Mataram, 5/7 (ANTARA) - Panitia Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), mengundang pakar transplantasi hati dari Singapura untuk presentasi di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
"Kami undang pakar transplantasi hati dari Singapura untuk presentasi pada simposium gastroenterohepatologi (saluran cerna dan hati) di sini (Lombok)," kata Dekan Fakultas Kedokteran (FK) Universitas Mataram (Unram) Prof DR Dr Mulyanto, di Mataram, Kamis. {jpg*2}
Simposium itu akan digelar usai rangkaian kegiatan Konferensi Kerja Nasional (Konkernas) Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) XV yang dipadukan dengan Konkernas Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia (PGI) dan Perhimpunan Endoskopi Gastrointestinal Indonesia (PEGI).
Konkernas PPHI-PGI-PEGI digelar di Hotel Lombok Raya Mataram, Pulau Lombok, NTB, 5-7 Juli 2012. Agendanya yakni pembahasan masalah-masalah organisasi profesi itu, sekaligus sebagai forum ilmiah para ahli patologi dan penyakit hepatoblier serta saluran cerna.
Mulyanto yang juga Ketua Panitia Konkernas PPHI-PGI-PEGI 2012 itu mengatakan, simposium itu dijadwalkan, Sabtu (7/7), yang membahas masalah-masalah aktual di bidang gastroenterohepatologi.
"Tidak hanya mengenai aspek klinik tetapi juga hal-hal yang berkaitan dengan ilmu dasar 'Planary Lecture' yang melibatkan ahlinya, termasuk dari negara tetangga Singapura," ujarnya.
Selain itu, Prof Dr H Ali Sulaiman SpPD, KGEH dari Divisi Hepatologi Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI) sebagai salah seorang ahli gastroenterology, endoscopy dan hepatology, juga akan menyajikan materi pada simposium tersebut.
Nara sumber lainnya yakni ahli gastroenterology, endoscopy dan hepatology, dari Bandung, Semarang, dan kota lainnya di Indonesia.
Mulyanto berharap, keberadaan pakar transplantasi hati dari Singapura di Pulau Lombok, hendaknya dapat dijadikan sumber pengetahuan dan informasi, mengingat Indonesia belum begitu baik dalam perkembangan transplantasi hati.
"Jadi, ini momentum yang sangat baik bagi kemajuan di bidang kedokteran Indonesia, terutama dalam hal transplantasi hati. Kita tahu, belum banyak tranplantasi hati di Indonesia yang tergolong sukses," ujar Mulyanto yang didampingi Dr Marcellus Simadibrata KPhD, SpPD, KGEH, FACH, FASGE, dari Departemen Penelitian Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (UI).
Marcellus juga merupakan salah satu nara sumber pada simposium itu. Ia pun mengakui sejauh ini ahli transplantasi hati di Indonesia belum punya cerita sukses, kecuali dua orang pasien transplantasi hati yang dilakukan di RSCM Jakarta, beberapa waktu lalu, yang masih hidup.
Kesuksesan transplantasi hati kedua pasien RSCM itu, tidak terlepas dari peran pakar transplantasi hati dari Cina, yang didatangkan ke Jakarta untuk membantu operasi tersebut.
"Beberapa tahun lalu pernah dilakukan operasi transplantasi hati di Yogyakarta dan Surabaya, namun gagal karena pasiennya meninggal. Memang tidak mudah karena selain faktor keahlian, juga dana dan fasilitas serta respons pasien itu sendiri," ujarnya.
Menurut Marcellus, untuk kesuksesan transplantasi hati dibutuhkan anggaran yang tidak sedikit, bisa mencapai ratusan miliar rupiah, karena butuh material hati dan peralatan canggih.
"Di beberapa negara maju, juga pernah gagal, ketika terjadi 'reinjeksi' tubuh pasien itu terhadap hati yang dipasang. Di Amerika Serikat juga pernah gagal, China pun demikian," ujarnya. (*)