Surabaya (ANTARA) - Di tengah dunia yang akseleratif, disruptif, dan kerap goyahnya tata nilai, regenerasi kepemimpinan menjadi ikhtiar yang tak bisa ditangguhkan. Generasi muda kini menghadapi realitas sosial yang kompleks, dengan derasnya informasi, ketatnya kompetisi, dan merosotnya pondasi moral. Dalam lanskap seperti ini, kaderisasi tak lagi cukup hanya berupa pelatihan singkat, tetapi harus menjadi ikhtiar peradaban dengan proses berkelanjutan yang melahirkan insan-insan tangguh secara moral, intelektual, dan sosial.
Namun, idealisme perkaderan kerapkali terjebak dalam keterbatasan dana. Ketergantungan pada donasi musiman dan anggaran jangka pendek membuat gerakan mudah rapuh dan sulit berkelanjutan. Di sinilah kehadiran Dana Abadi Perkaderan (DAP) menjadi suatu keniscayaan. DAP bukan sekedar solusi keuangan jangka panjang, melainkan sebagai pijakan strategis untuk meneguhkan ukhuwah, menjaga keberlanjutan, membangun ekosistem perkaderan berdampak, dan mampu menyemai keberkahan.
Pilar Ukhuwah
Dana abadi perkaderan (DAP) adalah bentuk filantropi produktif. Pokoknya dijaga tetap lestari, sementara hasil pengembangannya digunakan untuk mendanai aktivitas perkaderan. Model ini telah proven dalam menopang universitas-universitas kelas dunia seperti Harvard, Yale, MIT, dan Stanford, juga ITS yang kini mengembangkan Lembaga Pengelola Dana Abadi (LPDA) sebagai instrumen strategis menuju kampus merdeka finansial. Namun, lebih dari itu, dalam konteks kaderisasi, DAP adalah perwujudan ukhuwah lintas generasi, sekaligus menjadi pilar ukhuwah yang menyatukan semangat berbagi, rasa memiliki, dan kepedulian yang tak lekang oleh waktu.
Ketika alumni dengan tulus menyisihkan sebagian hartanya demi menjamin keberlangsungan kaderisasi, yang mereka tanam bukan sekedar donasi, melainkan benih kebaikan yang tumbuh dalam diam dan berbuah dalam keabadian. Dalam sabda Rasulullah SAW (HR. Muslim No. 1893), “Barangsiapa menunjukkan kepada suatu kebaikan, maka baginya pahala seperti orang yang melakukannya.” Maka setiap rupiah yang diberikan, setiap niat yang dititipkan, menjadi bagian dari rantai kebaikan yang tak terputus. Inilah hakikat meneguhkan ukhuwah, yakni saling menguatkan dalam senyap, merawat akar perjuangan agar tetap menghunjam dan tak tercerabut oleh zaman. Dari akar itulah, akan tumbuh insan-insan cita, dengan penciri akademis yang jernih pikirnya, pencipta yang jujur nuraninya, pengabdi yang ikhlas baktinya, serta bernafaskan Islam dan bertanggung jawab atas terwujudnya masyarakat adil dan makmur yang diridhai Allah SWT.
Inspirasi Peradaban Wakaf
Gagasan dana abadi (endowment fund) bukan hal baru dalam tradisi Islam. Universitas Al-Qarawiyyin di Fez, Maroko, yang didirikan pada tahun 859M oleh Fatima al-Fihri, adalah contoh paling nyata. Didirikan sepenuhnya dengan dana wakaf, lembaga ini menjadi universitas tertua di dunia yang masih beroperasi. Hingga kini, Al-Qarawiyyin tetap bertahan tanpa bergantung pada negara atau pasar. Wakafnya menghidupi sistem pembelajaran, kaderisasi ulama, dan pengembangan masyarakat selama lebih dari 1.100 tahun, menjadi sebuah warisan hidup dari peradaban wakaf yang menginspirasi.
