MENANTI BERKAH UNDANG-UNDANG PERKOPERASIAN YANG BARU Oleh Masnun Masud

id

     Selama 20 tahun pemberlakuan UU No. 25/1992 tentang Perkoperasian, banyak hal yang terjadi. Ada koperasi yang berhasil mengembangkan usaha, namun tidak sedikit yang hidup segan mati tak mau, bahkan tak jarang hanya tinggal nama.

     Masih segar dalam ingatan bahwa di sejumlah daerah terjadi  praktik penipuan berkedok koperasi yang merugikan masyarakat hingga ratusan juta rupiah.  Sebut saja kasus penipuan yang diduga dilakukan Koperasi Putera Pandawa, Kramat Jati, Jakarta Timur.

     Sementara di Provinsi Bali sedikitnya 1.276 nasabah Koperasi Masyarakat Adil dilaporkan menderita kerugian mencapai Rp1,5 miliar. Masih banyak praktik penipuan yang berkedok koperasi yang ujung-ujungnya merugikan masyarakat yang menjadi anggota atau nasabah.

     Kondisi ini menyebabkan citra koperasi menjadi tercoreng.  Sejumlah oknum memanfaatkan koperasi untuk menjalankan praktik rentenir. Akibatnya pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UKMK) kecil enggan menyentuh koperasi.

     Karena itu citra buruk koperasi tersebut diharapkan bisa diubah melalui Undang-Undang Perkoperasian yang baru, UU No. 17/2012, menggantikan UU Nomor 25/1992.

     Kini Kementerian Koperasi Usaha Kecil Menengah (UKM) tengah menggalakkan sosialisasi UU No. 17/2012 yang diterbitkan pada 29 Oktober 2012 agar  masyarakat dan gerakan koperasi memahami isi hasil revisi UU No. 25/1992 tersebut.

     Sosialisasi yang dilaksanakan di Mataram, Selasa, itu diikuti 200 orang perserta dari gerakan koperasi dan 66 orang dari aparatur pembina dan Dewan Koperasi Nasional (Dekopin) kabupaten/kota se-NTB.

     Asisten Deputi Bidang Kelembagaan Koperasi di UKM Kementerian Koperasi dan UKM Asep Komarudin MP mengatakan, sebagai tindak lanjut dari kelahiran UU No. 17/2012 tentang Perkoperasin itu, strategi berikut yang akan dilaksanakan instansi pemberdaya gerakan koperasi adalah melakukan sosialiasi.

     Setidaknya ada  enam substansi penting yang harus disosialisasikan kepada masyarakat dan gerakan koperasi yang dirumuskan bersama antara Kementerian Koperasi dan UKM, Kementerian Hukum dan HAM serta Dewan Perwakilan Rakyat.

     Keenam substansi penting dalam UU No. 17/2012 itu adalah   nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tertuang di dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945, menjadi dasar penyelarasan bagi rumusan nilai-nilai dan prinsip-prinsip koperasi, sesuai dengan hasil kongres International Cooperative Alliance (ICA).

     Untuk mempertegas legalitas koperasi sebagai badan hukum, maka pendirian koperasi harus melalui akta otentik. Pemberian status dan pengesahan perubahan anggaran dasar merupakan wewenang dan tanggung  jawab Menteri.

     Dalam hal permodalan dan selisih hasil usaha, telah disepakati rumusan modal awal koperasi, serta penyisihan dan pembagian cadangan modal. Modal koperasi terdiri atas setoran pokok dan sertifikat modal koperasi sebagai modal awal.

     Menurut dia, selisih hasil usaha, yang meliputi surplus hasil usaha dan defisit hasil usaha, pengaturannya dipertegas dengan kewajiban penyisihan kecadangan modal, serta pembagian kepada yang berhak.

     Sementara mengenai ketentuan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mencakup pengelolaan maupun penjaminannya. KSP ke depan hanya dapat menghimpun simpanan dan menyalurkan pinjaman kepada anggota.

     "Koperasi Simpan Pinjam harus berorientasi pelayanan kepada anggota, sehingga tidak lagi dapat disalahgunakan pemodal yang berbisnis dengan badan hukum koperasi. Unit simpan pinjam koperasi dalam waktu tahun wajib berubah menjadi KSP yang merupakan badan hukum koperasi tersendiri," ujarnya.

