Frekuensi konflik gajah-manusia meningkat, 38 ekor gajah mati

id konflik gajah-manusia,Gajah,Manusia,Mati

Frekuensi konflik gajah-manusia meningkat, 38 ekor gajah mati

Ilustrasi - Gajah Sumatera (ANTARA/Irwansyah Putra)

Banda Aceh (ANTARA) - Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mencatat frekuensi konflik antara gajah liar Sumatera dengan masyarakat di provinsi paling Barat Indonesia terus meningkat dalam kurun waktu lima tahun terakhir, dan bahkan 38 ekor gajah mati.

Kepala BKSDA Aceh, Agus Arianto mengatakan konflik satwa liar dengan manusia tersebut terjadi tidak terlepas dari habitatnya yang semakin terganggu.

Menurut dia, habitat gajah semakin berkurang, bahkan sebanyak 85 persen populasinya telah berada di luar kawasan konservasi, dan juga ada yang di luar kawasan hutan.

"Konflik satwa tidak terlepas habitat sudah terganggu,” katanya dalam diskusi bertema Gajah Sumatera Nasibmu Kini, yang digelar Forum Jurnalis Lingkungan (FJL) di Banda Aceh, Kamis.

Dia menyebutkan, berdasarkan data konflik gajah liar dibAceh dalam kurun waktu lima tahun terakhir terus mengalami peningkatan.

Menurutnya, pada 2016 tercatat sebanyak 39 kali konflik satwa bertubuh besar itu dengan manusia. Kemudian pada 2017 terdapat sebanyak 103 kali konflik, dan sempat turun di 2018 menjadi 73 kali konflik, hingga akhirnya kembali naik menjadi 107 konflik kali pada 2019.

"Konflik satwa semakin meningkat selama lima tahun terakhir. Meningkat ini juga ditambah tidak ada strategi khusus penanganan konflik,” ujarnya.

Sedangkan data kematian gajah tercatat dari 2016 hingga 2020 terdapat 38 ekor gajah mati, penyebabnya sebanyak 74 persen karena konflik, kemudian 14 persen karena perburuan, dan 12 persen mati alami.

“Harapan saya kedepan dapat kita sosialisasikan agar dapat meminimalisir konflik gajah,” katanya.

Sementara itu, Kepala Bidang Perlindungan dan Konservasi Sumber Daya Alam Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Aceh, Muhammad Daud mengatakan tidak benar pembiaran terhadap perlindungan satwa liar provinsi setempat.

Ia menambahkan, Pemerintah Aceh bahkan telah membuat sejumlah regulasi, termasuk qanun (Perda) tentang pengelolaan satwa liar yang masih menunggu penomoran dari Kemendagri RI.

“Tidak benar ada pembiaran, pemerintah sudah membuat sejumlah regulasi,” ujarnya.

Bahkan, kata dia pemerintah sangat berkomitmen untuk terus menjaga hutan Aceh seluas 3,5 juta hektar. Karena dengan menjaga hutan dapat mencegah terjadinya konflik satwa dilindungi.