Sumbawa Barat, NTB (ANTARA)- Sejumlah kawasan penyangga hijau di Sumbawa Barat, Provinsi Nusa Tenggara Barat, dilaporkan mengalami kerusakan parah akibat aktifitas penggalian untuk kepentingan proyek sejak sebulan terakhir.
"Kawasan penyanggah hijau bukan zona tambang galian. Sudah dua kali surat teguran yang kami layangkan tidak digubris," kata, Idham Khalid, pejabat pertambangan setempat, Selasa (28/9).
Pemerintah melalui Dinas ESDM dan Badan lingkungan hidup sejak sebulan yang lalu telah meminta agar aktifitas penggalian di zona kawasan hijau yang merusak lingkungan tadi segera dihentikan.
Apalagi kedua institusi resmi pemerintah itu menyatakan aktifitas galian tadi illegal serta melanggar peraturan pemerintah.
"Segera surat ketiga akan kami layangkan. Jika ini tidak digubris, terpaksa akan kami lakukan penertiban," ujarnya.
Sebelumnya, Sekretaris Badan Lingkungan Hidup Sumbawa Barat, Kusmayadi mengatakan, telah terjadi kerusakan lingkungan disepanjang jalan lintas Perbukitan Sebubuk, Kecamatan Taliwang.
Kawasan ini, kata dia, ditetapkan sebagai penyangga hijau pencegah erosi oleh pemerintah setempat melalui Peraturan Bupati (Perbup).
Sayang, berbagai pihak justru menilai dua institusi terkait tidak mampu bertindak tegas. Buktinya, meski kawasan terlarang untuk zona tambang galian C, oknum kontraktor dan pemilik lahan tetap saja melanjutkan aktifitasnya.
"Apalagi kejadian itu sudah berlangsung sebulan lebih. Harusnya mereka tegas dalam menghentikan aktiftas itu. Anda lihat sendiri kerusakan sudah sedemikian parah, tapi apa yang bisa dilakukan mereka," protes, Amiruddin Embeng, Sekretaris Komisi III DPRD Sumbawa Barat.
ESDM mengakui, penambangan sudah sedemikian luas. Sampai saat ini, pejabat setempat mengakui masih melakukan upaya persuasif terlebih dahulu.
Meski mengakui penanganan pemerintah berlangsung lamban, akan tetapi, Idham Khalid berjanji segera akan mengambil tindakan tegas.
Sebelumnya, protes akan upaya penambangan ini sudah berangsung lama. Puluhan petani yang sebagain lahannya berdekatan dengan lokasi penambangan tadi melancarkan protes kelokasi bahkan mendatangai DPRD Komisi III.
Selain dikhawatirkan menimbulkan polusi dan merusak lahan pertanian, aktifitas penambangan tadi dituding merusak saluran irigasi utama karena meningkatnya sedimentasi.
Diduga, penjagaan yang dilakukan orang sewaan kontraktor, menjadi alasan utama dua instansi pemerintah tadi, tidak langsung bertindak.(*)