Pimpinan KPK kirim surat mengajukan usulan revisi UU Pemberantasan Korupsi

id korupsi,kpk,undang-undang tipikor

Pimpinan KPK kirim surat mengajukan usulan revisi UU Pemberantasan Korupsi

Ketua KPK Agus Rahardjo dan Wakil Ketua KPK Laode M Syarif berbicara dalam diskusi "Menggagas Perubahan UU Tipikor: Hasil Kajian dan Draf Usulan" di gedung KPK Jakarta, Kamis (19/12). (Desca Lidya Natalia)

Jakarta (ANTARA) - Pimpinan KPK hari Kamis mengirimkan surat untuk mengajukan usulan revisi UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) ke pemerintah dan DPR.

"Hari ini pimpinan berlima tulis surat ke Presiden dan DPR untuk memasukkan usulan draf UU Tipikor ini sebelum kami meninggalkan kantor KPK, permintaan kami ke semua pihak media, para ahli, masyarakat ikut mengawal rancangan ini supaya bisa dibahas Prolegnas (Program Legislasi Nasional) DPR 2020," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Kamis.

Agus menyampaikan hal tersebut dalam diskusi terbuka "Menggagas Perubahan UU Tipikor: Hasil Kajian dan Draf Usulan". KPK sendiri sudah membuat Kajian Akademis UU Tipikor yang akan diserahkan ke Kementerian Hukum dan HAM serta DPR.

"Draf dan kajian ini sangat penting bagi perjalanan bangsa ke mana membawa Indonesia pada waktu yang akan datang. Mari kita kaji agar bisa dilihat secara jernih," ungkap Agus.

Salah satu isi kajian adalah menggagas pengaturan tambahan terhadap delik-delik yang belum diatur dalam UU Tipikor namun direkomendasikan oleh "United Nation Convention Against Corruption" (UNCAC), di antaranya penyuapan pejabat publik asing dan pejabat organisasi internasional, penyuapan di sektor swasta, perbuatan memperdagangkan pengaruh, dan memperkaya diri secara tidak sah.

"Apakah permintaan kami akan didengar, kita berharap yang terbaik, selemah-lemahnya iman kita berharap seperti RUU KUHP yang kemarin ditunda pengesahannya agar tindak pidana khusus di luar KUHP yaitu korupsi dapat diatur di sini," kata Wakil Ketua KPK Laode M Syarif yang juga hadir dalam acara tersebut.

Laode juga berharap agar rancangan UU yang akan dibahas di DPR termasuk "omnibus law" yang ingin diajukan pemerintah untuk menyatukan 84 UU juga dilengkapi dengan naskah akademik.

"Sekarang kita ribut-ribut 'omnibus law' yang dibahas pemerintah kita harap ada naskah akademiknya juga, jangan tiba-tiba keluar, siapa timnya yang melakukan setelah saya baca timnya kebanyakan dari perusahaan, perwakilan pemerintah dan rektor-rektor bukan ahli hukum jadi perlu diperjelas agar 'omnibus law' tidak menjadi alat berlindung korporasi dengan niat yang tidak baik," tambah Laode.

Sejumlah perubahan yang diusulkan KPK misalnya korupsi melawan hukum yang dapat memperkaya diri sendiri dan orang lain yang merugikan keuangan negara tadinya ada di pasal 2 dan pasal 3 disatukan ke dalam satu pasal dan dipidana paling singkat empat tahun paling lama 20 tahun atau seumur hidup dengan kewajiban membayar uang pengganti. Selanjutnya bila dilakukan pejabat publik maka pidana minimal menjadi enam tahun dan paling lama 20 tahun atau seumur hidup. Selanjutnya bila kerugian negara kurang dari Rp50 juta maka hakim dapat menjatuhkan pidana penjara di bawah ancaman minimum.

Selanjutnya pasal 11 mengatur mengenai setiap orang yang menjanjikan, menawarkan, atau memberikan, baik secara langsung maupun tidak langsung, suatu keuntungan yang tidak semestinya kepada Pejabat Publik atau seseorang, agar Pejabat Publik atau seseorang tersebut menyalahgunakan pengaruh yang dimilikinya atau dianggap dimilikinya, dengan maksud untuk memperoleh suatu keuntungan yang tidak semestinya dari administrasi pemerintahan atau kekuasaan umum, untuk kepentingan dirinya sendiri atau orang lain, dipidana dengan pidana penjara paling singkat satu tahun dan paling lama lima tahun dan pidana denda paling sedikit Rp1 miliar dan paling banyak Rp5 miliar.

Sedangkan perkara suap yang diatur di pasal 12 ancaman paling singkat adalah empat tahun dan paling lama 20 tahun dan penambahan denda paling sedikit Rp3 miliar dan paling banyak Rp15 miliar.

Selanjutnya pasal 13 mengatur mengenai pejabat publik yang kekayaannya bertambah dengan signifikan, dan tidak dapat dijelaskan secara masuk akal dikaitkan dengan pendapatannya yang sah, dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp1 miliar.