Kita bisa belajar banyak dari Universitas Al-Qarawiyyin. Lembaga ini membuktikan bahwa sebuah gerakan, baik di bidang pendidikan, sosial, keagamaan maupun perkaderan, hanya bisa bertahan lama jika punya kekuatan dana sendiri dan tetap memegang teguh nilai-nilainya. Konsep Dana Abadi Perkaderan (DAP) ini diharapkan menjadi salah satu bentuk baru dari semangat tersebut, yang menggabungkan semangat keikhlasan dalam memberi dengan cara pengelolaan yang terencana, profesional, dan akuntabel.
Menjawab Tantangan Kaderisasi
Di Indonesia, problem klasik perkaderan sering bersumber dari kendala pembiayaan. Banyak program pelatihan kepemimpinan, beasiswa kader muda, hingga aktivitas intelektual dan dakwah, kerap tertunda karena ketiadaan dana. Ketergantungan pada iuran atau donatur insidental menjadikan proses kaderisasi rapuh dan tidak berkelanjutan. Padahal kaderisasi bukan urusan proyek, melainkan proses lintas dekade yang harus dirancang secara visioner dan berdimensi jangka panjang.
Membangun dana abadi bukan berarti cukup dengan berinfaq hanya sekali, melainkan tentang menciptakan sistem keberkahan yang terus mengalir tanpa henti. Dalam Islam, shodaqoh jariyah adalah amal unggul yang tak putus, bahkan setelah kita tiada. Dalam konteks ini, dana abadi bukan hanya amal finansial, tapi juga amal institusional, yang menjadi jembatan dari nilai ke tindakan, dan dari idealitas ke realitas, sebuah cara menyemai keberkahan yang terus hidup di balik setiap kontribusi yang ditanamkan hari ini.
Tata Kelola Akuntabel
Namun, seperti halnya wakaf klasik, dana abadi modern hanya akan berhasil jika dikelola secara profesional. Diperlukan tata kelola yang transparan, prinsip investasi yang hati-hati (prudent), serta sistem pelaporan yang akuntabel. Skema 3P (Pengumpulan, Pengembangan, dan Pemanfaatan) perlu dikawal dengan nilai keikhlasan dan sistem audit yang kuat.
ITS melalui LPDA, bersama lembaga sejenis seperti PUSPAS (Pusat Pengelolaan Dana Sosial) Universitas Airlangga telah menunjukkan best practices dalam mengelola dana abadi. Keduanya membuktikan bahwa integritas kelembagaan dan manajemen risiko dapat berjalan seiring dengan nilai-nilai filantropi. Dana abadi bukan milik segelintir elite, melainkan merupakan tanggung jawab kolektif seluruh ekosistem kader dan alumni dalam setiap organisasi.
Menumbuhkan Peradaban
Pada akhirnya, rintisan Dana Abadi Perkaderan (DAP) diharapkan menjadi pondasi untuk mencetak pemimpin masa depan. Ia bukan hanya menyelamatkan organisasi dari krisis keuangan, tapi juga menjadi ruang tumbuhnya nilai, ilmu, dan integritas.
Marilah kita wujudkan impian besar bersama ini, laksana pohon yang AKAR-nya menghujam bumi melambangkan organisasi dengan tata nilai dan tata kelola yang mantap, BATANG-nya menjulang ke langit merefleksikan semangat insan cita, BUNGA-nya merekah indah menyimbolkan optimisme kader, BUAH-nya lebat merepresentasikan kesuksesan kaderisasi berdampak bagi kemaslahatan umat dan bangsa. Sejatinya setiap tetes hasil investasi dana abadi adalah bagian dari mozaik besar perjuangan untuk keberlanjutan mata air perkaderan yang menumbuhkan peradaban dan senantiasa berharap diridhai Allah SWT.
*) Penulis adalah Direktur Lembaga Pengelola Dana Abadi (LPDA) Periode 2022-2024 dan Wakil Rektor II Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS)
