CUKAI TEMBAKAU AGAR DAERAH SIAPKAN INDUSTRI ALTERNATIF

id

     Jakarta (ANTARA) - Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan bahwa bagi hasil cukai tembakau untuk daerah bertujuan agar daerah produsen mulai menyiapkan industri alternatif.

     "Dengan anggaran bagi hasil 2 persen untuk daerah (propinsi) itu dimaksudkan agar daerah bisa menyiapkan skenario baru," katanya.

     Menkeu menyatakan hal itu ketika memberikan keterangan pemerintah (diwakili Menkeu) dalam sidang Mahkamah Konstitusi (MK) terkait uji UU Nomor 39 tahun 2007 tentang Cukai di Gedung MKB Jakarta, Selasa.

     Uji UU tentang Cukai itu diajukan oleh Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Zainul Majdi yang meminta MK membatalkan Pasal 66 ayat (1) UU tentang Cukai karena bertentangan dengan Pasal 33 ayat (4) UUD 1945.

     Berdasar UU itu, bagi hasil cukai sebesar 2 persen hanya diberikan kepada daerah penghasil cukai hasil tembakau, sementara daerah penghasil tembakau tidak menerima bagi hasil.

     Lebih lanjut dalam keterangannya Menkeu mengatakan, dalam perkembangan ke depan, industri rokok akan semakin mendapatkan pandangan yang kritis dari masyarakat.

     "Karena itu mereka (daerah-daerah penghasil cukai hasil tembakau) harus mulai menyiapkan aktivitas-aktivitas ekonomi alternatif," katanya.

     Menkeu menyebutkan, pihaknya dapat memahami keinginan propinsi NTB yang juga ingin mendapatkan dana bagi hasil dari cukai hasil tembakau.

     "Yang disampaikan pemohon adalah masalah klasik dan akan terus berjalan, tidak hanya dialami NTB tetapi juga oleh daerah lain yang ingin mendapatkan dana lebih banyak dalam rangka mensejahterakan rakyat," katanya.

     Menurut Menkeu, jika pemohon menganggap bahwa bagi hasil sebesar 2 persen untuk daerah penghasil cukai hasil tembakau itu sebagai bentuk ketidakadilan, maka hal itu masuk ke ranah pemerintah (Depkeu) dan legislatif.

     "Bukan merupakan wilayah kewenangan pengujian UU terhadap Konstitusi, tapi lebih dalam konteks keadilan dalam pembagian pendapatan antara pusat dan daerah," kata Menkeu.  

     Setelah mendengarkan keterangan dari pemerintah dan pemohon, Ketua Majelis Hakim MK, Moh. Mahfud MD mengatakan, MK akan memberikan perkara bernomor 54/PUU-VI/2008 dalam waktu sekitar seminggu lagi.

     "Waktunya akan ditentukan kemudian tapi sekitar seminggu lagi," kata Machfud. (*)