"GOLF CAR" GANTIAN POSISI "CIDOMO" DI TRAWANGAN Oleh Masnun

id

     Hamparan pasir putih dihiasi cemara laut (Casuarina equisetifolia L.) serta panorama bawah laut dengan berbagai spesies ikan hias maupun terumbu karang, menambah keindahan obyek wisata Gili (pulau kecil) Terawangan.
     Pulau kecil yang kini menjadi objek wisata berkelas dunia itu hingga kini masih menjadi salah satu daerah tujuan wisata bebas polusi terutama pencemaran udara akibat emisi gas buang dari knalpot kendaraan bermotor.
     Di objek wisata yang luasnya 340 hektare atau sekitar 10 kilometer persegi ini hingga kini hanya menggunakan alat transportasi tanpa mesin, yakni 'cidomo' (sejenis kereta kuda) dan sepeda dayung.
     Ini menjadi salah satu daya tarik objek wisata yang pada zaman penjajahan puluhan tahun silam pernah dijadikan benteng pertahanan oleh tentara Jepang. Para wisatawan bisa menikmati keindahan alam di pulau kecil ini dengan nyaman tanpa pencemaran udara dari emisi gas buang kendaraan bermotor.
     H Haeruddin, salah seorang warga yang juga pemilik penginapan di  Gili Terawangan  mengatakan, di objek wisata ini tidak boleh menggunakan kendaraan bermotor yang menimbulkan pencemaran udara dari emisi gas buang knalpot kendaraan. Yang boleh beroperasi hanya cidomo dan sepeda dayung.
     Jumlah alat transportasi non-mesin itu pun dibatasi, yakni hanya 32 unit yang dikelola oleh Koperasi Janur Indah. Sedangkan sepeda dayung yang memiliki izin hanya 25 unit, dikelola warga Gili Terawangan.
     Situasi ini memberikan rasa aman dan nyaman bagi wisatawan untuk berjemur seharian di hamparan pasir putih atau diving (menyelam) sambil menikmati pemandangan bawah laut yang indah di obyek wisata yang merupakan ikon pariwisata NTB ini.
     Kusir atau sais Cidomo di Gili Terawangan, Sahdi (40), mengatakan, ongkos cidomo dari pelabuhan ke hotel untuk turis asing maksimal tiga orang penumpang Rp50.000.
     Sedangkan masyarakat lokal Rp25.000 per tiga orang penumpang,  sementara keliling Gili Terawangan sejauh sekitar 6 kilometer ongkosnya Rp75.000. Untuk tarif sewa sepeda dayung Rp15.000 per jam dan pada saat ramai kunjungan turis Rp20.000 per jam.
     Sejumlah wisatawan yang pernah berkunjung ke obyewk wisata yang mulai berkembang pesat sejak tahun 1980-an ini menilai Gili Terawangan memiliki nilai lebih yang tidak ditemukan pada obyek wisata lain, yakni tidak adanya pedagang asongan yang menjajakan cenderamata.
     Namun era moda transportasi "cidomo" itu agaknya akan berakhir menyusul rencana Pemerintah Kabupaten Lombok Utara mengganti angkutan tradisional itu dengan jenis angkutan modern, yakni "Golf Car".
     Bupati Lombok Utara Djohan Sjamsu mewacanakan akan mengganti alat transportasi 'cidomo' di objek wisata Gili Trawangan dengan golf car yang juga bisa digunakan wisatawan untuk berkeliling melihat keindahan alam di pulau kecil itu.
     "Kalau menggunakan transportasi cidomo yang ditarik dengan kuda memang terkesan tradisional, tetapi dari sisi kebersihan lingkungan kurang. Kalau pakai 'golf car' akan terlihat bersih dan juga tidak menyebabkan polusi," katanya pada acara pembukaan pameran pembangunan dan potensi investasi di lapangan umum Kecamatan Gangga, Kabupaten Lombok Utara, Rabu.
     Menurut dia, penggunaan alat transportasi modern di Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang itu akan dilaksanakan pada 2012. Pengadaan alat transportasi itu menjadi kewenangan Dinas Perhubungan, Komunikasi dan Informatika (Dishubkominfo) Kabupaten Lombok Utara.
     Penggunaan moda transportasi yang lebih canggih untuk menggantikan alat transportasi hewan sebagai salah satu upaya mengembangkan pariwisata di Gili Trawangan.
     Wacana penggantian moda transportasi di Gili Trawangan itu berawal dari munculnya protes sejumlah wisatawan dan kelompok penyayang binatang, karena selama ini kuda yang digunakan sebagai panarik cidomo itu terkesan disakiti dan disiksa.    

