Mataram, 16/1 (ANTARA) - Sejak 1 Januari 2011, Indonesia resmi menjadi Ketua Perserikatan Negara-negara di Asia Tenggara (ASEAN).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pun telah menyampaikan soal posisi Indonesia di ASEAN, pada penutupan Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke-17 ASEAN, di Hanoi Vietnam, 30 Oktober 2010, yakni "ASEAN Community in a Global Community of Nations".
Indonesia pernah menjadi Ketua ASEAN pada 2003, dan ketika kembali menjadi Ketua ASEAN di 2011, Indonesia mengambil inisiatif untuk menjadikan ASEAN sebagai sebuah komunitas, dari sebuah asosiasi menjadi komunitas bangsa-bangsa.
Bagi Indonesia, ASEAN telah dan akan tetap menjadi bagian terpenting dalam kebijakan luar negerinya.
ASEAN adalah keluarga, tetangga, rumah, dan masa depan Indonesia, sehingga Indonesia akan terus bangkit bersama ASEAN sebagai satu kesatuan.
Pembentukan komunitas ASEAN itu telah mencerminkan semangat kolektif negara-negara Asia Tenggara untuk meningkatkan kerja sama di berbagai bidang, antara lain ditujukan untuk mengembangkan kawasan Asia Tenggara yang damai, stabil, sejahtera dengan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Tujuan lainnya yakni meningkatkan peran ASEAN di percaturan global, yang manfaatnya akan dicapai pada tahun 2015.
Namun, pembentukan komunitas ASEAN itu juga sekaligus memperbesar tanggungjawab ASEAN yang tentunya harus memperkuat kontribusi kolektifnya dalam penanganan berbagai isu dan tantangan global.
ASEAN sesungguhnya telah didirikan sejak 8 Agustus 1967, dan sejak itu ASEAN pun telah memberikan kontribusi nyata bagi kawasan Asia Tenggara disertai berbagai perubahan.
Perubahan besar terjadi dalam kehidupan ASEAN semenjak pemberlakuan Piagam ASEAN terhitung 15 Desember 2008.
Salah satu perubahan yang dapat dirasakan yakni terciptanya suasana yang relatif damai dalam suasana kondusif untuk melaksanakan pembangunan politik, ekonomi dan sosial budaya di Asia Tenggara.
Berbagai perubahan itu diharapkan akan menghasilkan Komunitas ASEAN 2015 yang mampu mempertahankan stabilitas keamanan, mengatasi masalah ekonomi/keuangan dan mempertahankan pertumbuhan ekonomi yang dinamis.
Ketua Komite Wakil Tetap ASEAN yang juga dikenal dengan sebutan Dubes ASEAN dari Indonesia I Gede Ngurah Swajaya, menyebut tiga prioritas utama Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2011.
Prioritas itu yakni mempercepat implementasi tiga "blueprint" Komunitas ASEAN menuju pembentukan Komunitas ASEAN 2015, dan memperkuat peran ASEAN dalam membentuk arsitektur regional di kawasan Asia Pasifik dan mendorong terciptanya keseimbangan yang dinamis di kawasan.
Prioritas lainnya yakni lebih meningkatkan peran ASEAN di tingkat global sesuai tema ASEAN 2011 yakni "ASEAN Community in a Global Community of Nations".
"Ketiga prioritas tersebut dilandasi tujuan utama untuk menjadikan ASEAN sebagai organisasi yang bersifat 'people-centered' dan 'people-oriented'," ujarnya.
Sementara peluang dan tantangan menuju Komunitas ASEAN 2015 dan setelah 2015, menurut Ngurah Swajaya, berupa upaya mempertahankan stabilitas dan keamanan kawasan dari ancaman keamanan tradisional dan modern (non tradisional).
Upaya lainnya yakni menjadi ASEAN sebagai pasar tunggal dan basis produksi yang kompetitif dan "resilient" terhadap ancaman krisis keuangan dan ekonomi, dan memanfaatkan kerja sama ASEAN sebesar-besarnya demi kepentingan nasional (non-charity).
"Peluang dan tantangan lainnya yakni mempertahankan peranan ASEAN sebagai 'driving force' dalam pembentuikan arsitektur kawasan," ujar Ngurah.
Pelibatan masyarakat
Menyongsong era Komunitas ASEAN 2015 itu, negara-negara anggota ASEAN mulai melakukan persiapan di berbagai bidang untuk mendukung tiga pilar ASEAN yakni komunitas ekonomi, politik dan keamanan, serta sosial budaya.
Keterlibatan masyarakat selaku aktor dari komunitas ASEAN sekaligus penerima manfaat utama dari pembentukan komunitas tersebut, mutlak diperlukan. Partisipasi masyarakat hingga level akar rumput dipandang penting.
Setidak-tidaknya upaya tersebut sejalan dengan amanat Piagam ASEAN yang telah diratifikasi melalui Undang Undang Nomor 38 Tahun 2008 tentang Pengesahan Charter of the Association of the Southeast Asian Nations, pada 6 Nopember 2008.
