Kejati NTB mengambil keterangan korban penipuan seleksi CPNS kejaksaan

id penipuan jaksa,seleksi cpns,pemeriksaan korban,kejati ntb

Kejati NTB mengambil keterangan korban penipuan seleksi CPNS kejaksaan

Gedung Kantor Kejati NTB. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat mengambil keterangan korban kasus dugaan penipuan dalam proses seleksi Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) Kejaksaan RI Tahun 2021, Selasa.

Juru Bicara Kejati NTB Dedi Irawan di Mataram, Selasa, mengatakan korban dimintai keterangan sebagai pelapor dari adanya dugaan penipuan oleh seorang jaksa.

"Korban dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai pelapor. Permintaan keterangan dilakukan oleh bidang pengawasan," kata Dedi.

Dalam kegiatan tersebut, jelasnya, korban memberikan keterangan dengan pendampingan kuasa hukum, Muhammad Apriadi Abdi Negara.

Terpisah, kuasa hukum MS, Muhammad Apriadi, membenarkan bahwa kliennya memberikan keterangan ke Bidang Pengawasan Kejati NTB, Selasa.

"Klien kami memberikan keterangan sebagai pelapor sekaligus korban penipuan yang dilakukan oknum jaksa (EP)," kata Apriadi.

Dalam kesempatannya, dia turut menceritakan kronologis kliennya yang menjadi korban penipuan dalam proses seleksi CPNS Kejaksaan RI Tahun 2021.

Korban yang berasal dari Desa Ungga, Kecamatan Praya Barat Daya, Kabupaten Lombok Tengah, itu sebelumnya mendapat tawaran dari EP untuk kelulusan anaknya berinisial NI.

"Jaksa ini (EP) menawarkan diri kepada klien kami karena mengetahui anaknya ikut daftar CPNS," kata Apriadi.

Dari beberapa kali pertemuan, yang salah satunya di rumah dinas pegawai kejaksaan berinisial JT, di Kota Mataram, EP menawarkan kelulusan untuk NI apabila menyerahkan mahar Rp200 juta.

"Awalnya diminta 50 persen, sebagai tanda jadi, uang muka," ujarnya.

Untuk sisanya, lanjut Apriadi, akan diberikan setelah anak MS lulus dan menerima Surat Keputusan Pengangkatan sebagai CPNS Kejaksaan RI Tahun 2021.

"Tetapi klien kami saat itu menyanggupi Rp75 juta, karena sawah korban belum dibayar sepenuhnya," ucap dia.

Jaksa EP yang sepakat dengan tawaran MS, kemudian mengajaknya bertemu. Pertemuan yang sekaligus menyerahkan uang Rp75 juta tersebut terjadi di rumah JT.

"Penyerahan turut disaksikan istri klien kami dan JT. Ada juga tanda bukti kuitansi bermeterai," ujarnya.

Dengan adanya penyerahan uang sebagai tanda jadi, jaksa EP kepada korban menjanjikan uang kembali jika anak MS tidak lulus.

"Kalau nanti tidak lulus dan tidak memenuhi 'passing grade', EP janjinya akan langsung mengembalikan uang," ucap dia.

Namun di tengah perjalanan proses seleksi, NI anak dari korban gagal dalam tahap Seleksi Kompetensi Dasar (SKD). Pengumumannya, pada September 2021.

"Menindaklanjuti kabar itu, klien langsung hubungi jaksa EP dan minta uang kembali. Tetapi nyatanya, EP terus menerus berjanji dan berbohong dengan bermacam dalil untuk menghindari pengembalian uang," kata Apriadi.

Korban yang merasa kecewa karena jaksa EP telah mengingkari janji kemudian melaporkan perbuatan tersebut ke Kejati NTB.

"Itu lah kronologis yang jadi dasar kami melapor ke Kejati NTB," ucapnya.