INSTRUKTUR PENERBANG ASING MENGADU KE IMIGRASI MATARAM

id

     Mataram, 28/1 (ANTARA) - Tiga orang instruktur penerbang asing yang berasal dari Inggris, Spanyol dan Jerman, mengadu ke Kantor Imigrasi (Kanim) Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin, setelah dipecat secara sepihak oleh perusahaan Lombok Institute Flaying Teknologi (LIFT) sejak 12 Desember 2012.

     Ketiga instruktur itu yakni Mattew Coeen (39) asal Inggris selaku instruktur kepala, dan dua orang anak buahnya masing-masing Victor Cobo (28) asal Spanyol, dan Selvia Staudinger (31) asal Jerman.

     Ketiganya didampingi penasehat hukum I Gede Sukarmo, saat mendatangi Kanim Mataram guna melaporkan status kewarganegaraannya sekaligus Kitab Izin Tinggal Sementara (Kitas) di wilayah Indonesia, pascapemecatan itu.

     Mereka diterima Kepala Kanim Mataram I Wayan Sudana, yang langsung menanggapi keluhan ketiga warga asing tersebut.

     Mewakili ketiga instruktur penerbang asing itu, Sukarmo menjelaskan bahwa kedatangan ke Kanim Mataram itu merupakan pengaduan dari aspek keimigrasian, disertai pengaduan tertulis yang disampaikan kepada pimpinan Kanim Mataram.

     "Para instruktur penerbang ini merasa ditelantarkan sehingga perlu mengadu ke imigrasi karena kehadiran mereka bekerja di wilayah NTB disponsori oleh perusahaan sekolah penerbangan yakni LIFT, sehingga dikhawatirkan terjadi masalah jika tidak melapor ke imigrasi setelah pemecatan itu," ujarnya.

     Sukarmo mengatakan, ketiga instruktur penerbang asing itu dipecat secara sepihak pada 12 Desember 2012 karena sejak 7 Desember 2012 mereka menolak menerbangkan pesawat latih jenis Liberty XL2, sebanyak tiga unit, masing-masing instruktur satu unit.

     Versi instruktur penerbang itu, pesawat tersebut sudah tidak layak diterbangkan pada ketinggian 2.000 kaki karena telah terjadi penurunan kondisi dan kemampuan pesawat.

     Telah beberapa kali dicoba, namun para instruktur penerbang itu harus menurunkan ketinggian hingga 500 kaki, namun hal itu berbahaya bagi keselamatan penerbang.

     "Karena kondisi pesawat tidak layak lagi, bahkan, menurut mereka di tempat pelatihan lain sudah tidak menggunakan pesawat latih jenis itu, sehingga mereka memilih menolak menerbangkan pesawat tersebut untuk kebutuhan pelatihan di LIFT, hingga dipecat," ujarnya.

     Selanjutnya, kata Sukarmo, sehari setelah dipecat atau pada 13 Desember 2012, ketiga instruktur penerbang itu diusir dari penginapannya di Holiday Resor, oleh pengelola hotel dengan alasan perusahaan tidak lagi membiayai penginapan tersebut.

     Dengan demikian, ketiga penerbang asing itu merasa ditelantarkan, dan dari aspek keimigrasian mereka mengkhawatirkan terjadi masalah, karna kitas yang mereka kantongi disponsori oleh perusahaan tempatnya bekerja.

     Sesuai perjanjian kerja, masa kerja instruktur penerbang Mattew di LIFT akan berakhir Juni 2013, Viktor Mei 2013 dan Silvia pada April 2013.

     "Artinya, mereka dipecat secara sepihak sebelum masa kerja berakhir. Ini yang dianggap sebagai penelantaran tenaga kerja asing di Indonesia, sehingga diadukan ke imigrasi," ujar Sukarmo.

     Menanggapi hal itu, Kepala Kanim Mataram I Wayan Sudana mengatakan, ketiga warga asing itu merasa ditelantarkan oleh penjaminnya (perusahaan LIFT).

     "Kami pun sudah beberapa kali memanggil penjaminnya, namun sampai saat ini belum juga datang. Kami sudah beberapa kali menghubunginya namun belum juga datang," ujarnya.

     Kendati demikian, pihak imigrasi akan menyurati manajemen perusahaan LIFT untuk menjelaskan masalah tersebut, kemudian memanggil ketiga warga asing itu untuk dimintai keterangan.   

     "Seharusnya pihak penjamin yang mengurus kitas ketiga pekerja asing itu. Semestinya seminggu sponsornya sudah harus datang ke imigrasi, ini sudah lebih dari seminggu (sejak pemecatan kerja). Ada sanksi untuk sponsor yang cukup berat bisa lima tahun penjara sesuai Undang Undang Kemigrasian," ujar Sudana.

     Ia menyarankan sponsor pekerja asing itu segera menyelesaikan permasalahan tersebut secara baik, agar tidak ada pelanggaran keimigrasian yang  terjadi dalam permasalahan tersebut.

     Manajemen LIFT di Mataram yang hendak dikonfirmasi, menolak memberikan penjelasan. Salah seorang stafnya bernama Sukran menyarankan dikonfirmasi ke manajemen yang berbasis di Jakarta.

     LIFT merupakan salah satu bentuk usaha Penanaman Modal Asing (PMA) yang kepemilikan sahamnya sebanyak 51 persen milik pengusaha Indonesia dan 49 persen milik konsorsium pengusaha Hongkong yakni Castel Mark Limited.

     Manajemen LIFT mengantongi Surat Izin Usaha Penerbangan (SIUP) dari Direktorat Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan, dan sertifikat operasional dari Direktorat Kelaikan Udara dan Pengoperasian Pesawat Udara (DKU-PPU) Kementerian Perhubungan.

     LIFT resmi beroperasi di wilayah NTB sejak November 2010, yang berkantor di Jl Sucipto Kecamatan Selaparang, Kota Mataram, atau di bekas Bandar Udara Selaparang Mataram.

     Manajemen LIFT telah memiliki beberapa orang siswa calon penerbang. Setiap calon siswa penerbangan diharuskan membayar biaya sekolah sebesar 66 ribu dolar AS atau setara dengan sekitar Rp500 juta. (*)