Piagam ASEAN menetapkan ASEAN menjadi organisasi yang berpihak kepada masyarakat atau "people oriented organization".
Direktur Jenderal Informasi dan Diplomasi Publik Kementerian Luar Negeri (Kemlu) Andri Hadi, SH. mengatakan, masyarakat ASEAN harus menciptakan "we feeling" (rasa kekitaan) yang begitu penting dalam membentuk sebuah komunitas.
"Masyarakat ASEAN juga perlu menumbuhkan rasa saling menghormati dan solidaritas yang lebih besar sehingga ASEAN akan berkembang menjadi komunitas yang saling peduli dan berbagi," ujarnya, pada pada Media Workshop "Indonesia dan Komunitas ASEAN 2015" yang digelar di The Santosa Villas and Resort, di kawasan wisata Senggigi, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), Sabtu (15/1).
Media Workshop yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri itu merupakan bagian dari rangkaian pertemuan Menlu tingkat ASEAN atau ASEAN Ministerial Meeting (AMM) Retreat, yang dijadwalkan 15-17 Januari 2011, dan diikuti lebih dari 30 wartawan baik media cetak maupun elektronik, dan staf humas pemerintah daerah.
Panelisnya yakni Wakil Tetap RI untuk ASEAN Gede Ngurah Swajaya, Jurnalis Senior Sabam Siagian, dan Dosen Senior Fakultas Ekonomi Universitas Mataram DR Prayitno Basuki, MA.
Panelis lainnya yakni Direktur Mitra Wicara Antar Kawasan Jose Tavares, anggota Komite Ekonomi Nasional HS Dilon dan Executive Director Institute of Defense and Security Studies Universitas Indonesia Connie R. Bakrie.
Rangkaian kegiatan AMM Retreat lainnya yakni Pertemuan Pejabat Tinggi ASEAN yang digelar Sabtu (15/1), yang juga digelar di kawasan wisata Senggigi, Lombok Barat.
Sehari sebelumnya, digelar pertemuan Komite Wakil Tetap untuk ASEAN atau Committe of Permanent Representatives to ASEAN (CPR), juga di kawasan wisata Senggigi.
Pertemuan 10 Komite Wakil Tetap untuk ASEAN atau Dubes ASEAN itu untuk mempersiapkan berbagai hal yang diperlukan baik dari aspek ekonomi maupun sosial budaya, untuk ditindaklanjuti dalam pertemuan para Menlu tingkat ASEAN, yang sedang berlangsung hingga Senin (17/1).
Sepuluh orang Dubes ASEAN itu yakni Wilfridd Ullacorta dari Philipina, Manusui Srisodapol dari Thailand, Prasith Syayasith dari Lao PDR (Laos), Nguyen Duc Thang dari Vietnam, U Nyan Lynn dari Myanmar, Kan Pharidh dari Kamboja, Dato' Hsu King Bee dari Malaysia, Lim Thuan Kuan dari Singapura, Haji Abbas dari Brunei Darussalam, dan I Gede Ngurah Swajaya dari Indonesia.
Menurut Andri, penggunaan media massa dalam upaya mempromosikan ASEAN cukup efektif untuk menjaga kekinian ASEAN, sehingga diharapkan Media Workshop itu dapat menjadi wahana bagi upaya seluruh komponen bangsa untuk mendukung posisi Indonesia sebagai Ketua ASEAN 2011.
"Kami yakin para pemangku kepentingan media yang ada saat ini memiliki pengetahuan, teknologi, sumber daya, potensi jejaring, dan kemampuan bekerja bersama dalam dunia yang semakin terkoneksi dan terintegrasi, " ujarnya.
Media, kata Andri, juga bisa menawarkan alternatif solusi mengenai berbagai masalah-masalah global dan regional, serta memiliki potensi untuk menawarkan cara-cara kreatif untuk membantu pencapaian Komunitas ASEAN 2015.
Untuk itu, ia mengharapkan peran aktif media untuk menyampaikan manfaat dari kerja sama ASEAN kepada Indonesia dan rakyat Indonesia.
"Peran media dan partisipasi luas masyarakat akan sangat diperlukan untuk memelihara tatanan dan situasi kondusif di kawasan untuk perkembangan ASEAN ke depannya," ujarnya.
Manfaat bagi daerah
Dubes ASEAN dari Indonesia Ngurah Swajaya mengatakan, NTB menjadi tuan rumah pertama pertemuan Menlu tingkat ASEAN di Indonesia, semenjak Indonesia menjadi Ketua ASEAN di 2011.
Menlu dari negara-negara ASEAN itu bertemu di Pulau Lombok, NTB, guna membahas program kerja sama negara-negara ASEAN di masa mendatang.
"Dalam pertemuan tingkat menteri itu akan ditentukan langkah konkrit di berbagai bidang kerja sama ekonomi. Lainnya bidang politik keamanan dan sosial budaya," ujarnya.
Menurut Ngurah, akan ada sekitar 50 pertemuan lagi yang akan berlangsung di Indonesia dan disebarkan ke berbagai daerah yang memiliki potensi ekonomi serta pariwisata, meski yang terbanyak berlangsung di Sekretariat Komite Wakil Tetap untuk ASEAN di Jakarta.
