Mataram (ANTARA) - Rabu (24/9) sekitar pukul 11.00 WITA, Gubernur Nusa Tenggara Barat HM Zainul Majdi, menggunting pita sebagai pertanda bahwa toko pangan lokal yang dikelola oleh Tim Penggerak PKK dan Dharma Wanita Provinsi tersebut resmi dibuka untuk umum.
Pembentukan toko yang menjual berbagai pangan lokal berbahan baku non beras dan terigu tersebut sebagai salah satu upaya Pemerintah Provinsi NTB dalam mendukung program nasional menuju ketahanan pangan.
Upaya menggalakkan pangan lokal kepada masyarakat tidak lepas dari semakin menipisnya cadangan pangan beras akibat relatif tingginya angka konversi lahan pertanian di Indonesia, setiap tahun termasuk di NTB, sedangkan jumlah konsumsi beras terus meningkat seiring bertambahnya jumlah penduduk.
Badan Ketahanan Pangan (BKP) NTB sebagai salah satu lembaga pemerintah yang diberikan amanah untuk mengatasi persoalan pangan dituntut untuk mampu mewujudkan program penganekaragaman konsumsi pangan, sehingga ketergantungan masyarakat terhadap beras bisa sedikit berkurang.
Perlahan tapi pasti, upaya untuk memasyarakatkan pangan lokal non beras mulai membuahkan hasil. Kini seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di lingkup Pemerintah Provinsi NTB mulai menerapkan menu pangan lokal non beras dan non terigu dalam setiap kegiatan.
Selain itu, sejumlah hotel berbintang diimbau untuk menyediakan menu pangan lokal berbahan baku non beras dan non terigu pada saat kegiatan pemerintahan yang digelar di hotel.
Sejumlah pengusaha kue juga diminta untuk mendukung program nasional menggalakkan penganekaragaman konsumsi pangan dengan memanfaatkan komoditas pertanian non beras seperti umbi-umbian, kacang-kacangan sebagai bahan baku kue yang diproduksinya.
Ranah pendidikan juga menjadi sasaran sosialisasi pengakearagaman konsumsi pangan. Sejumlah sekolah mulai dari tingkat SD hingga SMA di Kota Mataram, dijadikan 'pilot project' kurikulum pendidikan berbasis pangan lokal.
{jpg*2} Menurut Kepala BKP NTB Hj. Husnanidiaty Nurdin, upaya sosialisasi tentang manfaat pangan lokal hingga ke semua lini perlu dilakukan mengingat pangan lokal berbahan baku umbi-umbian, kacang-kacangan, buah dan sayuran merupakan pangan yang menyehatkan dan memberikan dampak positif terhadap tumbuh kembang kecerdasan otak anak karena memiliki kandungan gizi dan protein.
Salah satu kelompok umbi-umbian yang berkhasiat untuk kesehatan adalah ubi merah. Harganya yang murah bukanlah suatu alasan untuk menyepelekan keunggulannya.
Selain kaya serat, mengandung Vitamin A, Vitamin C, Vitamin E dan antioksidan (betakaroten), ubi merah juga mengandung asam folat dan Vitamin B6 (piridoksin).
Semakin merah semakin tinggi kandungan betakarotennya. Vitamin B dapat membantu meningkatkan performa kerja otak dan mempertajam daya ingat.
"Umbi-umbian juga aman dikonsumsi oleh pengidap diabetes karena kandungan karbohidrat kompleks dan seratnya tinggi. Umbi-umbian juga bisa membantu menurunkan kadar gula darah serta mengontrol berat badan," katanya.
Sementara kacang-kacangan memiliki energi yang berasal dari protein serta karbohidrat kompleks.
Kacang-kacangan kaya akan kandungan serat, vitamin dan mineral yang baik untuk otak karena mereka dapat mempertahankan energi dan kemampuan berpikir anak-anak.
