Ekonom apresiasi pemerintah tak naikkan harga BBM subsidi

id BBM subsidi,LPG 3 kg,Subsidi energi

Ekonom apresiasi pemerintah tak naikkan harga BBM subsidi

Kendaraan bermotor antre untuk mengisi bahan bakar minyak (BBM) jenis Pertalite di SPBU Imam Bonjol, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Jumat (24/6/2022).   ANTARA FOTO/Makna Zaezar/nym.

Jakarta (ANTARA) - Kalangan ekonom mengapresiasi kebijakan pemerintah dan Pertamina yang masih konsisten mempertahankan harga BBM subsidi jenis Solar dan Pertalite serta LPG 3 kg tidak naik di tengah harga minyak mentah global yang terus bertahan di atas 110 dolar AS per barel.

Bhima Yudhistira, peneliti dari Center of Economic and Law Studies (Celios), mengatakan subsidi BBM dan LPG 3 kg memiliki dampak positif terhadap konsumsi rumah tangga khususnya kelompok 40 persen pengeluaran terbawah. Selama ini penduduk miskin dan rentan memanfaatkan subsidi BBM dan LPG sehingga terdapat disposable income yang digunakan untuk belanja kebutuhan lain.

“Kalau ada sisa belanja karena BBM-nya disubsidi, orang miskin bisa beli keperluan sekolah anak, misalnya. Ini sangat membantu menjaga daya beli terlebih saat ini ancaman dari kenaikan harga pangan terjadi,” ujar Bhima di Jakarta, Senin.

Bhima menyebutkan langkah pemerintah mengalokasikan dana Rp500 triliun untuk subsidi energi dan dana kompensasi jelas tidak percuma. Ini sangat membantu percepatan pemulihan konsumsi rumah tangga dan jaga stabilitas inflasi.

“Bayangkan kalau harga Pertalite naik menjadi harga keekonomian di Rp14.000 per liter yang pusing bukan hanya pemilik kendaraan bermotor tapi guncangan inflasi bisa melemahkan kurs rupiah dan membuat aliran modal keluar. Indonesia bisa terjun ke resesi ekonomi,” jelas Bhima.

Baca juga: Faisal Basri: Kecepatan pemulihan ekonomi Indonesia lambat
Baca juga: Ekonom: Kebijakan OJK memperpanjang restrukturisasi kredit sudah tepat


Namun sebaiknya subsidi BBM dan LPG 3 kg tersebut bisa lebih tepat sasaran mengingat menahan harga BBM dan LPG subsidi memiliki konsekuensi terhadap peningkatan beban subsidi energi dan kompensasi yang harus digelontorkan pemerintah hingga mencapai Rp500 triliun pada 2022.

Bhima menegaskan pendistribusian subsidi ini tidak boleh lagi serampangan. Perbaikan data demi memastikan penyaluran subsidi tepat sasaran jadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan pemerintah.

Bhima menyatakan subsidi bisa lebih tepat sasaran kuncinya ada pada integrasi data kependudukan dengan data kendaraan. Kriteria penduduk yang rentan dan miskin sudah ada di Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), namun itu belum sinkron dengan data kendaraan bermotor.

Menurut Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Komaidi Notonegoro, secara konsep subsidi seharusnya untuk membantu peningkatan daya beli masyarakat. Namun untuk subsidi BBM, tidak sepenuhnya tepat.