Setelah di Lombok (NTB), meski belum ditetapkan jadwal pastinya namun tempat pertemuan berikutnya akan berlangsung di 12 provinsi, yakni Bali, Surabya (Jawa Timur), Yogyakarta, Bandung (Jawa Barat), Jakarta, Pelembang (Sumatera Selatan), Padang dan Bukit Tinggi (Sumatra Barat), Medan (Sumatera Utara), Balikpapan (Kalimantan Timur), Manado (Sulawesi Utara), Makasar (Sulawesi Selatan) dan Ambon (Maluku).
Pemerintah Provinsi NTB sebagai tuan rumah pertemuan pertama AMM Retreat itu, tentu menyambut baik karena diyakini akan mendapat manfaat besar dari kerja sama negara-negara ASEAN itu.
Saat menerima 10 Dubes ASEAN di Pendopo Gubernur NTB, Jumat (14/1), Gubernur NTB TGH. M. Zainul Majdi, terlihat antusias memaparkan potensi daerahnya, agar diketahui para pejabat tinggi ASEAN itu.
Majdi mengawalinya dengan potensi pariwisata di Pulau Lombok dan Sumbawa, yang sejauh ini banyak dikunjungi wisatawan dari negara-negara ASEAN maupun Eropa dan Amerika.
Selanjutnya, Majdi menyajikan informasi yang berkaitan dengan potensi sektor riil seperti komoditi unggulan yang menjadi bagian dari program unggulannya selama memimpin NTB periode 2008-2013.
Program unggulan tersebut antara lain Bumi Sejuta Sapi (BSS), pengembangan agribisnis sapi, jagung dan rumput laut (pijar) dan Visit Lombok Sumbawa (VLS) 2012, menciptakan 2.000 koperasi berkualitas dan 100 ribu wirausaha baru, serta percepatan infrastruktur.
Gubernur termuda di Indonesia yang baru berusia 38 tahun itu, juga menyingung potensi daerahnya saat menghadiri Media Workshop "Indonesia dan Komunitas ASEAN 2015" di Senggigi.
Harapannya, para wartawan nasional maupun internasional mau membantu mempromosikan potensi unggulan daerah NTB itu.
Namun, gubernur dari kalangan ulama itu belum mengungkapkan bagaimana NTB menyongsong Komunitas ASEAN 2015, apa manfaat yang bisa diperoleh dari kerja sama ASEAN dan langkah-langkah apa yang semestinya dipersiapkan sejak dini.
Boleh jadi, gubernur pun belum mendapat gambaran jelas dari Kementerian Luar Negeri atas apa yang menjadi tanggungjawab daerah dalam menyukseskan Komunitas ASEAN 2015, disertai sejumlah manfaat yang akan diraih masyarakat NTB.
Justru Pengamat Ekonomi dari Universitas Mataram (Unram) DR Prayitno Basuki, MA, yang lebih agresif menanyakan hal itu, saat diskusi pada pelaksanaan Media Workshop Komunitas ASEAN itu.
Dosen senior di Unram itu meyakini, pembentukan Komunitas ASEAN 2015 berarti Indonesia, yang tentunya semua provinsi dan kabupaten/kota, akan menuju perekonomian dunia yang semakin terbuka, hampir tanpa batas.
Ia mencontohkan, Komunitas Ekonomi ASEAN (AEC) yang berkarakter adanya pasar tunggal dan basis produksi dengan aliran bebas barang, jasa investasi, tenaga kerja yang terampil dan aliran bebas modal.
Tujuannya tentu untuk menciptakan kawasan yang stabil, sejahtera dan sangat kompetitif, dimana terdapat kebebasan lalu lintas barang, jasa, investasi, modal, pembangunan ekonomi yang setara, dan pengurangan kemiskinan serta kesenjangan sosial pada 2015.
"Pembentukan Komunitas ASEAN merupakan keniscayaan yang harus didukung dan diimplementasikan. Siap atau tidak daerah harus ikut memperhitungkannya dalam perencanaan pembangunan di masa mendatang," ujarnya.
Lalu, kata Prayitno, bagaimana NTB menyongsong Komunitas ASEAN 2015 itu? Apa manfaat yang dapat diambil? Tentu perlu diskusikan secara mendalam.
Menurut Prayitno, provinsi lain yang nantinya akan menjadi tuan rumah AMM Retreat berikutnya, juga sangat mungkin akan mempertanyakan cara menyongsong Komunitas ASEAN 2015 beserta manfaat yang bisa diraih.
"Sama juga, sejak sekolah kita telah mengenal ASEAN, kini ASEAN diarahkan menjadi komunitas yang mampu menembus globalisasi. Tetapi manfaat apa yang langsung menyentuh masyarakat daerah di negara-negara anggota ASEAN," ujar Prayitno dengan nada tanya.
Sejumlah peserta Media Workshop Komunitas ASEAN lainnya juga menanyakan hal serupa dalam diskusi dengan para panelis dari kalangan pakar politik dan ekonomi nasional itu. (*)