Berkali-kali masuk RSJ, pemuda Lombok Timur akhiri hidup gantung diri

id Gantung Diri,RSJ,Lombok Timur

Berkali-kali masuk RSJ, pemuda Lombok Timur akhiri hidup gantung diri

SW (20), warga Desa Jurit, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, yang selama ini mengidap sakit jiwa, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri setelah berkali kali masuk rumah sakit jiwa (RSJ).

Selong, Lombok Timur (ANTARA) - SW (20), warga Desa Jurit, Kecamatan Pringgasela, Lombok Timur, yang selama ini mengidap sakit jiwa, nekat mengakhiri hidupnya dengan cara gantung diri setelah berkali kali masuk rumah sakit jiwa (RSJ).

Kasus gantung diri ini, pertama kali di temukan bocah 8 tahun. Selasa (4/1), sekitar pukul 18.40 Wita, di dalam rumahnya, korban ditemukan gantung diri dengan cara mengikat tali di loteng kamar rumahnya.

Sebelumnya saksi lelah mencari korban, sejak bertemu pagi hari, dan saksi mencari korban di kamarnya, dan ia di kagetkan korban ditemukan gantung diri.

Seketika itu, saksi berteriak minta tolong. Warga dan keluarga yang mendengar teriakan saksi, ramai-ramai mendatangi TKP dan dikagetkan melihat korban tak bernyawa dengan cara gantung diri.

Terhadap kejadian ini, warga melaporkan kejadian ini ke kepala lingkungan dan polisi. Aparat polsek yang mendapatkan laporan langsung menuju TKP dan lakukan olah TKP.

Seusai olah TKP, mayat korban langsung dibawa ke PKM Pringgasela untuk di lakukan visum.

Hasil visum dokter PKM Pringgasela, tidak ditemukan bekas luka kekerasan dan tanda-tanda keracunan di diri korban. Hanya bekas memar di leher yang diduga, bekas tali yang dipakai korban gantung diri dan menyebabkan korban meninggal dunia, dan malam itu korban dibawa pulang keluarganya untuk di makamkan.

Kapolsek Pringgasela melalui Kasi Humas Polres Lotim, membenarkan adanya laporan kasus gantung diri di wilayah Pringgasela.

"Pengakuan keluarga korban,
korban mengalami gangguan jiwa sejak lama,  dan telah beberapa kali di bawa ke rumah sakit jiwa, bahkan hingga saat ini korban masih mengkomsumsi obat yang di berikan rumah sakit 1 bulan sekali sesuai rekam medis korban," katanya.

Pihak keluarga korban menolak di lakukan autopsi, pihak keluarga menerima kematian korban, sebagai suatu musibah.

"Autopsi tidak dilakukan karena pihak keluarga menolak, dengan membuat surat pernyataan, menerima kematian korban sebagi musibah," jelasnya.