Pengamat: Pemprov NTB Rugi Beli Saham Newmont

id Divestasi Newmont

Pengamat: Pemprov NTB Rugi Beli Saham Newmont

Sejumlah alat berat melakukan aktivitas penambangan di lubang tambang milik PT Newmont Nusa Tenggara Barat, di Batu Hijau, Kecamatan Sekongkang, Kabupaten Sumbawa Barat. (Foto AntaraMataram/Ahmad Subaidi) (1)

"Telaah yang saya maksud adalah bagaimana tren keuntungan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) ini ke depan harus dikaji secara matang dan bagaimana manfaat yang telah dirasakan oleh daerah dari konsorsium PT Daerah Multi Bersaing (DMB), dan PT Multicapita
Mataram (Antara NTB) - Pengamat Ekonomi dari Universitas Mataram Dr M Firmansyah menyarankan Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat perlu menelaah lebih jauh untung dan rugi memiliki saham perusahaan tambang milik PT Newmont Nusa Tenggara.

"Telaah yang saya maksud adalah bagaimana tren keuntungan PT Newmont Nusa Tenggara (NNT) ini ke depan harus dikaji secara matang dan bagaimana manfaat yang telah dirasakan oleh daerah dari konsorsium PT Daerah Multi Bersaing (DMB), dan PT Multicapital selama menguasai 24 persen saham PT NNT sejak 2009," katanya di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Selasa.

Ia mengatakan Pemprov NTB menyatakan siap mengambil alih saham tujuh persen sisa divestasi terakhir PT Newmont. Bila kembali mengantongi tujuh persen saham itu, maka 31 persen PT NNT menjadi milik pemerintah.

Menurut Ketua Komisi Ekonomi Dewan Riset Daerah (DRD) NTB, ini bila tidak memberi dampak signifikan pada daerah, sebaiknya Pemprov NTB tidak usah membeli sisa saham divestasi tersebut.

"Ada banyak pembiayaan lain yang perlu dipikirkan NTB ke depan, khususnya menghadapi perdagangan bebas Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)," ujarnya.

Firmansyah mengatakan, Pemprov NTB harus lebih fokus membangun sektor lain bila punya banyak uang.

"Saya pikir Pemprov NTB lebih baik membesarkan badan usaha milik daerah (BUMD) bila ingin serius membangun bisnis," ucap Ketua Pusat Kajian Ekonomi Pembangunan (PKEP) Fakultas Ekonomi Universitas Mataram itu.

Ia mencontohkan Bank NTB yang saat ini berada pada posisi bank umum kegiatan usaha (Buku) I, yaitu modal dasar di bawah Rp1 triliun yang secara aturan serba terbatas melakukan operasi.

Bila banyak uang, kata Firmansyah, Bank NTB sebagai perusahaan daerah dapat melakukan "spin off" ke pembiayaan syariah karena kecenderungan transaksi syariah ke depan menjadi lebih besar.

Pemprov NTB juga bisa memperkuat BUMD untuk memproduksi berbagai produk unggulan daerah, sehingga dapat berkompetisi dalam perdagangan bebas.

"Saya kira sebaiknya pelan-pelan daerah mengurangi memperhatikan sektor pertambangan yang bersifat jangka pendek," ujarnya.

Pemprov NTB, lanjut Firmansyah, harus mulai berpikir membangun ekonomi jangka panjang untuk daerah ini.

"Sekali lagi bila banyak uang, perkuat sektor pertanian, pariwisata yang menjadi keunggulan daerah ini," katanya.  (*)