UU Pengampunan Pajak solusi kekurangan penerimaan negara

id UU Pajak

UU Pengampunan Pajak solusi kekurangan penerimaan negara

Anggota Komisi XI DPR RI H Willgo Zainar. (ANTARA NTB/Awaludin) (1)

"Diharapkan sekitar Rp165 triliun pendapatan negara kita masuk dari pintu pengampunan pajak ini"
Mataram (Antara NTB) - Anggota Komisi XI DPR RI dari Fraksi Partai Gerindra Willgo Zainar mengatakan Undang-Undang "Tax Amnesty" atau Pengampunan Pajak dibuat salah satunya sebagai solusi mengatasi kekurangan penerimaan negara sekitar Rp300 triliun pada 2016.

"Kekurangan penerimaan negara harus ditutup segera. Diharapkan sekitar Rp165 triliun pendapatan negara kita masuk dari pintu pengampunan pajak ini," kata Willgo Zainar, di Mataram, Selasa.

Rancangan Undang-Undang (RUU) Pengampunan Pajak disahkan menjadi undang-undang dalam rapat paripurna pada Selasa, 28 Juni 2016.

Namun, beberapa hari setelah disahkan, ada sejumlah pihak berencana melayangkan gugatan uji materi terhadap UU Pengampunan Pajak tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK) dengan beberapa alasan pelanggaran terhadap konstitusi atas pemberlakuan UU tersebut.

Salah satu alasannya adalah UU Pengampunan Pajak dianggap mengizinkan praktik legal pencucian uang.

Menurut Willgo, tidak ada masalah bila ada pihak tertentu yang akan uji materi terhadap UU Pengampunan Pajak yang baru beberapa hari disahkan oleh DPR.

Gugatan yang dilakukan oleh sekelompok orang tersebut sah-sah saja untuk memastikan apakah ada pertentangan atau tidak UU tersebut atau pasal tertentu dengan UUD 1945.

"Jadi biarlah MK yang akan menilainya nanti, apakah UU Pengampunan Pajak sudah sesuai atau ada pertentangan dengan UUD 1945? Dan ini langkah konstitusional yg baik, tidak perlu disikapi berlebihan," ucap Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Partai Gerindra NTB ini.

Meskipun nanti ada gugatan, kata dia, proses pelaksanaan UU Pengampunan Pajak tetap berjalan sesuai tahapannya oleh pemerintah. Sebab, UU ini sifatnya "lex specialist" (khusus) dan berlaku pendek hanya sampai dengan sekitar April 2017 (tahun pajak).

"UU Pengampunan Pajak ini hanya boleh ada satu kali saat ini saja, tidak boleh ada di masa yang akan datang lagi," kata Willgo.

Anggota Badan Anggaran DPR RI ini juga tidak ingin berandai-andai jika MK, nantinya mengabulkan gugatan para pihak yang keberatan dengan UU Pengampunan Pajak.

Namun demikian, bila kemudian MK mengabulkan sebagian atau seluruh permohonan penggugat, maka tentu pemerintah harus mengikuti putusan tersebut, sebab putusan MK bersifat mengikat dan final.

Willgo berharap ada kajian yang mendalam untuk dapat memutuskan perkara karena konteks saat ini pemerintah sedang benar-benar membutuhkan dana dari pengampunan pajak.

"Bila ini juga tidak berhasil maka mungkin APBN Perubahan 2016 jilid II yakni pemotongan anggaran kembali dan penjadwalan ulang beberapa program pembangunan yang sudah direncanakan pemerintah untuk rasionalisasi," katanya. (*)