Menurut hasil penelitian, kacang merah dan kacang pinto mengandung lebih banyak asal lemak omega 3 daripada jenis kacang lainnya — khususnya ALA – jenis asal omega-3 yang penting bagi pertumbuhan dan fungsi otak .
Sayuran dan buah seperti tomat dan bayam adalah sayuran yang kaya nutrisi dan sumber antioksidan yang akan membuat sel-sel otak kuat dan sehat.
Semua jenis pangan lokal tersebut relatif mudah diperoleh karena selain harganya yang relatif murah, masyarakat juga bisa membudidayakan dengan memanfaatkan pekarangan yang tersedia di lingkungan sekitarnya.
Dengan terus mengencarkan program diversifikasi pangan diharapkan skor pola pangan harapan (PPH) di NTB sebesar 80,3 pada 2013 mendatang bisa tercapai, sehingga konsumsi pangan penduduk NTB tidak bertumpu pada beras.
Sosialisasi ke wisawatan
Semua jenis kelompok pangan lokal non beras dan non terigu tersebut terus digalakkan tingkat konsumsinya oleh BKP NTB, tidak saja pada tataran masyarakat lokal tetapi juga wisatawan mancanegara yang menjadi peserta "Rally Sail Indonesia" di Pantai Medana, Lombok Utara.
Puluhan wisatawan dari Eropa dan Asia tersebut sangat mengapresiasi cita rasa pangan lokal daerah itu setelah diberikan kesempatan untuk mencicipi sekaligus mempraktikkan bagaimana cara membuat pangan lokal khas NTB.
Para wisatawan mancanegara yang ikut terlibat dalam "cooking class" atau demo membuat pangan lokal NTB, juga mengaku sangat menikmati rasa pangan lokal NTB seperti "urap" (sayuran yang dicampur parutan kelapa yang sudah diberi bumbu) sate pusut dan sate ikan laut khas Lombok Utara.
Husnanidiaty mengatakan, kegiatan demo membuat pangan lokal yang digelar di lokasi berkumpulnya para pelaut yang tergabung dalam "Rally Sail Indonesia" 2010 itu, merupakan salah satu upaya memperkenalkan keberagaman pangan Indonesia, khususnya di NTB.
Upaya memperkenalkan keberagaman pangan lokal NTB kepada wisatawan luar negeri, tidak hanya dilakukan pada kesempatan ini saja, tetapi akan terus berlanjut pada sejumlah kegiatan internasional lainnya.
"Memperkenalkan keanekaragaman pangan lokal juga menjadi salah satu cara untuk mewujudkan satu juta wisatawan dalam 'Visit Lombok Sumbawa 2012' yang sudah dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi NTB," katanya.
Peluang ekonomi
Gerakan penganekaragaman konsumsi pangan, menurut Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamukti dinilai mampu menciptakan peluang ekonomi terhadap pangan non beras.
Kementerian Pertanian mengungkapkan potensi ekonomi pangan non beras diperkirakan mencapai Rp6 triliun per tahun sehingga layak dikembangkan sebagai kegiatan usaha.
Selama ini masyarakat maupun pelaku usaha masih memandang pangan non beras seperti jagung, singkong, ubi, ganyong, talas ataupun sagu sebagai sebagai makanan "inferior" dibandingkan beras.
Oleh karena itu, komoditas pangan tersebut secara ekonomi dinilai tidak layak dikembangkan karena tidak akan memberikan keuntungan.
"Padahal dari hasil penelitian penggantian konsumsi beras dengan komoditas pangan lain dalam sehari ternyata mampu menggerakan perekonomian hingga Rp5 miliar dari pangan non beras," katanya.
Jika uang sebanyak Rp6 triliun itu dimanfaatkan untuk membeli sagu, suku, ubi jalar, ubi kayu, pisang, hotong dan lain-lain akan menciptakan ekonomi baru diluar beras terhadap komoditi-komoditi itu yang tentu saja petani yang diuntungkan.