Bandarlampung, Lampung (ANTARA) - Bank Indonesia (BI) terus mencermati tren penurunan kualitas penyaluran kredit kepada UMKM secara regional dan nasional agar ke depan tak berdampak negatif terhadap daya tahan perekonomian Indonesia.
Kepala Perwakilan Bank Indonesia (BI) Provinsi Lampung Bimo Epyanto mengamini bahwa rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) UMKM cenderung meningkat yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi yang kurang menguntungkan belakangan ini.
"Ini yang tentu kami amati, kami cermati, supaya jangan sampai (penurunan kualitas kredit UMKM) ini berlangsung terlalu lama, karena bagaimana pun juga ini nanti akan menurunkan daya tahan ekonomi kita. Harapan kita kan tidak seperti itu," kata Bimo dalam sesi wawancara bersama media di Bandarlampung, Lampung, yang dikutip Kamis.
BI terus memantau perkembangan penyaluran kredit UMKM agar tidak mengganggu stabilitas sistem keuangan, terutama di sektor riil yang menjadi tulang punggung ekonomi masyarakat.
Meski demikian, berdasarkan diskusi bank sentral melalui Kantor Perwakilan (KPw) BI dengan industri perbankan di Provinsi Lampung, Bimo menyampaikan bahwa perbankan tetap menunjukkan optimisme terhadap prospek penyaluran kredit, khususnya pada sektor-sektor utama di wilayah tersebut.
Sektor pertanian seperti kopi, kakao, dan padi di Provinsi Lampung saat ini menikmati tren harga komoditas yang positif dan diprediksi bertahan hingga akhir tahun.
"Kinerja sektor-sektor utama, yang juga banyak dibiayai oleh perbankan, itu masih diperkirakan masih tumbuh positif, sehingga perbankan masih optimis, khusus untuk yang kredit-kredit ini (ke sektor pertanian di Lampung)," kata Bimo.
Namun, sikap perbankan terhadap kredit, termasuk UMKM, tetap dilandasi prinsip kehati-hatian. Mereka cenderung lebih selektif dalam menilai calon debitur dan hanya menyalurkan kredit kepada pelaku usaha dengan kinerja usaha yang kuat dan prospektif.
"Jadi, tetap ada kehati-hatian di sisi perbankannya," ujar Bimo.
Berdasarkan data Statistik Perbankan Indonesia (SPI) Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total baki debet UMKM per Maret 2025 mencapai Rp1.496,79 triliun naik 1,94 persen year on year (yoy) dari Rp1.468,2 triliun.
Adapun berdasarkan wilayah, baki debet UMKM di Provinsi Lampung tercatat meningkat 3,04 persen yoy dari Rp30,39 triliun per Maret 2024 menjadi Rp31,32 triliun per Maret 2025.
Secara tahunan, rasio kredit bermasalah (NPL) UMKM nasional meningkat 16 basis point (bps) dari 3,98 persen per Maret 2024 menjadi 4,14 persen dengan total kredit bermasalah mencapai Rp61,98 triliun per Maret 2025.
Terkait dengan dukungan kepada UMKM, BI sendiri melalui setiap Kantor Perwakilan (KPw) di seluruh Indonesia turut aktif mendorong pengembangan UMKM melalui berbagai program termasuk Industri Kreatif Syariah Indonesia (IKRA).
Baca juga: Kementerian UMKM berkomitmen tumbuh mengembangkan UMKM
Kepala Departemen Ekonomi & Keuangan Syariah (DEKS) BI Imam Hartono menjelaskan IKRA merupakan program pemberdayaan usaha syariah terutama sektor makanan halal dan modest fashion yang berbasis komunitas dan bersifat end-to-end. Tujuannya untuk menciptakan pelaku usaha syariah yang bisa berdaya saing di pasar halal domestik maupun global.
"Kami memanfaatkan 46 KPw dalam negeri untuk mengembangkan IKRA. Jadi Bank Indonesia itu terlibat mulai dari sejak proses seleksi, kemudian dipilih, kemudian dikurasi, setelah kurasi kemudian di-bootcamp atau pengembangan kapasitas dan diikutkan di berbagai promosi perdagangan," kata Imam.
Baca juga: BCA targetkan membantu UMKM terbitkan 2.000 sertifikasi halal
Adapun pada 21-25 Juni 2025, BI menyelenggarakan Festival Ekonomi Syariah (FESyar) Sumatera dengan acara puncak diadakan di Bandarlampung, Provinsi Lampung. Pada gelaran ini, terdapat 210 UMKM yang terlibat dalam FESyar 2025.
BI mencatat eksposur FESyar Sumatera dalam mempromosikan ekosistem halal kepada masyarakat mendapatkan animo yang cukup tinggi dengan total pengunjung dan audience mencapai 45.006 orang.
Hingga Selasa (24/6/2025), tercatat penjualan selama FESyar Sumatera mencapai Rp1,7 miliar, komitmen temu bisnis penjualan Rp3,6 miliar serta fasilitasi pembiayaan bersinergi dengan OJK dan Asbisindo Provinsi Lampung Rp7,13 miliar.