                        Penyiksaan binatang
     Bahkan beberapa tahun lalu Gubernur NTB HM Zainul Majdi menyurati Bupati Lombok Utara, terkait dengan protes sejumlah wisatawan dan masyarakat penyayang binatang, bahwa kuda penarik cidomo yang ada di objek wisata Gili Trawangan, Meno dan Air, hidup tersiksa.
     "Penyiksaan" binatang itu juga dianggap akan mengurangi pesona, daya tarik, atraksi dan panorama alam yang sudah bagus," katanya.
     Para wisatawan mancanegara yang mengunjungi objek wisata terkenal tersebut memprotes perlakuan tidak layak kepada hewan tersebut, bahkan organisasi penyayang binatang "Jakarta Animal Aid Network (JAAN) mengaku pada tahun lalu menerima banyak komplain dari para wisatawan tentang perlakuan buruk terhadap kuda yang menjadi satu-satunya alat transportasi di objek wisata tiga gili tersebut.
    Informasi serupa juga diperoleh dari "People for the Ethical Treatment of Animals (PETA) dengan menyebut kuda-kuda yang bekerja sebagai penarik cidomo di pulau-pulau itu menjalani hidup sengsara.
    Selain itu kuda-kuda tersebut juga tidak mendapat tempat perlindungan dari matahari selama jam kerja dan tidak ada dokter hewan yang akan menangani kuda jika sakit, serta tidak ada tukang besi yang membuat sepatu kuda di pulau tersebut.
    Beberapa pemilik juga tidak memotong kuku kudanya, dan ironisnya hewan tersebut hanya disediakan air asin untuk minum karena para pemilik tidak membeli air bersih untuk minum kuda tersebut.
    Kondisi itu mengakibatkan masa hidup rata-rata kuda di ili Trawangan itu relatif pendek dibandingkan kuda di tempat lain biasanya dapat mencapai usia empat puluh tahun lebih.
    Pemerintah di kabupaten termuda di NTB meyakini kendati moda transportasi cidomo itu diganti dengan golf car tidak akan menghilangkan daya tari pulau kecil ini sebagai daefah tujuan wisata dunia.
    Gili Trawangan akan tetap menjadi ikon pariwisata NTB dan  menyedot wisatawan mancanegara dan nusantara serta menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di objek wisata ini.  
    Investor asal Prancis berminat membangun hotel bintang lima plus di Gili Trawangan, Kabupaten Lombok Utara.
    "Saya didatangi investor asal Perancis membicarakan rencana membangun hotel bintang lima plus di sebelah barat Gili Trawangan. Hotel itu rencananya untuk konsumen golongan menengah ke atas," kata Djohan.    
    Gili Trawangan yang memiliki luas 340 hektare (ha) merupakan salah satu dari tiga gili di Kabupaten Lombok Utara, selain Gili Air dengan luas 150 ha dan Gili Meno yang juga luasnya 150 ha. Tiga gili tersebut menjadi tujuan wisatawan asing dan mancanegara karena keindahan panorama alamnya dan terdapat "blue coral" atau karang biru.
    Menurut dia, hotel bintang lima yang akan dibangun khusus untuk kalangan wisatawan kaya dengan tarif satu kamar mencapai 300 hingga 500 dolar Amerika Serikat (AS) per malam. Tarif tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tarif yang diberlakukan oleh Hotel Villa Ombak sekitar 100 dolar AS per malam.
    Rencana pembangunan hotel tersebut, menurut Djohan, masih dalam tahap pembicaraan, namun pihaknya membuka pintu selebar-lebarnya untuk para investor yang berminat membuka usaha di daerah ini karena akan memberikan dampak positif bagi perkembangan pariwisata dan kemajuan ekonomi daerah.
    "Saya 'welcome'. Silahkan ajukan proposal. Kami tidak akan mempersulit dalam pengurusan perizinan, sepanjang memenuhi ketentuan yang berlaku," ujarnya.
     Menurut dia, ketertarikan para investor untuk berinvestasi di Kabupaten Lombok Utara harus ditangkap secara cepat sebagai salah satu antisipasi keberadaan Bandara Internasional (BIL) di Kabupaten Lombok Tengah.
     Obyek wisata Gili Terawangan merupakan salah satu contoh ekowisata atau wisata berwawasan lingkungan, karena tempat wisata ini bebas dari pencemaran udara akibat emisi gas buang dari kendati moda transportasi tradisional "cidomo" akan diganti dengan golf car. (*)