Kajati NTB meminta penyidik dalami peran fasilitator penyalur dana KUR

id korupsi dana kur,bantuan petani,kejati ntb,penyidikan korupsi

Kajati NTB meminta penyidik dalami peran fasilitator penyalur dana KUR

Gedung Kejati NTB. (ANTARA/Dhimas B.P.)

Mataram (ANTARA) - Kepala Kejaksaan Tinggi Nusa Tenggara Barat Sungarpin meminta penyidik pidana khusus mendalami peran fasilitator atau pihak ketiga yang mendapat penunjukan langsung dalam program penyaluran dana kredit usaha rakyat (KUR) perbankan untuk petani.

"Nantinya kalau memang itu (fasilitator) terbukti ikut dalam rangkaian (peristiwa pidana), ikut terlibat, apa boleh buat, kita tindak lanjuti," kata Sungarpin di Mataram, Jumat.

Fasilitator yang kabarnya mendapat penunjukan langsung dari Kementerian Pertanian RI tersebut merupakan sebuah perusahaan berinisial ABB. Selain perusahaan tersebut, muncul juga peran pengurus dari Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) NTB.

Dalam menjalankan program tersebut, mereka mengatur seluruh keperluan administrasi petani yang masuk dalam daftar penerima bantuan dana KUR yang penyalurannya melalui salah satu bank BUMN konvensional Cabang Lombok Tengah dan Lombok Timur.

Persoalan korupsi dalam program ini pun mencuat ketika sejumlah petani penerima bantuan hendak mengajukan pinjaman ke pihak bank berbeda. Pengajuan tidak dapat diproses karena adanya tunggakan KUR yang sedang berjalan.

Tunggakan mereka pun beragam, mulai dari Rp15 juta hingga Rp45 juta. Nilainya bergantung pada kepemilikan luas lahan. Namun dari kasus tersebut terungkap bahwa belum ada satu pun petani yang menerima dana kredit bantuan pemerintah tersebut.

Sebagai upaya penyidik dalam mengungkap peran tersangka, Sungarpin kembali meyakinkan bahwa penanganan kini masih berkutat pada ruang lingkup pemeriksaan dari pihak perbankan yang menerima dana dari pemerintah dan menyalurkan ke rekening petani penerima bantuan dana KUR.

"Iya, jadi, utamanya pemeriksaan masih di pihak bank, terakhir itu, dari analis kredit," ucapnya.

Karenanya untuk persoalan angka kerugian negara, Sungarpin memastikan penyidikan belum menyentuh ke arah tersebut.

"Sementara ini kan hitungannya masih global, belum valid. Nantinya kalau sudah ada dari ahli audit, baru bisa disebutkan," ujar dia.

Penanganan kasus ini sebelumnya berada di bawah kendali Kejaksaan Negeri Lombok Timur. Kejati NTB mengambil alih penanganan, di tahun 2021.

Kasusnya ditangani setahun setelah program ini bergulir dari pusat, yakni pada periode akhir tahun 2020.

Dari program tersebut, terhimpun 622 petani dari lima desa di wilayah Lombok Timur bagian selatan. Mereka mendapat usulan masuk sebagai penerima dana KUR.

Mereka yang menerima usulan berasal dari kalangan petani jagung. Setiap petani dijanjikan pinjaman tunai Rp15 juta untuk luas lahan per hektare.

Sehingga dari 662 petani, terhimpun luas lahan yang masuk dalam pendanaan tersebut mencapai 1.582 hektare.

Berlanjut pada kalangan petani tembakau. Tercatat ada sebanyak 460 orang yang terhimpun dalam data usulan penerima bantuan. Dalam janjinya, setiap petani mendapat dana dari KUR dengan besaran Rp30 juta hingga Rp50 juta.

Dengan pendataan demikian, para petani yang terdaftar dalam data usulan penerima KUR wajib menjalani proses administrasi pinjaman. Sejumlah berkas ditandatangani.

Seluruh keperluan administrasi dalam program tersebut, dijalankan oleh PT ABB dan oknum pengurus HKTI NTB.

Untuk keperluan administrasi petani jagung, mereka diarahkan untuk melakukan proses pengajuan dana KUR melalui perbankan Cabang Mataram. Sementara untuk petani tembakau di bank BUMN Cabang Praya.