DKP: Kelangkaan premium belum mempengaruhi aktivitas nelayan

id minyak,bbm,nelayan

DKP: Kelangkaan premium belum mempengaruhi aktivitas nelayan

Ilustrasi: persiapan pengolahan ikan hasil tangkapan nelayan Pondok Perasi, Kecamatan Ampenan, Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat. (Foto: ANTARA/Nirkomala)

Mataram (ANTARA) - Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengatakan, kelangkaan bahan bakar minyak (BBM) jenis premium sejauh ini belum berpengaruh signifikan terhadap aktifitas nelayan di kota itu.

"Nelayan di Kota Mataram sudah mulai pindah BBM jenis pertalite," kata Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Kota Mataram H Irwan Harimansyah di Mataram, Kamis.

Bahkan, lanjutnya, nelayan Mataram selama ini tidak menggunakan bahan bakar solar, sehingga kelangkaan dan kenaikan harga solar yang terjadi tidak berdampak terhadap aktifitas para nelayan.

"Nelayan kita tidak ada menggunakan kapal atau perahu yang berbahan bakar solar, sebab mereka rata-rata menggunakan premium. Tapi karena premium sudah sulit, jadi pindah ke pertalite," katanya.

Lebih jauh Irwan mengatakan, saat ini para nelayan Mataram sudah kembali melaut. Selain itu, perahu nelayan sudah mulai menambatkan perahunya di wilayah masing-masing atau di pinggir pantai wilayah Kota Mataram tidak lagi di Senggigi sebab angin barat sudah reda.

"Nelayan sebagian besar sekarang sudah kembali ke Ampenan. Kan angin barat sudah selesai, jadi mereka kembali. Kalau ada yang masih, mungkin karena lebih menguntungkan kita tidak tau kan," katanya.

Sementara menyinggung hasil tangkapan, lanjut Irwan, setiap tahun terjadi peningkatan yang sebesar 10 persen untuk ikan tongkol yang menjadi jenis ikan rata-rata tangkapan nelayan.

"Untuk memberikan berikan motivasi kepada para nelayan, para penyuluh DKP tetap melakukan pendampingan ke nelayan," katanya menambahkan.

Fauzi salah seorang nelayan di Lingkungan Pondok Perasi, Kecamatan Ampenan, sebelumnya berharap agar pemerintah bisa memberikan subsidi BBM untuk mengurangi biaya operasional melaut.

"Kita memang tidak ada menggunakan solat, tapi minimnya pasokan BBM jenis premium memaksa kami menggunakan pertalite, yang harganya relatif mahal. Mau tidak mau, kami terpaksa harus beli," katanya.

Subsidi BBM bisa meringankan biaya operasional nelayan dan tidak terlalu merugi ketika hasil tangkapan kurang maksimal.

Ketika cuaca bagus, sekali melaut Fauzi bisa mendapatkan 1.000-2.000 ekor ikan tongkol. Tapi jika kondisi cuaca tidak bersahabat dia hanya bisa mendapat puluhan ekor bahkan pernah tidak ada sama sekali.

"Hari ini (Kamis 7/4-2022) saja, kami tidak melaut karena cuaca dan tidak ada modal. Untuk melaut minimal kita butuh 10-15 liter BBM," katanya sambil menunjukkan puluhan perahu nelayan ditambatkan berjejer.