NTT memiliki iklim panas stabil dan cocok produksi garam

id KKP,perikanan,garam,produksi garam,ntt,kupang,sabu raijua

NTT memiliki iklim panas stabil dan cocok produksi garam

Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP Koswara (kedua kanan) meninjau lokasi modeling pergaraman di wilayah Nusa Tenggara Timur (NTT). ANTARA/HO-Humas KKP

Jakarta (ANTARA) - Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) segera membangun modeling pergaraman di Nusa Tenggara Timur (NTT) karena dinilai memiliki iklim panas yang stabil dan sangat cocok untuk pengembangan sektor garam nasional secara berkelanjutan.

“NTT memiliki iklim panas yang stabil dan cocok untuk produksi garam, kondisinya mirip dengan kawasan Dampier di Australia Barat. Ini membuat NTT sangat potensial untuk menjadi lokasi modelling tambak garam dengan target produktivitas 200 ton per hektare,” kata Direktur Jenderal Pengelolaan Kelautan KKP Koswara dalam keterangan di Jakarta, Kamis.

Ia menuturkan pihaknya bersama tim teknis dari KKP dan perwakilan PT Garam telah meninjau sejumlah lokasi di Kabupaten Sabu Raijua dan Kabupaten Kupang, NTT yang direncanakan menjadi lokasi pembangunan modeling garam.

Koswara menyebutkan di Kabupaten Sabu Raijua, terdapat tiga lokasi yang dikunjungi, yaitu Desa Menia (Kecamatan Sabu Barat), Desa Bodae (Sabu Timur), dan Desa Deme (Sabu Liae).

Sementara di Kabupaten Kupang, peninjauan difokuskan di Desa Bipoli dan Oetata, Kecamatan Camplong, yang telah dikelola oleh PT Garam.

Selain potensi alam, aspek sosial-budaya, kejelasan status lahan dan kesiapan infrastruktur, juga menjadi pertimbangan penting dalam menentukan kelayakan pengembangan lahan garam terintegrasi di Nusa Tenggara Timur.

Peninjauan itu merupakan awal dari langkah konkret KKP dalam membangun model ekstensifikasi tambak garam di wilayah-wilayah strategis agar mampu memenuhi target kebutuhan nasional.

"Hasil peninjauan ini akan melengkapi analisis dan evaluasi KKP dalam menentukan lokasi pembangunan modeling garam dengan skema ekstensifikasi," ucapnya.

Baca juga: Indonesia dan Denmark membahas teknologi perikanan berkelanjutan

Lebih lanjut, dia mengatakan pembangunan modeling ekstensifikasi bertujuan untuk meningkatkan produksi dan kualitas garam lokal dalam mewujudkan swasembada garam di tahun 2027.

Kebutuhan garam nasional per tahunnya mencapai 4,9 juta - 5 juta ton untuk konsumsi, industri, peternakan dan perkebunan, water treatment, hingga pengeboran minyak.

Baca juga: KKP menangani seekor paus terdampar di NTT

"Pengelolaan model ini akan melibatkan pemerintah pusat, pemda dan pelaku usaha melalui skema ekonomi yang disepakati," imbuh Koswara.

Sebelumnya Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menekankan pentingnya lompatan nyata untuk memajukan industri garam nasional agar semakin mandiri dan berdaya saing tinggi.

Selain pembangunan modeling ekstensifikasi, produktivitas garam nasional juga akan didongkrak oleh strategi intensifikasi yakni memaksimalkan tambak garam rakyat yang sudah ada.

Pewarta :
Editor: I Komang Suparta
COPYRIGHT © ANTARA 2025

Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.