Surabaya (ANTARA) - Anggota Komisi A DPRD Provinsi Jawa Timur, Erick Komala angkat suara terkait kasus korupsi manipulasi pemberian kredit senilai Rp569 miliar di Bank Jatim Cabang Jakarta. Ia menilai kasus ini tidak boleh berhenti pada penetapan tersangka oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta semata, melainkan harus diusut tuntas hingga ke akar-akarnya melalui pembentukan Panitia Khusus (Pansus) oleh DPRD Jatim.
“Sepanjang yang saya tahu, pada bulan Desember 2023 sudah keluar hasil audit yang menyebutkan adanya kredit bermasalah di Jakarta pada beberapa debitur,” kata Erick Komala, politikus Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Jumat.
Menurut Erick, setelah hasil audit itu terbit, seharusnya pihak direksi Bank Jatim segera mengambil tindakan tegas terhadap Kepala Cabang Bank Jatim Jakarta. Namun kenyataannya, justru masih ada debitur-debitur baru yang masuk dan kembali mengalami gagal bayar pada bulan-bulan berikutnya.
“Seharusnya pada bulan Desember 2023 saat ditemukan permasalahan kredit di Cabang Jakarta oleh auditor kantor pusat, direksi langsung menonaktifkan atau mengganti kepala cabangnya. Sehingga kejadian kredit fiktif ini tidak perlu terjadi,” tegasnya.
Baca juga: Erick Komala dan Pj Gubernur Jatim dampingi Wapres Gibran blusukan di Surabaya
Erick mengusulkan pembentukan Pansus DPRD Jawa Timur sebagai langkah konkret untuk membongkar tuntas skandal ini. Ia menilai, pansus akan membuka tabir permasalahan secara menyeluruh dan memulihkan kepercayaan publik terhadap Bank Jatim.
“Pansus ini bertujuan agar permasalahan kredit fiktif di Bank Jatim jadi terang benderang. Masyarakat Jawa Timur khususnya nasabah Bank Jatim harus tahu apa yang sebenarnya terjadi. Kita tidak boleh membiarkan kepercayaan publik runtuh karena ulah segelintir pihak yang tidak bertanggung jawab,” ujar Erick.
Lebih lanjut, Erick juga mempertanyakan integritas dan kepekaan para direksi terhadap situasi Bank Jatim. Ia menyoroti bahwa sebagian besar direksi bukan berasal dari internal Bank Jatim, yang menurutnya menjadi faktor lemahnya rasa kepemilikan terhadap perusahaan daerah tersebut.
“Direksi tidak punya kepekaan, tidak punya rasa memiliki Bank Jatim. Apa karena rata-rata mereka bukan dari dalam Bank Jatim? Ini menjadi pertanyaan besar. Padahal hasil audit Desember 2023 bisa menjadi early warning,” kritiknya.
Baca juga: Bank Jatim berencana mengakuisisi 15 persen saham Bank NTB Syariah
Ia menambahkan, melalui pansus nantinya DPRD dapat mengetahui apakah laporan pertanggungjawaban kepala cabang mengenai kredit Rp500 miliar lebih itu telah diperiksa dan disetujui oleh direksi serta komisaris, atau justru tidak tercantum sama sekali.
“Karena laporan tersebut juga berkaitan dengan pembagian dividen. Jadi dari pansus akan ketahuan apakah direksi menerapkan prinsip kehati-hatian atau tidak dalam mengelola perusahaan,” terang Erick.
Kepada pihak Kejaksaan, Erick menyampaikan apresiasi atas langkah tegas dalam penanganan kasus ini. Namun ia menegaskan bahwa proses pengusutan di DPRD juga penting untuk menemukan kebenaran materiil dari sisi pengawasan dan manajerial.
“Saya apresiasi kepada Komisi C yang cukup responsif dan concern atas perkara ini. Tapi menurut saya, kalau hanya usulan pemberhentian kepala cabang dan kawan-kawan, maka masyarakat tidak akan mengetahui fakta secara utuh dan sejauh mana pihak yang terlibat,” pungkas Erick.
Ia menilai, jika langkah korektif tidak segera diambil, Bank Jatim sebagai BUMD andalan Jawa Timur akan kehilangan kepercayaan publik. “Sangat disayangkan sekali Bank Jatim bisa kurang hati-hati dalam melaksanakan SOP perbankan. Ini akan menimbulkan krisis kepercayaan terhadap masyarakat Jatim, khususnya terhadap bank kebanggaan Jawa Timur ini,” tutup Erick Komala.
Baca juga: Pemprov NTB gandeng Bank Jatim memenuhi modal inti Bank NTB Syariah