Ukraina identifikasi 600 lebih warga Rusia diduga penjahat perang

id ukraina,rusia,kejahatan perang

Ukraina identifikasi 600 lebih warga Rusia diduga penjahat perang

Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova menghadiri konferensi pers, usai pertemuan di Mahkamah Pidana Internasional (ICC) untuk membahas penyelidikan atas dugaan kejahatan perang selama invasi Rusia ke Ukraina, di Den Haag, Belanda, 31 Mei 2022. ANTARA/REUTERS/Eva Plevier/as

Den Haag (ANTARA) - Ukraina telah mengidentifikasi lebih dari 600 warga Rusia yang disangka melakukan kejahatan perang, dan sekitar 80 di antaranya telah mulai diadili, kata Jaksa Agung Ukraina Iryna Venediktova, Selasa (31/5).

Daftar tersangka itu mencakup "petinggi militer, politikus dan agen propaganda Rusia", katanya dalam konferensi pers di Den Haag, BelandaVenediktova mengatakan Estonia, Latvia, dan Slovakia telah memutuskan untuk bergabung dengan tim investigasi internasional di Ukraina.

Tim tersebut awalnya dibentuk oleh Ukraina, Lithuania, dan Polandia pada Maret untuk melakukan pertukaran informasi dan investigasi atas dugaan kejahatan perang dan kejahatan kemanusiaan.

Mereka bekerja bersama Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang memulai penyelidikan atas dugaan kejahatan perang di Ukraina pada awal Maret. Jaksa ICC Karim Khan telah mengerahkan tim beranggotakan 42 penyidik, pakar forensik, dan personel pendukung ke Ukraina.

Baca juga: KTT G20 dan harapan Zelenskyy bagi perdamaian Ukraina
Baca juga: Prancis dan Jerman, Putin bahas ekspor gandum dari Ukraina


Dia mengatakan pada Selasa bahwa ICC sedang mengusahakan pembukaan kantor di Kiev untuk mendukung penyelidikan. Venediktova mengatakan dukungan internasional sangat penting bagi Ukraina untuk menyelidiki semua kemungkinan kejahatan perang.

"Kita harus mengumpulkan dan melindungi semua hal dengan cara yang benar. Bukti-bukti harus bisa diterima di pengadilan mana pun," katanya. Rusia membantah telah menarget warga sipil ataupun terlibat dalam kejahatan perang selama melancarkan agresi, yang mereka sebut sebagai "operasi militer khusus" di Ukraina.

Sumber: Reuters