     Selain itu, katanya, untuk menjamin simpanan anggota KSP diwajibkan menjaminkan simpanan anggota. Dalam kaitan ini pemerintah diamanatkan membentuk Lembaga Penjamin Simpanan Anggota Koperasi Simpan Pinjam (LPS-KSP) melalui peraturan pemerintah (PP).

     Hal ini, menurut dia,  dimaksudkan sebagai bentuk keberpihakan pemerintah yang sangat fundamental dalam pemberdayaan koperasi, sehingga koperasi dapat meningkatkan kepercayaan anggota untuk menyimpan dananya di koperasi.

     Pemerintah juga memberi peluang berkembangnya koperasi dengan pola syariah yang akan diatur dalam peraturan pemerintah. Sedangkan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi akan lebih diintensifkan.

     Dalam kaitan ini, katanya, pemerintah juga diamanatkan untuk membentuk Lembaga Pengawas Koperasi Simpan Pinjam (LP-KSP) yang bertanggung jawab kepada Menteri.

     "Hal tersebut merupakan upaya nyata agar KSP benar-benar menjadi koperasi yang sehat, kuat, mandiri, dan tangguh, dan sebagai entitas bisnis yang dapat dipercaya dan sejajar dengan entitas bisnis lainnya," katanya.

     Dalam rangka pemberdayaan koperasi, gerakan koperasi didorong membentuk suatu lembaga yang mandiri dengan menghimpun iuran dari anggota serta membentuk dana pembangunan.

     "Karena itu, masyarakat dan gerakan koperasi nasional diharapkan segera memahami dan mengerti hasil revisi UU No. 25/1992 menjadi UU No. 17/2012," katanya.

     Regulasi baru yang mengatur koperasi tersebut dinilai mampu mengembangkan koperasi sebagai sebuah lembaga yang dekat dengan pelaku usaha mikro dan kecil.

     Koperasi sebagai organisasi bisnis yang dimiliki dan dioperasikan oleh seseorang demi kepentingan bersama mempunyai keunggulan komparatif dari perusahaan lain yang cukup besar mengingat koperasi mempunyai potensi kelebihan antara lain pada skala ekonomi, aktivitas yang nyata dan faktor-faktor "precuniary".

     UU tentang koperasi yang baru itu diharapkan dapat dikembangkan untuk memperluas lapangan kerja dan dengan melalui UU yang baru ini koperasi juga diharapkan dapat bersaing dengan usaha-usaha swasta lainnya.

      

            Ekonomi kerakyatan

     Sementara itu Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Agus Muharram, mengatakan, undang-undang baru itu  merupakan perpanjangan tangan dari ekonomi kerakyatan.  

     Dengan kehadiran regulasi baru itu peran dan fungsi koperasi dapat benar-benar sesuai prinsip dan asas yang sebenarnya sebagai sokoguru ekonomi.

     Pengembangan dan pemberdayaan koperasi nasional dalam kebijakan pemerintah selayaknya mencerminkan nilai dan prinsip perkoperasian sebagai wadah usaha bersama untuk memenuhi aspirasi dan kebutuhan ekonomi anggotanya.

     Dengan dasar itulah, Menteri Koperasi dan UKM Sjarifuddin Hasan mendorong percepatan realisasi atau revisi Undang-undang Koperasi No. 25/1992. Pada 29 Oktober 2012, Dewan Perwakilan Rakyat melalui Sidang Paripurna menyetujui Rancangan Undang-undang Perkoperasian Terbaru.

     Undang-undang Koperasi Nomor 25 Tahun 1992 perlu diganti, karena sudah tidak selaras dengan kebutuhan hukum dan perkembangan perkoperasian di Indonesia. Inilah landasan utama Kementerian Koperasi dan UKM untuk melahirkan Undang-undang Perkoperasian terbaru.

     Menurut dia,  kehadiran  undang-undang perkoperasian yang baru itu merupakan bentuk kepedulian pemerintah terhadap peningkatan kapasitas bagi pegiat koperasi di seluruh nusantara.

