PEMONDOKAN DI MEKKAH DAN MADINAH MASALAH KRUSIAL HAJI MENDATANG

id



Jakarta (ANTARA) - Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umroh, Slamet Riyanto mengakui bahwa persoalan pondokan bagi jemaah haji pada tahun mendatang masih menjadi masalah krusial.

"Jika ini (pondokan di Mekkah dan Madinah, red) bisa diselesaikan lebih awal, tentu persoalan besar sudah dapat diatasi bagi penyelenggaraan ibadah haji," katanya di Jakarta, Kamis malam.

Ia menjelaskan itu terkait evaluasi nasional penyelenggaraan ibadah haji pada musim haji 1430H/2009M lalu. Persoalan penyelenggaraan ibadah haji dari tahun ke tahun yang menyerap perhatian besar adalah pada persoalan pondokan disamping transportasi.

Jika saja pondokan teratasi, secara otomatis pula persoalan transportasi sedikit teratasi, katanya.

Pada penyelenggaraan haji tahun silam, pondokan di Mekkah paling jauh 7 km. Untuk musim haji mendatang, Kementrian Agama menargetkan paling jauh 4 km. "Ini bukan persoalan mudah, karena haji berkaitan dengan kebijakan negara tuan rumah," ia mengatakan.

Untuk itulah, seperti dikemukakan Menteri Agama Suryadharma Ali, tim perumahan sudah harus bergerak cepat pada bulan ini. Tim perumahan sudah terbentuk dan paling lambat Maret 2010 sudah harus datang ke tanah suci untuk menyelesaikan kontrak bagi pemondokan jemaah haji tahun mendatang.

Dewasa ini, menurut Menag, penggusuran dan perluasan Masjidil Haram masih terus berlangsung. Sejumlah bangunan termasuk hotel terkena digusur guna memberikan kenyamanan bagi jemaah haji dari seluruh dunia.

Dengan demikian, persaingan untuk mendapat pondokan bagi jemaah haji dari tiap negara semakin ketat. Indonesia harus mengerahkan tim perumahan agar mendapatkan perumahan lebih dekat lagi dengan Masjidil Haram, termasuk untuk kawasan Markaziah, Madinah.

Pada musim haji lalu, jemaah Indonesia bisa berada menempati ring I sebanyak 30 persen dari 210 ribu jemaah haji Indonesia. Sebanyak 70 persen berada di ring II yang berjarak paling jauh 7 km. Untuk tahun mendatang, diharapkan 27 persen jemaah haji Indonesia bisa menempati ring I di Makkah. "Ini yang kita harus perjuangkan, kendati tasyrih yang digunakan masih tahun lalu," kata Slamet Riyanto.

Soal tasyrih (izin) ini, menurut Slamet, kadang juga menjadi persoalan lantaran rumah yang didapat lebih awal. Ketika akan digunakan, pemerintah setempat mengeluarkan aturan perizinan baru yang mengharuskan pemilik bangunan melengkapi persyaratan tertentu.

Seperti tahun lalu, bangunan harus menggunakan tangga darurat dan lift dengan persyaratan tertentu. Padahal saat itu, bangunan sudah dikontrak. "Di sinilah, sebagai tamu di negara lain, kita harus pandai menyesuaikan diri," kata Dirjen PHU.

Hal lain yang tak kalah mewnyedot perhatian adalah persoalan katering. Ada yang minta dalam bentuk kotak, ada yang minta disuguhkan secara transparan. Belum lagi menyangkut selera dan rasa. Karena itu, ia berharap, ke depan, juru masak harus lebih banyak didatangkan dari tanah air agar jemaah dapat terpuaskan di tanah suci.

Untuk tahun ini, menurut Slamet Riyanto, ada persoalan yang menonjol setelah diberlakukannya paspor hijau bagi jemaah Indonesia. Yaitu, banyaknya jemaah haji non-kuota terlantar di tanah suci. Ini merupakan dampak dari kebijakan paspor coklat sudah dihapus sebagai akibat diberlakukannya paspor hijau atas permintaan Arab Saudi.

Ribuan jemaah haji non-kuota terlantar di tanah suci. Panitia penyelenggara ibadah haji harus mengurusi mereka itu. Ini sebagai akibat adanya oknum tak bertanggung jawab sehingga pemerintah pun harus turun tangan.

Ke depan, soal haji non-kuota ini akan ditertibkan dengan cara mengajak pihak imigrasi dan kementrian luar negeri memperketat pengeluaran paspor. Kebanyakan haji non-kloter yang terlantar itu berasal dari Madura, Nusa Tenggara Barat dan Kalimantan Selatan, kata Slamet. (*)