Badung (ANTARA) - Pertamina New & Renewable Energy (NRE) merancang program waste to power atau mengolah sampah menjadi energi listrik untuk menjawab tantangan persoalan sampah di Bali.
Chief Executive Officer Pertamina NRE John Anis di sela Bali Ocean Days di Kabupaten Badung, Jumat, mengatakan meski ini belum terealisasi, upaya mereka sudah disambut serius terutama oleh Kementerian Lingkungan Hidup.
“Kita tahu sampah kita masih sulit untuk dikelola, jadi kami ingin membantu dengan program waste to power, kami sudah punya solusi bagaimana sampah bukan hanya dikelola tapi dijadikan sesuatu yang lebih bermanfaat yaitu menjadi listrik, itu ada beberapa potensi di Bali,” kata dia.
John Anis mengatakan sasaran utama pemanfaatan energi dari bahan sampah ini adalah industri pariwisata, sehingga kawasan Nusa Dua menjadi paling potensial.
Ia juga mengaku sempat berkomunikasi dengan ITDC, tetapi mereka juga berharap dikembangkan solar panel dan air bersih, sehingga untuk merealisasikan pengolahan sampah ini perlu pendekatan.
Anak perusahaan dari BUMN PT Pertamina (Persero) ini melihat yang menjadi tantangan penerapan waste to power adalah pembiayaan.
“Sebetulnya sudah ada semua energi terbarukan, hidrogen sudah ada, solar panel, geotermal, sudah ada solusinya, tapi masalahnya harganya kalau dibanding dengan bahan bakar fosil masih lebih mahal,” ujar John.
Untuk rencana penerapan di Bali ini ia menjelaskan bahwa yang mahal adalah teknologinya, sementara mekanisme pembiayaannya telah diatur pemerintah melalui peraturan presiden yang mengatur harga listrik per kwh.
Baca juga: Markas Satria Muda Pertamina Jakarta masih angker
John kemudian menyebut istilah tipping fee atau biaya yang dibayarkan kepada Pertamina NRE yang sudah mengelola sampah untuk kemudian mengubahnya menjadi energi.
Menurutnya, yang masih kompleks mengenai siapa yang akan membayar kompensasi itu, sementara jika diterapkan di Bali ia melihat sasarannya adalah hotel-hotel besar di kawasan Nusa Dua yang peduli terhadap isu lingkungan.
“Tantangan keekonomiannya sulit kalau tidak ada bantuan dari pemerintah, dan juga untuk Nusa Dua kami melihat bahwa hotel-hotel besar mereka mau energi bersih pastinya karena nanti bisa premium dan sebagainya, jadi kami berpendapat ITDC nanti kita diskusikan mereka punya kemampuan untuk membayar tipping fee,” ujarnya.
Baca juga: Pertamina Regional Jawa raih rekor Muri
Diketahui sebelumnya Bali pernah mencoba mengolah sampah melalui TPST dan menghasilkan RDF sebagai bahan bakar, namun upaya ini gagal karena konsumennya didominasi perusahaan di luar pulau sehingga biaya distribusinya tinggi.
John melihat pengolahan sampah menjadi energi listrik adalah solusi yang lebih baik karena tak perlu sulit mencari pelanggan, didukung pula contoh baik dari Solo yang berhasil menjalani program ini.*