ini, siswa tidak hanya belajar tentang nilai-nilai karakter, tetapi juga mempraktikkannya dalam kehidupan nyata.
4. Joyful Learning:
o Guru menciptakan suasana belajar yang menyenangkan dengan memanfaatkan metode kreatif, seperti permainan edukatif atau kegiatan seni yang bertema Ramadhan.
o Ketika siswa merasa bahagia dan nyaman di kelas, mereka lebih terbuka untuk menerima umpan balik, belajar dari kesalahan, dan berkolaborasi dengan teman-temannya.
Penguatan Positif pada Anak
Penguatan positif adalah sebuah “hukuman” ketika dilakukan maka akan berdampak pada sebuah peningkatan frekuensi perubahan perilaku. Penguatan positif ( Positive Reinforcement ) menyatakan bahwa jika seseorang disituasi tertentu melakukan sesuatu yang diikuti langsung oleh sebuah penguatan positif, maka ia akan cenderung melakukan hal yang sama disaat berikutnya ia menjumpai situasi yang sama. Hal ini sudah ditegaskan dalam pandangan Pavlov dalam teori conditioning nya .
Penguatan positif seringkali disebut sebagai reward, sebagaimana yang kita pahami bahwa reward diberikan dengan harapan perbuatan yang dilakukan oleh seseorang bisa menginspirasi orang lain dalam melakukan perbuatan positif yang sama, atau ada peningkatan perilaku positif pada diri anak. Pada pribadi anak penguatan positif berbeda dengan memanjakan anak. Karena di dalam memanjakan tidak ada tuntutan lanjutan yang dinginkan bagi penerima, yang kemudian berdampak pada tidak adanya perubahan perilaku.
Dalam mendidik anak diharapkan terjadinya perubahan perilaku dan peningkatan nilai – nilai positif yang harus dilakukan oleh anak. Sehingga tahapan – tahapan pencapaian perilaku yang diinginkan harus disusun perencanaannya. Penyusunan rencana perubahan perilaku seringkali kita sebut sebagai menciptakan kebiasaan positif pada diri anak. Sebagai contoh, kalau kita ingin anak kita rajin sholat, maka penguatan positif yang bisa dilakukan oleh orang tua adalah, memberikan “ hadiah “ kepada anak dalam bentuk apapun tak terkecuali pujian, bahwa apa yang dilakukan anak itu layak diapresiasi, misalkan dengan ucapan terima kasih sudah sholat tepat waktu, tersenyum dan kasih tanda jempol sebagai apresiasi bahwa apa yang dilakukan oleh anak adalah sesuatu yang luar biasa.
Pembiasaan mengapresiasi perilaku positif anak, tentu akan berdampak pada si anak akan selalu menjaga dirinya untuk tidak melakukan hal – hal yang berdampak pada hilangnya apresiasi. Selain itu juga , mengapresiasi perilaku positif akan membiasakan anak untuk bisa mengapresiasi perbuatan orang lain bila dirasa bermanfaat bagi dirinya.
Dampak Positif pada Karakter Siswa
Pendekatan growth mindset yang terintegrasi dengan pembelajaran berbasis disiplin positif selama Ramadhan tidak hanya membantu siswa memahami nilai-nilai karakter, tetapi juga membentuk kebiasaan positif yang bertahan lama. Dengan menghargai proses, memberikan umpan balik yang membangun, dan menciptakan lingkungan yang mendukung pembelajaran yang mendalam, penuh kesadaran, bermakna, dan menyenangkan, siswa akan:
• Belajar untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka.
• Mengembangkan rasa empati terhadap orang lain.
• Memiliki sikap pantang menyerah dalam menghadapi tantangan.
• Menjadi individu yang lebih percaya diri dan mampu bekerja sama dengan orang lain
Kesimpulan
Penerapan disiplin positif dengan pendekatan growth mindset selama bulan Ramadhan adalah langkah strategis untuk membangun karakter siswa secara holistik. Dengan mengintegrasikan prinsip-prinsip deep learning, mindful learning, meaningful learning, dan joyful learning, sekolah dapat menciptakan lingkungan yang mendukung siswa untuk berkembang secara akademik, emosional, dan sosial. Semangat ini tidak hanya relevan selama bulan Ramadhan, tetapi juga menjadi fondasi untuk mencetak generasi yang berakhlak mulia, penuh integritas, dan siap menghadapi tantangan masa depan.
Sudah selayaknya juga kerjasama yang kuat antara rumah dan sekolah diwujudkan dalam bentuk pembuatan program bersama atau melaksanakan kegiatan yang melibatkan para orang tua bersama sekolah. Sekolah tidak boleh lagi merasa paling penting dan paling tahu dalam membangun perilaku positif anak. Sekolah sudah seharusnya mencari informasi kepada orang tua anak, hal apa saja yang positif yang sudah dilakukan anak, dan hal apa saja yang belum. Sehingga sekolah tahu persis apa yang harus dilakukan dalam pengembangan perilaku positif anak, begitu juga orang tua berkewajiban menciptakan situasi positif di rumah sebagaimana yang dilakukan di sekolah. Semoga bermanfaat !!!
Surabaya, 26 Januari 2025
*) Penulis adalah Pengajar Psikologi Komunikasi Pada STT Multimedia Internasional Malang dan Pengurus Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur