EKSOTIS GILI PERAWAN DI SELAT ALAS Oleh Anwar Maga

id

Selat Alas di Nusa Tenggara Barat (NTB) ternyata memiliki sejumlah objek wisata bahari yang unik dan menarik, seperti sejumlah gili (pulau kecil), dengan segala pesonanya.
Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Provinsi NTB, Drs Lalu Gita Ariadi, M.Si, mengungkapkan hal itu saat pertemuan koordinasi di sebuah gili di Selat Alas (perairan yang memisahkan Pulau Lombok dan Pulau Sumbawa) bagian timur.
Pertemuan itu lebih bernuansa silaturahmi, karena digelar saat hari libur Minggu (8/3) di Gili Bagi.
Secara administratif, Gili Bagi dengan luas wilayah sekitar 20 hektare (ha) itu berada dalam wilayah Desa Labuh Pandan, Kecamatan Sambalia, Lombok Timur, NTB.
Selain itu, Ariadi dan sejumlah pejabat Disbudpar NTB, juga hadir Kepala Dinas Pariwisata Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Lombok Timur, Lukmanul Hakim beserta pejabat pendampingnya.
Pertemuan dengan tujuan utama membangun komitmen pengembangan sektor kepariwisataan menuju pencapaian target kunjungan satu juta wisatawan di wilayah NTB pada 2012 itu, juga melibatkan pelaku usaha Perama Travel Club selaku pihak yang mengelola dan melestarikan Gili Bagi.
Sejumlah wartawan turut hadir di pulau kecil yang digapai menggunakan perahu motor dari Pelabuhan Laut Kayangan di ujung timur Pulau Lombok, sekitar satu jam perjalanan itu.
Jarak tempuh dari Mataram, Ibukota Provinsi NTB ke Pelabuhan Kayangan lebih dari 100 kilometer atau sekitar dua jam perjalanan menggunakan kendaraan bermotor.
Dalam pertemuan tersebut, mereka sepakat untuk menjalin kerjasama guna menampilkan potensi wisata gili, pulau kecil eksotis yang memiliki daya tarik khas bagi para wisatawan.
Kesepakatan itu agaknya cukup beralasan, karena objek wisata gili (pulau kecil) makin diminati wisatawan mancanegara, mengingat suasananya jauh dari hiruk-pikuk aktivitas kendaraan bermotor, lengkap dengan pesona pantai pasir putihnya.
"Gili Bagi dan sejumlah gili di Selat Alas ini tidak kalah menarik dari Gili Trawangan, Gili Meno dan Gili Air yang ada di sebelah utara Pulau Lombok, sehingga perlu ditampilkan untuk dinikmati para wisatawan," ujar Ariadi.
Menyambut pernyataan Kepala Disbudpar NTB itu, Pimpinan Perama Travel Club, Gede Perama Yogia, menegaskan, Gili Bagi dan Gili Biadara (letaknya berdampingan) kini sudah diminati wisatawan mancanegara, meskipun yang datang belum membeludak.
Setiap enam hari sekali, Perama Travel Club membawa wisatawan mancanegara dari Pulau Bali menggunakan kapal motor yang telah disediakan untuk berkunjung ke kedua gili di Selat Alas itu.
"Kalau dihitung sejak tahun 1992, sudah ada ribuan orang wisatawan mancenagera yang berkunjung ke gili ini, namun mereka tidak menginap karena belum ada penginapan yang disediakan," ujarnya.
Kunjungan wisatawan mancanegara yang difasilitasi Perama Travel Club itu merupakan bagian dari paket "tour" yang disediakan biro jasa wisata itu.
Perama pun mengungkapkan daya tarik kedua gili itu seperti pasir putih yang mengelilingi pulau, pantai yang memiliki karang biru (blue coral) dan karang merah (red coral) yang banyak diminati wisatawan mancanegara.
Kepala Dinas Pariwisata Kebersihan dan Pertamanan Kabupaten Lombok Timur, Lukmanul Hakim, juga sangat antusias mengungkapkan daya tarik sejumlah gili di Selat Alas itu.
"Gili Bagi, Bidara dan gili-gili lainnya cukup potensial untuk dikunjungi wisatawan, asalkan dikelola secara serius oleh tangan-tangan terampil," ujarnya.
Gili Bagi dan Bidara (luasnya 15 ha) merupakan dua dari 33 gili yang berada di wilayah Kabupaten Lombok Timur, atau bagian dari 332 buah gili yang berada di wilayah NTB.
Tidak jauh dari kedua gili itu, terdapat empat gili lainnya yakni Gili Kondo (luasnya sedikit lebih kecil dari Gili Bidara), Gili Lawangan (luasnya 513 ha), Gili Sulat (654 hea) dan Gili Lampu (400 ha lebih).
Belasan gili lainnya berada di Selat Alas bagian selatan dan puluhan gili lainnya di sebelah utara Kabupaten Lombok Timur.
Gili Bagi dan Bidara sudah dihuni, meksipun hanya oleh beberapa orang. Mereka di sana antara menanam pohon asam, mente dan tanaman perkebunan lainnya, sementara Gili Lawangan dan Sulat masih ditumbuhi hutan bakau sekaligus sebagai habitat kelelawar.
"Banyak juga wisatawan yang mengunjungi Gili Lawangan dan Sulat untuk berburu kelelawar baik sebagai hobi atau hanya sekedar iseng," ujar Hakim.