     Ia mengatakan, dalam konteks tersebut, lahirnya UU No. 17/2012 tentang Perkoperasian sebagai pengganti UU No. 25/1992 tentu merupakan upaya penyempurnaan sistem perkoperasian yang telah disesuaikan dengan segala dinamikanya.

     Dengan demikian, katanya, upaya ini diharapkan mampu mewujudkan koperasi sebagai organisasi ekonomi yang sehat, kuat, mandiri, tangguh dan terpercaya yang mendasarkan kegiatannya pada nilai dan prinsip koperasi sesuai dengan perkembangan tata ekonomi nasional dan global.

     Bagi Gubernur NTB Dr TGH M Zainul Majdi lahirnya undang-undang perkoperasian itu  diharapkan dapat meningkatkan kapasitas pegiat koperasi di seluruh Indonesia serta mampu mengatasi berbagai  masalah yang dihadapi koperasi pada masa mendatang.

     Oleh karena itu, kata Zainul,  sosialiasi ini menjadi sangat strategis dan bermanfaat, sehingga seluruh peserta perlu mengikuti dengan baik dan seksama, mempelajarinya, kemudian menyosialisasikannya kepada seluruh insan koperasi, dan menjadikan dasar dalam mengolah organisasi dan usaha koperasi dengan baik dan profesional.

     Sementara itu Kepala Dinas Koperasi Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Provinsi NTB Ir H Moh Rusdi MM mengatakan, Undang-undang perkoperasian  yang baru lebih kuat dalam memberikan perlindungan kepada koperasi.

     "UU No. 17/2012  tentang perkoperasian yang baru sebagai poengganti UU No. 25/1992 yang diterbitkan pada 29 Oktober 2012 lebih kuat," katanya seusai pembukaan sosialiasi UU No. 17/2012 di Mataram, Selasa.

     Ia mengatakan, selain memberikan perlindungan kepada koperasi, kelebihan undang-undag perkoperasian yang baru itu, antara lain lebih terbuka. Dari difinisi koperasi yang sebelumnya merupakan badan usaha, pada undang-undang yang baru berubah menjadi badan hukum, sehingga poisisnya lebih kuat.

     "Undang-undang perkoperasian yang baru itu lebih kuat. Ini antara lain terlihat dalam difinisi koperasi yang sebelumnya berstatus badan usaha kini menjadi badan hukum, sehingga posisinya lebih kuat," katanya.

     Demikian juga dari sisi permodalan, menurut Rusdi,  akan diatur lebih lanjut, jadi nantinya permodalan bukan saja dari internal koperasi, tetapi juga dari luar. Dalam undang-undang perkoperasian yang baru itu banyak istilah-istilah yang berbeda.

     Menurut Dia, yang prinsip pada undang-undang yang baru itu adalah adanya pemisahan antara unit simpan pinjam (USP) dan koperasi simpan pinjam (KSP).

     "Nantinya tidak ada lagi usaha simpan pinjam, semuanya harus berbentuk KSP. Lembaga moneter tidak bisa digabung dengan sektor riil harus dipisah menjadi dua, yani koperasi dan koperasi simpan pinjam," katanya.

     Dia mengatakan, untuk KSP akan diatur sendiri yang terpisah dari koperasi biasa. Nantinya akan ada koperasi biasa, koperasi produsen, koperasi konsumen dan koperasi simpan pinjam yang semunya berdiri sendiri.

     "Untuk pengaturan koperasi berdasarkan undang-undang perkoperasian yang baru itu diberikan waktu tiga tahun. Karena itu mulai saat ini Kementerian Koperasi dan UKM menggelar sosialisasi UU No. 17/2012 tersebut agar masyarakat terutama gerakan koperasi mengetahui dan memahami regulasi yang baru itu," kata Rusdi.

     Pemberlakuan undang-undang perkoperasian yang baru itu, menurut dia,  juga masih menunggu peraturan pemerintah. Nantinya akan diterbitkan sekitar 10 peraturan pemerintah.

     Pemberlakuan UU No. 17/2012  menjadi awal kebangkitan koperasi dan benar-benar berfungsi sebagai sokoguru perekonomian rakyat.

     Karena itu masyarakat dan gerakan koperasi di Provinsi NTB menantikan berkah dari lahirnya regulasi baru yang menjadi payung pembangunan bidang perkoperasian.(*)