Paket wisata
Kepala Disbudpar NTB, Lalu Gita Ariadi, mengakui, potensi wisata gili itu harus terus dipromosikan oleh semua pihak, termasuk pelaku usaha pariwisata, sebagaimana diwujudkan Perama Travel Club yang terus mengajak wisatawan mancanegara dan domestik untuk berkunjung ke Gili Bagi dan Bidara dan gili lain di sekitarnya.
Ia juga berharap pelaku usaha pariwisata lainnya mau mengajak wisatawan untuk berkunjung ke gili lainnya di bagian selatan Selat Alas hingga gili penuh eksotis yang ada di ujung barat Pulau Sumbawa seperti Gili Bedil dan Gili Keramat yang juga ibarat gadis perawan.
Ajakan untuk mengunjungi objek wisata gili itu dapat dikemas dalam paket "tour" yang bersifat pelayanan langsung disertai sejumlah kemudahan, termasuk sarana transportasi dari dan ke lokasi wisata.
Paket wisata itu juga dapat berupa pelayanan jasa wisata yang menawarkan keindahan panorama alam dan kebudayaan, baik paket perorangan maupun kelompok.
Sebelum atau sesudah kunjungan ke berbagai gili, para wisatawan dapat diarahkan untuk menikmati City Tours, Kuta Lombok Tours, Rinjani Trecking, Air Terjun Sendang Gile dan paket wisata lainnya.
Jenis wisata yang dikemas dalam paket khusus lainya yakni wisata alam, kuliner, belanja, bahari, sejarah, dan budaya. Juga, pasar-pasar wisata spesifik seperti wisata golf dan bulan madu.
Selain itu, festival kebudayaan, upacara adat, pentas seni dan drama tradisional, pameran kuliner, sandang, dan hasil kerajinan hingga 'event-event' olahraga, juga harus dikemas secara proporsional agar menarik minat wisatawan.
"Jika memungkinkan paket-paket wisata itu dimodifikasi agar membetahkan wisatawan," ujar Ariadi.
Ia pun berharap wisatawan yang berkunjung ke wilayah NTB tidak hanya mengenal tiga gili di sebelah utara Pulau Lombok yang sudah terkenal ke berbagai penjuru dunia.
Ketiga gili itu yakni Gili Trawangan, Meno dan Air, yang kini secara administratif merupakan bagian dari wilayah Kabupaten Lombok Barat (sebelumnya merupakan bagian dari Kabupaten Lombok Barat).
Sejauh ini, objek wisata Gili Terawangan dikunjungi sekitar 40 ribu orang wisatawan orang setiap tahun dan dua gili lainnya, yakni Gili Meno dan Gili Air dikunjungi sekitar 20 ribu wisatawan setiap tahun.
Gili Trawangan dengan luas sekitar 338 hektare baru dikembangkan menjadi obyek wisata pada era 1980-an dan mengandalkan wisata bahari dengan pantai dan taman bawah laut.
Bahkan di Gili Trawangan terdapat karang biru yang merupakan satu-satunya di Indonesia dan di dunia hanya ada dua lokasi karang biru yakni di Karabia dan Gili Trawangan.
Pulau kecil yang dihuni sekitar 800 jiwa itu dapat ditempuh hanya 15 menit jika menggunakan perahu motor atau 50 menit dengan perahu bermesin dari pantai Pulau Lombok.
Hanya investor lokal yang diperkenankan membuka usaha di pulau kecil itu, tidak boleh ada hotel berbintang atau hanya berbentuk "cottage" kelas melati.
Setiap "cottage" menawarkan peralatan menyelam "snorkeling" dan bagi pengunjung yang memiliki sertifikat menyelam, dapat menyelami hamparan koral menakjubkan di sekitar gili tersebut, atau "Snorkeling" sambil menyerap sinar ultraviolet.
Gili Trawangan pun memiliki banyak restoran yang dilengkapi dengan beberapa saung/pos mungil yang menghadap ke laut, dan bila malam Gili Trawangan berubah menjadi "Party Island", sementara di siang hari tampak lengang. Sementara Gili Air dan Meno ukurannya relatif lebih kecil dan penataan infrastrukturnya pun belum menyamai Gili Trawangan.
Pokoknya, sejumlah gili di Selat Alas itu punya daya magnet sendiri, tak ubahnya seperti 'perawan' meminta dipersunting, kata Ariadi, berpromosi. (*)